Saturday, September 28, 2013

KEJANG DEMAM KOMPLIKATA

TINJAUAN PUSTAKA

Kejang Demam
1. Definisi
         Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstra kranium. Kejang demam biasanya terjadi pada anak umur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari satu tahun tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi SSP, epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.

https://docs.google.com/file/d/0BxI1Y5wWqqmdakotdHZzNFhMNm8/edit?usp=sharing

KEJANG


KEJANG
Diazepam rektal


Di Rumah Sakit


Kejang
Diazepam IV
Kecepatan 0,5 – 1mg/menit (3 – 5 menit)
Kemungkinan depresi napas dapat terjadi



Kejang
Fenitoin bolus IV 10 – 20 mg/kg
Kecepatan 0,5 – 1 mg/kg/menit
(Pastikan ventilasi adekuat)



Kejang
Transfer ke ICU



Diazepam rektal 0,5 mg/kg atau:
-          BB <10 kg = 5 mg
-          BB >10 kg = 10 mg
Diazepam IV 0,3 – 0,5 mg/kg


5 menit

 
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
WBC
15.1
4.5-10.5
LY
18.3
20.5-51.1
MO
9.1
1.7-9.3
GR
72.6
52.2-75.2
RBC
4.22
4.0-6.0
HgB
11.4
11.0-18.0
Hct
33.5
35.0-60.0
MCV
79.5
80.0-99.9
MCH
27.1
27.0-31.0
MCHC
34.1
33.0-37.0
RDW
16.8
11.6-13.7
PLT
216
150-450
2. Klasifikasi
         Pada umumnya, kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Kriteria untuk penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini, terdapat perbedaan dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran otak, dan lainnya.
Klasifikasi menurut Prichard dan McGreal
1.      Kejangnya bersifat simetris, artinya terlihat lengan dan tungkai kiri yang kejang sama seperti yang kanan.         Prichard dan McGreal membagi KD atas 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam tidak khas. Ciri – ciri kejang demam sederhana ialah:
2.      Usia penderita antara 6 bulan – 4 tahun
3.      Suhu 100o F (37oC) atau lebih
4.      Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit
5.      Keadaan fungsi saraf/neurologi normal, dan setelah kejang juga tetap normal.
6.      EEG/rekam otak yang dibuat setelah tidak kejang adalah normal.
Kejang demam yang tidak memenuhi kriteria di atas digolongkan sebagai kejang demam tidak khas.



Klasifikasi menurut Livingstone
Livingstone juga membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana dan epilepsi yang dicetuskan oleh demam. Ciri-ciri kejang demam sederhana menurut Livingstone adalah:
1.      Kejang bersifat umum
2.      Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3.      Usia waktu kejang demam pertama muncul kurang dari 6 tahun
4.      Frekuensi serangan 1 – 4 kali dalam satu tahun
5.      EEG normal
Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri tersebut di atas disebut oleh Livingstone sebagai epilepsi yang dicetuskan oleh demam.
Klasifikasi kejang demam menurut Fukuyama
Fukuyama juga membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana harus memenuhi semua kriteria berikut, yaitu:
1.      Dikeluarga tidak ada riwayat epilepsi
2.      Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun
3.      Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun
4.      Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit
5.      Kejang tidak bersifat lokal
6.      Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca-kejang
7.      Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormalitas perkembangan
8.      Kejang tidak berlangsung dalam waktu singkat.
Bila kejang demam tidak memenuhi kriteria di atas, maka digolongkan sebagai kejang demam kompleks.

3. Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2%-4% populasi dari populasi anak 6 bulan – 5 tahun. Delapan puluh persen dari anak yang mengalami kejang demam, merupakan kejang demam sederhana, sedangkan 20% kasus adalah kejang demam kompleks. Lima belas persen kasus kejang berlangsung lama (lebih dari 15 menit), dan 16% berulang dalam waktu 24 jam. Usia kejang demam pertama paling banyak adalah pada kelompok umur 17 – 23 bulan, dan anak laki-laki lebih sering mengalami kejang demam. Apabila kejang demam sederhana yang pertama terjadi pada umur kurang dari 12 bulan, maka risiko kejang demam kedua adalah 50%, dan bila kejang demam pertama terjadi setelah umur 12 bulan, menurun menjadi 30%. Setelah kejang demam pertama, 2- 4 % anak akan berkembang menjadi epilepsi, dan ini 4 kali risikonya dibandingkan dengan populasi umum.

4. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak dperlukan suatu energi yang didapat darimetabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dn permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron.  Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patof isiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadan demam kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% – 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi dif usi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi,
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas mutan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejng yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan mengenai patof isiologi sebenarnya dari kejang demam, yaitu:
1.      Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu.
2.      Cepatnya kenaikan suhu.
3.      Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan.
4.      Metabolisme meninggi, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga sirkulasi darah bertambah dan terjadi ketidakseimbangan.
Dasar patof isiologi terjadinya kejang demam adalah belum berf ungsinya dengan baik susunan saraf pusat (korteks serebri).

5. Diagnosis
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab lain.
Umumnya kejang demam pada anak berlangsung pada permulaan demam akut, berupa serangan kejang klonik umum atau tonik klonik, singkat dan tidak ada tanda-tanda neurologi post iktal. Pemeriksaan EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral.Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam kompleks atau anak yang mempunyai risiko untuk terjadinya epilepsi.
Pemeriksaan pungsi lumbal diindikasikan pada saat pertama sekali timbul kejang demam untuk menyingkirkan adanya proses infeksi intra kranial, perdarahan subaraknoid atau gangguan demielinasi, dan dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun yang menderita kejang demam.

6. Penatalaksanaan
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan saat datang, kejang sudah berhenti. Berdasakan konsensus penatalaksanaan kejang demam, apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dlaam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rectal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 – 0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan diazepam rektal 10mg  untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rectal dengan dosis 5mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.Kejang yang belum berhenti dengnan diazepam rektal dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan di sini dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 – 20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 – 8 mg/kg/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal. Bila dengna fenitoin kejang belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demamnya dan faktor risikonya, apakah kejang demam sederhana atau kompleks.
Pemberian obat saat demam
Antipiretik
Antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam. Dosis parasetamol yang digunakan berkisar 10 – 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kg/kali, 3 – 4 kali sehari.
Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang, begitu juga dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi yang cukup berat pada 25 – 39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
Pemberian obat rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulakan gangguan perilaku dan kesulitan belajar. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat meskipun dapat menyebabkan hepatitis namun insidensnya kecil. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2 – 3 dosis, fenobarbital 3 – 4 mg/kg/hari dalam 1- 2 dosis. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan salah satu saja dari ciri berikut:
1.      Kejang lama > 15 menit
2.      Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, Cerebral Palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3.      Kejang fokal
4.      Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
a.       Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
b.      Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulang
c.       Kejang demam > 4 kali per tahun
Pengobatan rumat ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikas secara bertahap selama 1 – 2 bulan.




BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM

7. Prognosis
Kejadian kejang demam dapat berulang di kemudian hari. Faktor risiko yang menyebabkan berulangnya kejang demam adalah:
1.      Riwayat kejang demam dalam keluarga
2.      Usia kurang dari 15 bulan
3.      Temperatur yang rendah saat kejang
4.      Cepatnya kejang setelah demam.
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut hanya 10%-15% kemungkinan berulang. Kemungkinan berulang paling besar pada tahun pertama.
Menurut pengamatan Prichard dan McGreal dari kelompok anak yang menderita kejang demam sederhana kemungkinan menjadi epilepsi di kemudian hari adalah kurang dari 2% sedangkan pada kelompok yang menderita kejang demam tidak khas kemungkinan sekitar 30%. Hasil yang berbeda ditemukan oleh Livingstone. Ia berhasil mengikuti perkembangan 201 anak dengan kejang demam sederhana selama 10 tahun lebih dan menemukan bahwa 3% di antara kelompok anak yang diamatinya menderita epilepsi. Sedangkan dari kelompok epilepsi yang dicetuskan oleh demam, ia menemukan fakta bahwa 93% di antaranya menjadi penderita epilepsi.
Nelson dan Ellenberg (1976) dan Annegers dkk (1987) mengemukakan bahwa faktor risiko terjadinya epilepsi adalah:
1. Kelainan neurologis atau perkembangna yang jelas sebelum kejang demam pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
         Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai  4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.
Selain itu, Ellenberg dan Nelson (1976) juga menyatakna bahwa kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Dan kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.


