Friday, March 25, 2016

Melihat ke dalam


Pagi ini sekitar pukul tujuh,
Terdengar ribut anak2 menghambur ke rumah sambil berteriak, "Dokter, Dokter!"
Rumah dinas kami akhir-akhir ini memang lebih mirip PAUD dan Rumah Belajar. Anak-anak mulai usia balita sampai SD suka bermain ke rumah, dan saya pun juga senang belajar bersama mereka. Mungkin mereka hanya melihat bahwa saya yang mengajari mereka, tapi saya pun juga belajar dari anak-anak itu tentang kehidupan.

Tiba-tiba seorang anak berteriak, "Aw, Dokter!"
"Kenapa, Gita?" tanyaku pada balita  berambut ikal itu
"Kursi ini. Kaki saya terkena ini, sakit!" Adunya sambil menunjuk pinggiran sofa. Rupanya, kakinya tidak sengaja terbentur bagian keras sofa dan dia merasa kesakitan.
"Hmmm, sakit, ya? Lain kali hati2 yaa..." kataku menghibur.

Ada yang tak biasa?
Yap, benar.
Seringnya, ketika menghadapi situasi semacam itu, sebagai orang dewasa kita menghibur anak-anak dengan menyalahkan kursi, "Oh, dasar kursi, nakal!" Sambil memukul kursi,
Atau, "Oh, memang lantai ini nakal, bikin jatuh saja!"
Anak pun berhenti menangis setelahnya. Mungkin memang karena sudah hilang nyerinya, tapi mungkin juga merasa aman karena tidak dimarahi (saya masih ingat, ketika masih kanak-kanak, saya selalu takut dimarahi jika melakukan hal-hal yg membahayakan diri sendiri lalu terluka karenanya) melainkan objek lain yg menjadi sasaran marah.

Tapi apa yang terjadi? Anak jadi terbiasa sejak kecil untuk menyalahkan orang atau hal lain atas kejadian buruk yg menimpa mereka. Terjatuh karena lantai tidak rata padahal karena kurang berhati-hati. Tersandung karena batu yang letaknya sembarangan padahal kita yang tidak memperhatikan. Dan lain-lainnya. Sampai akhirnya saat dewasa, kita sudah sangat terlatih melempar kesalahan ke orang lain tanpa kita sadari, bahkan leher tegang saat bangun tidur pun bantal yg disalahkan (Salah bantal :p).

Inilah bukti bahwa natur manusia yg berdosa sejak zaman Adam terus terbawa hingga sekarang. Ketika Allah bertanya kepada Adam, Adam menunjuk Hawa yang telah memberikan buah itu padanya. Dan ketika Allah meminta pertanggunjawaban kepada Hawa, Hawa balik melempar kesalahan ke Ular.

Jadi gimana dong? Jadi itu semua salah Kakek Adam?
Kalau kita mulai berpikir seperti itu, berarti benar-benar kita ahli mencari kesalahan di luar kita!

Tentu bukan begitu.
Karena satu manusia jatuh dalam dosa kita semua menjadi berdosa.
Namun karena satu manusia yang melakukan penebusan terhadap dosa, pelanggaran seluruh umat manusia pun dihapuskan. Puji Syukur kepada Allah melalui Mesias kita diselamatkan.

Jadi sebagai orang2 yang telah ditebus,
Sudah sewajarnya jika kita meninggalkan kebiasaan melempar kesalahan kepada orang/hal lain di luar diri kita. Belajar untuk melihatnya sebagai suatu pelajaran supaya kita lebih hati-hati di kemudian hari.

Dan yang lebih penting lagi,
Ajarkan kebenaran sejak dini kepada anak-anak kita untuk tidak menyalahkan orang lain atau benda lain saat mereka mendapat hal buruk supaya mereka belajar untuk mengoreksi diri sendiri sejak kecil.

---

Selamat Hari Jumat Agung
Selamat menghayati Kasih-Nya yang Agung


Wednesday, April 30, 2014

I am Zac

Photosource: http://www.scottbyersdesign.com/wp-content/themes/ePhoto/images/Biblical/5074bgct-Zacchaeus-E.jpg

Namaku Zakheus; kau bisa memanggilku Zac kalau mau. "Pure" atau murni, itulah arti namaku. Indah, bukan? Orang tuaku memberi nama demikian kepadaku. Mungkin mereka berharap anak laki-lakinya kelak akan bertumbuh menjadi seorang pria yang penuh dengan kemurnian. Jika mereka tahu aku akan menjadi seorang pengumpul pajak, mereka mungkin berharap aku menjadi seorang yang murni dan jujur dalam melakukan tugasku.

But here i am...
Zakheus, kepala pemungut cukai, demikian orang-orang mengenalku. Dengan kududukanku, aku bisa mendapat keuntungan lebih dalam menarik pajak. Aku bisa lebih kaya dari pemungut pajak pada umumnya. Sekarang kau mempertanyakan arti namaku? Kau pikir aku melakukan kecurangan? Kau melihatku sebagai orang berdosa? Terserahlah! Aku sudah terbiasa hidup dengan tatapan penuh penghakiman "pendosa" diarahkan kepadaku! Aku tak peduli! Aku kaya! Aku tidak butuh kehormatan!

Tapi dalam hati kecilku, aku tahu ada yang kurang.

Wednesday, October 2, 2013

Sampai Kamu Tiba di Tempat Ini

Ulangan 1:31 
dan di padang gurun, di mana engkau melihat bahwa TUHAN, Allahmu, mendukung engkau, seperti seseorang mendukung anaknya, sepanjang jalan yang kamu tempuh, sampai kamu tiba di tempat ini.

"Dan di padang gurun..."
1,5 tahun masa koass terasa seperti gurun bagiku. Gurun yang serupa milik Musa, tempat kesabaran dan ketaatan diajarkan. Gurun yang bagi bangsa Israel adalah tempat karya, penyertaan dan perlindungan Allah dinyatakan.
Mungkin gurunku tak berupa pasir kering penuh dahaga, tak juga berupa sengatan terik matahari, atau gelap dan dingin malam tanpa cahaya. Namun gurunku juga mengajarkan untuk minum dan memuaskan dahaga dari Sang Air Hidup saja. Gurunku memberikanku kesempatan untuk merasakan teduhnya awan saat siang, dan hangatnya api saat malam.

Saturday, September 28, 2013

Menari di Gurun

Photo source: http://www.prophotography.co.za/blogpics/5b2a397a18ce_D5DC/NAM11_5600-copy.jpg
[Latepost]

40 tahun kerasnya gurun telah mendewasakan Musa. Begitulah kukira yang terjadi. Musa menghabiskan 40 tahun pertama hidupnya dalam kemewahan Mesir. Didikan sebagai bangsawan ternyata tak membuat dia bijak. Bahkan kesadarannya sebagai bagian dari umat ibrani yang mendapat penyertaan Tuhan membuat dia berakhir dengan membunuh. 

Betapa bahyanya rasa tinggi hati dan rasa lebih baik dari orang lain itu, tinggi hati membuat dia beranggapan menghilangkan nyawa itu adalah hal yang benar. Lalu kaburlah ia dan tinggal di gurun. Di sana ia menikah dan memiliki anak. Memang tak dicritakan apa yang terjadi selama 40 tahun itu. Tapi respon Musa kemudian saat ia diutus Allah untuk menjadi penyelamat bangsanya, membuat kita mengetahui bahwa Musa sudah jauh dari rasa sombong dan tinggi hati oleh karena identitas yang melekat pada dirinya. 

Empty My Hands

[LATEPOST]
Photo source: http://kurtstrenck.files.wordpress.com/2012/04/hand-palm-5-empty2.jpg
I've got voices in my head and they are so strong
And I'm getting sick of this oh Lord, how long
Will I be haunted by the fear that I believe
My hands like locks on cages
Of these dreams I can't set free
But if I let these dreams die
If I lay down all my wounded pride
If I let these dreams die
Will I find that letting go lets me come alive
So empty my hands 

Trauma BTKV

Pneumotoraks?
Klasifikasi pneumotoraks (Deslaurier’s):
·         Spontan
o   Prmer )pd individu sehat arau normal)→ orang muda!
o   Sekunder (ada penyakit paru yang mendasari) : neoplasm, COPD, infeksi
·         Traumatic
·         Iatrogenic

Beda pneumotoraks primer dan sekunder (Deslaurier’s) SUARA

Primer
Sekunder
Symtoms dominated
Pain
Shortness of breath
Underlying disease
No
Yes
Age
< 30 y.o.
>45 y.o.
Recurrence
10-15%
>50%
Assessment Histopatology
Apical blebs
Diffuse lung disease

REFERAT MORNING REPORT

Pembimbing :

Dr. HANTORO ISHARDYANTO, Sp.B (ONK)



DEPT/SMF. ILMU BEDAH RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2012

1.        INDIKASI MASUK RUMAH SAKIT PASIEN LUKA BAKAR
Sistem Grading untuk Keparahan Luka Bakar dan Pembagian Penanganan Luka Bakar Berdasarkan American Burn Association