STATUS PEDIATRI

I.       DATA PRIBADI

1.      Nama               :An. F
2.      Umur               :3 tahun 8 bulan
3.      Kelamin           :Laki-laki
4.      Alamat                        :Semolowaru Utara, Surabaya
5.      Orang Tua
·      Ayah
Nama                  :Tn. A
Umur                  :30 tahun
Pendidikan         :SD
Pekerjaan            :Swasta
·      Ibu
Nama                  :Ny. S
Umur                  :38 tahun
Pendidikan         :SMK
Pekerjaan            :Swasta

II.    ANAMNESIS

1.      Keluhan Utama           :
Kejang
2.      Penyakit Sekarang      :
Kejang dua kali. Yang pertama 12 jam sebelum datang selama 2 menit. Yang kedua pada 4 jam sebelum datang selama 7 menit, berhenti setelah mendapat obat dari dubur oleh bidan. Kejang seluruh tubuh, tangan dan kaki menghentak, tidak sadar, bibir biru, mulut mengatup kuat. Selama kejang badan pasien demam. Setelah kejang pasien langsung sadar dan menangis.
Demam tinggi mendadak sejak 1 hari sebelum MRS, 38 derajat celcius, turun setelah mendapat obat dari bidan, lalu naik lagi. Riwayat muntah setelah kejang pertama sebanyak 3 gelas aqua. Lalu muntah lagi 2 gelas aqua setelah diberi minum. Ada riwayat batuk, pilek, dan nyeri telan sejak 1 hari sebelum MRS.
Tidak ada riwayat sesak napas, nyeri kepala, nyeri leher, nyeri saat berkemih, nyeri telinga. Buang air kecil dan buang air besar normal. Nafsu makan menurun.
3.      Penyakit Sebelumnya  :
Pernah kejang yang diawali demam tinggi pada usia 1 tahun 6 bulan. Tidak pernah kejang tanpa demam.
4.      Obat-obat yang sudah pernah diberikan:
Obat penurun panas, sirup antibiotik, obat batuk dan pilek, dan obat antikejang dari dubur.
5.      Penyakit Keluarga/Saudara:
Ibu pasien menyangkal ada keluarga yang pernah kejang demam saat masih anak-anak.
6.      Riwayat Antenatal, Natal, dan Post Natal:
Kontrol kehamilan ke bidan 1 bulan sekali. Saat usia kehamilan 7 bulan menderita darah tinggi dan bengkak seluruh tubuh. Saat melahirkan kejang dua kali. Selama kehamilan tidak mengkonsumsi jamu dan tidak meminum obat yang dibeli sendiri. Hanya meminum vitamin dari bidan dan obat dari tenaga kesehatan.
Pasien lahir dengan berat 1800 gram pada usia kehamilan 8 bulan melalui SC di RS Pura Raharja. Lahir dengan gangguan pernapasan dan mendapat bantuan napas.
7.      Makanan/Gizi:
Sejak lahir langsung mendapat susu formula tanpa ASI. Bubur susu usia 4 bulan. Nasi tim atau nasi lumat usia 7 bulan. Makan makanan keluarga mulai usia 1 tahun. Minum susu 1 gelas sebelum tidur malam.
8.      Tumbuh Kembang:
Berat badan 30 kg, panjang badan 111 cm. Status gizi termasuk obesitas.
Dapat mengangkat kepala dan tengkurap usia 4 bulan. Duduk usia 9 bulan. Menyebut 1 kata usia 1 tahun. Berjalan tanpa bantuan usia 1 tahun 7 bulan.
9.      Imunisasi:
Hepatitis B      :(+) 3 kali
BCG                :(+) 1 kali
Polio                :(+) 4 kali ditambah booster satu kali
DPT                 :(+) 3 kali ditambah booster satu kali
Campak           :(+) 1 kali

10.  Kepribadian/Kepandaian:
Merupakan balita yang aktif.
11.  Sosial ekonomi:
Tinggal bersama kedua orang tua. Anak tunggal dari kehamilan pertama.

III. PEMERIKSAAN FISIK

1.   Keadaan Umum:
1.1.       Kesadaran                   :Compos Mentis
1.2.       Derajat sakit                :Sedang
1.3.       Pucat                           :(-)
1.4.       Ikterus                         :(-)
1.5.       Dyspneu                      :(-)
1.6.       Sianosis                       :(-)
2.   Tanda Vital:
2.1.       Temperatur               :38,4 derajat celcius
2.2.       Nadi                            :104 x/menit, reguler, kuat angkat
2.3.       Napas                          :32x/menit
3.   Anthropometri:
3.1.       Berat Badan                :30 kg
3.2.       Panjang Badan            :111 cm
3.3.       Lingkar kepala            :52 cm
3.4.       Lingkar kepala/ Usia   :0 < LK < (-2) SD
3.5.       Berat badan/ Usia       :BB > 3 SD
3.6.       Panjang badan/ Usia   :2 SD < PB < 3 SD
3.7.       BB/PB                         :BB/PB > 3 SD
3.8.       BBI                             :19 kg
3.9.       BB/BBI                       :157,89%
3.10.   Status gizi                   :obesitas
4.   Kepala-Leher:
4.1.       Rambut                       :normal
4.2.       Bentuk kepala             :normal
4.3.      UUB                           :sudah menutup
4.4.      UUK                           :sudah menutup
4.5.       Mata                            :tidak cowong
4.6.       Wajah                          :normal
4.7.       Hidung                        :pernapasan cuping hidung (-)
4.8.       Mulut – tenggorok    :faring hiperemi, tonsil membesar T3/T3, tidak ada    pseudomembran
4.9.       Leher                           :tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
5.   Thoraks:
5.1.       Paru                             :
Inspeksi                     :Bentuk dada normal, gerakan simetris, tidak ada retraksi,
Palpasi                       :Gerakan dada simetris, fremitus suara simetris, tidak ada nyeri
Perkusi                       :Sonor
Auskultasi                  :Suara napas vesikuler di kedua lapangan paru, tanpa ada wheezing dan ronkhi
5.2.       Jantung                        :
Inspeksi                     :Tidak terlihat impuls pada apeks.
Palpasi                       :tidak teraba pulsasi apeks.
Perkusi                       :batas jantung normal.
Auskultasi                  :suara jantung normal
6.   Abdomen:
Inspeksi         :normal
Auskultasi      :bising usus (+) normal.
Palpasi           :turgor normal, hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan
Perkusi           :timpani
7.   Ekstremitas:
CRT kurang dari 2 detik. Akral hangat, kering, merah. Tonus normal. Tidak ada edema
8.   Status Neurologis
Derajat kesadaran      :Compos Mentis
GCS                           :456
Pupil                          :bulat isokor, reflek cahaya +/+, ukuran pupil OD:3mm OS:3mm
Reflek Fisiologis        :BPR kanan: +2; BPR kiri +2; KPR kanan: +2; KPR kiri: +2
Reflek Patologis        :Babinski -/-; chaddock -/-
Kaku Kuduk  :(-)
Brudsinsky I  :(-)

Brudsinsky II            :(-)

IV. LABORATORIUM


V.       TIMELINE

1 hari sebelum datang             :panas tinggi mendadak, batuk, pilek, nyeri telan.
12 jam sebelum datang           :kejang pertama selama 2 menit, muntah dua kali
4 jam sebelum datang             :kejang kedua selama 7 menit

VI.    PROBLEM LIST/DAFTAR MASALAH

1.      Kejang dengan deman < 15 menit, 2 kali dalam 24 jam, diselingi kesadaran penuh, bersifat umum klonik
2.      Tidak ada penurunan kesadaran setelah kejang
3.      Tidak didapatkan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (sakit kepala, triad cushing)
4.      Tidak didapatkan meningeal sign (kaku kuduk, brudzinski 1, brudzinski 2)
5.      Muntah dua kali setelah kejang pertama, sekitar 600 cc + 400 cc
6.      Demam tinggi mendadak hari pertama, 38,4 derajat celcius
7.      Batuk, pilek, dan nyeri telan sejak 1 hari, faring hiperemi, tonsil membesar T3/T3, tanpa pseudomembran
8.      Riwayat kejang dengan demam saat usia 1 tahun 6 bulan, tidak pernah kejang tanpa demam.
9.      Obesitas
10.  Leukositosis, limfopeni.

VII. ANALISIS

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 derajat celcius) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Ada 2 bentuk yaitu Kejang Demam Sederhana dan Kejang Demam Komplikata. Kejang Demam Sedrhana memiliki ciri-ciri gejala klinis berlangsung singkat (<15 menit), kejang umum tonik dan/atau klonik, umumnya berhenti sendiri, tidak berulang danalam 24 jam dan tanpa gerakan fokal. Sedangkan kejang demam komplikata memiliki gejala klinis berlangsung lama (>15 menit), bersifat fokal (parsial satu sisi) atau didahului kejang fokal sebelum menjadi kejang umum, atau berulang dalam 24 jam. Pemeriksaan liquor untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis diindikasikan pada bayi kurang dari 18 bulan, karena gejala klinis meningitis pada usia ini tidak jelas (Baumann RJ. 2002).
Tonsilofaringitis akut adalah infeksi akut membran mukosa faring dan tonsil. Dapat disebabkan oleh virus maupun bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A. Gejala klinis tonsilofaringitis akut yang disebabkan streptokokus adalah onset sakit mendadak berupa  mual, muntah, demam, dan nyeri tenggorok. Pada pemeriksaan fisik didaptakan faring yang hiperemi, tonsil membengkak, KGB leher bengkak dan nyeri, uvula bengkak dan merah, ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo sekunder, ruam skarlatina, dan ptekiae palatum molle. Sedangkan tonsilofaringitis akut yang disebabkan virus cirinya adalah onset yang bertahap, usia biasanya kurang dari 3 tahun, melibatkan beberapa mukosa (konjungtivitis, diare, batuk, pilek, suara serak, mengi dan ronki paru, eksantem ulseratif) (Behrman RE. 2003).
Obesitas adalah penimbunan jaringan lemak secara berlebihan akibat ketidakseimbangan antara asupan energi dengan pemakaian energi. Disebut obesitas bila BB melebihi 120 % dari BB ideal (Dietz W., H., 1993).
Pasien tidak pernah kejang tanpa demam sebelumnya, ada riwayat kejang disertai demam satu kali, dan setelah kejang tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada meningeal sign, tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini membuat diagnosa lebih mengarah kepada kejang demam, tidak mengarah pada epilepsi dengan demam maupun meningitis. Pada pasien ini didapatkan kejang yang berulang dalam 24 jam oleh karena itu sudah termasuk dalam jenis Kejang Demam Komplikata.
Pada pasien ini didapatkan demam tinggi mendadak 38,4 derajat celcius, muntah, batuk, pilek, nyeri telan, faring hiperemi, tonsil membesar T3/T3, tanpa pseudomembran. Sehingga penyebab dari demam kemungkinan besar adalah tonsilofaringitis akut. Etiologi tonsilofaringitis akut lebih mengarah kepada streptokokus beta hemolitikus grup A karena didapatkan onset demam yang mendadak tinggi, muntah, ada nyeri telan dan ada leukositosis.
Dari anthropometri, BB/BBI pasien ini adalah 157, 89%, oleh karena itu status gizi pasien masuk dalam kategori obesitas.


VIII. DIAGNOSIS/ASSESMENT

1.   Diagnosis Kerja            :Kejang Demam Komplikata + Tonsilofaringitis akut curiga akibat streptokokus beta hemolitikus grup A + Obesitas
2.   Diagnosis Banding       :Meningitis, Ensefalitis, Abses otak, Epilepsi
3.   Diagnosis Definitif       :
·      Primer              :Tonsilofaringitis akut
·      Sekunder         :Obesitas
·      Komplikasi      :Kejang Demam Komplikata

IX.       RENCANA TATALAKSANA

1.Tatalaksana diagnostik:
·         Swab tenggorok
2.Tatalaksana terapi:
·         Infus D5 1/4  S 1700 cc/24 jam
·         Injeksi Diazepam 6 mg IV bila kejang.
·         Injeksi Ampisilin Sulbaktam 750 mg tiap 6 jam dilanjutkan antibiotik oral sesuai hasil kultur, pemberian antibiotik minimal 10 hari.
·         Paracetamol 4 x 300 mg dan kompres basah bila demam.
·         Bila sudah sembuh diet rendah kalori dan meningkatkan aktifitas fisik dengan target mempertahankan berat badan sementara tinggi badan bertambah hingga dicapai BB/BBI < 120 %
3.Tatalaksana monitoring:
·         Vital sign
·         Keluhan
·         Kejang
4.Tatalaksana edukasi:
·         Bila anak kejang di rumah tidak perlu panik, karena sebagian besar kejang demam memiliki prognosis yang baik, segera bawa ke tempat pelayanan kesehatan terdekat.



DAFTAR PUSTAKA

Astaqaauliyah. Patofisiologi dan Gejala Klinis Kejang Demam. Diakses 29 Januari 2013. Dari http://astaqauliyah.co m/2010/04/referat-kedo kteran-pato fisio lo gi-dan-gejala-klinis-kejang-demam/
Baumann RJ. Febrile Seizure. E Med J, March 12 2002, vol 2.
Behrman RE, et.al. Nelson Textbook of Pediatrics edisi 17. Philadelphia: WB Saunders, 2003.
Deliana, Melda. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002: 59 – 62
Dietz, W., H. Childhood Obesity. Dalam Textbook of Pediatric Nutrition. New York: Raven Press, 1993.
Lumbantobing, S.M. Kejang Demam (Febrile Convulsion). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.
Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbitan IDAI. 2005.

No comments: