TINJAUAN PUSTAKA
Kejang Demam
1. Definisi
Kejang
demam ialah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstra
kranium. Kejang demam biasanya terjadi pada anak umur 6 bulan – 5 tahun. Anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang
dari satu tahun tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang
dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain, misalnya infeksi SSP, epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam.
https://docs.google.com/file/d/0BxI1Y5wWqqmdakotdHZzNFhMNm8/edit?usp=sharing
https://docs.google.com/file/d/0BxI1Y5wWqqmdakotdHZzNFhMNm8/edit?usp=sharing
KEJANG
|
KEJANG
Diazepam
rektal
|
Di Rumah Sakit
|
Kejang
Diazepam IV
Kecepatan 0,5 – 1mg/menit (3 – 5 menit)
Kemungkinan depresi napas dapat terjadi
|
Kejang
Fenitoin bolus IV 10 – 20 mg/kg
Kecepatan 0,5 – 1 mg/kg/menit
(Pastikan ventilasi adekuat)
|
Kejang
Transfer ke ICU
|
Diazepam rektal 0,5
mg/kg atau:
-
BB
<10 kg = 5 mg
-
BB
>10 kg = 10 mg
Diazepam IV 0,3 –
0,5 mg/kg
|
5 menit
|
Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai Rujukan
|
WBC
|
15.1
|
4.5-10.5
|
LY
|
18.3
|
20.5-51.1
|
MO
|
9.1
|
1.7-9.3
|
GR
|
72.6
|
52.2-75.2
|
RBC
|
4.22
|
4.0-6.0
|
HgB
|
11.4
|
11.0-18.0
|
Hct
|
33.5
|
35.0-60.0
|
MCV
|
79.5
|
80.0-99.9
|
MCH
|
27.1
|
27.0-31.0
|
MCHC
|
34.1
|
33.0-37.0
|
RDW
|
16.8
|
11.6-13.7
|
PLT
|
216
|
150-450
|
2. Klasifikasi
Pada
umumnya, kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Kriteria untuk penggolongan
tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini, terdapat perbedaan
dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia
penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran otak, dan lainnya.
Klasifikasi
menurut Prichard dan McGreal
1.
Kejangnya bersifat
simetris, artinya terlihat lengan dan tungkai kiri yang kejang sama seperti
yang kanan. Prichard
dan McGreal membagi KD atas 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana dan kejang
demam tidak khas. Ciri – ciri kejang demam sederhana ialah:
2.
Usia penderita
antara 6 bulan – 4 tahun
3.
Suhu 100o
F (37oC) atau lebih
4.
Lamanya kejang
berlangsung kurang dari 30 menit
5.
Keadaan fungsi
saraf/neurologi normal, dan setelah kejang juga tetap normal.
6.
EEG/rekam otak yang
dibuat setelah tidak kejang adalah normal.
Kejang
demam yang tidak memenuhi kriteria di atas digolongkan sebagai kejang demam tidak
khas.
Klasifikasi
menurut Livingstone
Livingstone juga membagi kejang demam menjadi 2 golongan,
yaitu kejang demam sederhana dan epilepsi yang dicetuskan oleh demam. Ciri-ciri
kejang demam sederhana menurut Livingstone adalah:
1.
Kejang bersifat
umum
2.
Lamanya kejang
berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3.
Usia waktu kejang
demam pertama muncul kurang dari 6 tahun
4.
Frekuensi serangan
1 – 4 kali dalam satu tahun
5.
EEG normal
Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri tersebut di
atas disebut oleh Livingstone sebagai epilepsi yang dicetuskan oleh demam.
Klasifikasi
kejang demam menurut Fukuyama
Fukuyama juga membagi kejang demam menjadi 2 golongan,
yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana
harus memenuhi semua kriteria berikut, yaitu:
1.
Dikeluarga tidak
ada riwayat epilepsi
2.
Sebelumnya tidak
ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun
3.
Serangan kejang demam
yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun
4.
Lamanya kejang
berlangsung tidak lebih dari 20 menit
5.
Kejang tidak
bersifat lokal
6.
Tidak didapatkan
gangguan atau abnormalitas pasca-kejang
7.
Sebelumnya juga
tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormalitas perkembangan
8.
Kejang tidak
berlangsung dalam waktu singkat.
Bila kejang demam tidak memenuhi kriteria di atas, maka
digolongkan sebagai kejang demam kompleks.
3. Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2%-4% populasi dari populasi
anak 6 bulan – 5 tahun. Delapan puluh persen dari anak yang mengalami kejang
demam, merupakan kejang demam sederhana, sedangkan 20% kasus adalah kejang
demam kompleks. Lima belas persen kasus kejang berlangsung lama (lebih dari 15
menit), dan 16% berulang dalam waktu 24 jam. Usia kejang demam pertama paling
banyak adalah pada kelompok umur 17 – 23 bulan, dan anak laki-laki lebih sering
mengalami kejang demam. Apabila kejang demam sederhana yang pertama terjadi
pada umur kurang dari 12 bulan, maka risiko kejang demam kedua adalah 50%, dan
bila kejang demam pertama terjadi setelah umur 12 bulan, menurun menjadi 30%.
Setelah kejang demam pertama, 2- 4 % anak akan berkembang menjadi epilepsi, dan
ini 4 kali risikonya dibandingkan dengan populasi umum.
4. Patofisiologi
Untuk mempertahankan
kelangsungan hidup sel atau organ otak dperlukan suatu energi yang didapat darimetabolisme.
Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Jadi sumber
energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan
air.
Sel dikelilingi
oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dn permukaan
luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam
sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam
dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial
membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan
potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang
ekstraseluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak
misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patof isiologi dari membran
sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadan demam kenaikan suhu 1 C akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% – 15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65%
dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada
kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran
sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi dif usi dari ion Kalium maupun
ion Natrium melalui membran tadi,
dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas mutan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmiter dan
terjadilah kejang.
Tiap anak
mempunyai ambang kejng yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang
kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 C sedangkan
pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 C
atau lebih.
Dari kenyataan
ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan
mengenai patof isiologi sebenarnya dari kejang demam, yaitu:
1.
Menurunnya
nilai ambang kejang pada suhu tertentu.
2.
Cepatnya
kenaikan suhu.
3.
Gangguan
keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan.
4.
Metabolisme
meninggi, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga sirkulasi darah bertambah dan
terjadi ketidakseimbangan.
Dasar patof
isiologi terjadinya kejang demam adalah belum berf ungsinya dengan baik susunan
saraf pusat (korteks serebri).
5. Diagnosis
Menurut Consensus
Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah bangkitan kejang pada
bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan
dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
lain.
Umumnya kejang
demam pada anak berlangsung pada permulaan demam akut, berupa serangan kejang klonik
umum atau tonik klonik, singkat dan tidak ada tanda-tanda neurologi post iktal.
Pemeriksaan EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di
daerah belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang
unilateral.Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam kompleks atau anak yang
mempunyai risiko untuk terjadinya epilepsi.
Pemeriksaan pungsi lumbal diindikasikan
pada saat pertama sekali timbul kejang demam untuk menyingkirkan adanya proses
infeksi intra kranial, perdarahan subaraknoid atau gangguan demielinasi, dan
dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun yang menderita kejang demam.
6. Penatalaksanaan
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan saat
datang, kejang sudah berhenti. Berdasakan konsensus penatalaksanaan kejang
demam, apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit atau dlaam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau
di rumah adalah diazepam rectal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 – 0,75 mg/kg
atau diazepam rektal 5mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan
diazepam rektal 10mg untuk berat badan
lebih dari 10 kg. Atau diazepam rectal dengan dosis 5mg untuk anak di bawah
usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.Kejang yang
belum berhenti dengnan diazepam rektal dapat diulang lagi dengan cara dan dosis
yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2 kali dengan diazepam rektal
masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan di sini dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti
diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 – 20 mg/kg/kali dengan
kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4 – 8 mg/kg/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal. Bila
dengna fenitoin kejang belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang rawat
intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya
tergantung dari jenis kejang demamnya dan faktor risikonya, apakah kejang demam
sederhana atau kompleks.
Pemberian obat
saat demam
Antipiretik
Antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak
ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya
kejang demam. Dosis parasetamol yang digunakan berkisar 10 – 15 mg/kg/kali
diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10
mg/kg/kali, 3 – 4 kali sehari.
Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada
saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang, begitu juga dengan diazepam
rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC. Dosis
tersebut tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi yang cukup
berat pada 25 – 39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, fenitoin pada saat demam
tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
Pemberian obat
rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap
hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital
setiap hari dapat menimbulakan gangguan perilaku dan kesulitan belajar. Obat
pilihan saat ini adalah asam valproat meskipun dapat menyebabkan hepatitis
namun insidensnya kecil. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2 – 3
dosis, fenobarbital 3 – 4 mg/kg/hari dalam 1- 2 dosis. Pengobatan rumat hanya
diberikan bila kejang demam menunjukkan salah satu saja dari ciri berikut:
1.
Kejang lama > 15
menit
2.
Adanya kelainan
neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis,
paresis Todd, Cerebral Palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3.
Kejang fokal
4.
Pengobatan rumat
dipertimbangkan bila:
a.
Kejang berulang dua
kali atau lebih dalam 24 jam
b.
Kejang demam
terjadi pada bayi kurang dari 12 bulang
c.
Kejang demam >
4 kali per tahun
Pengobatan rumat ini diberikan selama 1 tahun bebas
kejang, kemudian dihentikas secara bertahap selama 1 – 2 bulan.
BAGAN PENGHENTIAN
KEJANG DEMAM
7. Prognosis
Kejadian kejang demam dapat berulang di kemudian hari.
Faktor risiko yang menyebabkan berulangnya kejang demam adalah:
1.
Riwayat kejang
demam dalam keluarga
2.
Usia kurang dari 15
bulan
3.
Temperatur yang
rendah saat kejang
4.
Cepatnya kejang
setelah demam.
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut hanya 10%-15%
kemungkinan berulang. Kemungkinan berulang paling besar pada tahun pertama.
Menurut pengamatan Prichard dan McGreal dari kelompok
anak yang menderita kejang demam sederhana kemungkinan menjadi epilepsi di
kemudian hari adalah kurang dari 2% sedangkan pada kelompok yang menderita
kejang demam tidak khas kemungkinan sekitar 30%. Hasil yang berbeda ditemukan
oleh Livingstone. Ia berhasil mengikuti perkembangan 201 anak dengan kejang
demam sederhana selama 10 tahun lebih dan menemukan bahwa 3% di antara kelompok
anak yang diamatinya menderita epilepsi. Sedangkan dari kelompok epilepsi yang
dicetuskan oleh demam, ia menemukan fakta bahwa 93% di antaranya menjadi
penderita epilepsi.
Nelson dan Ellenberg (1976) dan Annegers dkk (1987)
mengemukakan bahwa faktor risiko terjadinya epilepsi adalah:
1. Kelainan neurologis atau perkembangna yang jelas sebelum
kejang demam pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
Masing-masing
faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut
meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi
tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.
Selain itu, Ellenberg dan Nelson (1976) juga menyatakna
bahwa kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Dan kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
STATUS PEDIATRI
I.
DATA
PRIBADI
1. Nama :An. F
2. Umur :3 tahun 8 bulan
3. Kelamin :Laki-laki
4. Alamat :Semolowaru Utara,
Surabaya
5. Orang
Tua
·
Ayah
Nama :Tn. A
Umur :30 tahun
Pendidikan :SD
Pekerjaan :Swasta
·
Ibu
Nama :Ny. S
Umur :38 tahun
Pendidikan :SMK
Pekerjaan :Swasta
II.
ANAMNESIS
1. Keluhan
Utama :
Kejang
2. Penyakit
Sekarang :
Kejang dua kali. Yang pertama 12 jam
sebelum datang selama 2 menit. Yang kedua pada 4 jam sebelum datang selama 7
menit, berhenti setelah mendapat obat dari dubur oleh bidan. Kejang seluruh
tubuh, tangan dan kaki menghentak, tidak sadar, bibir biru, mulut mengatup kuat.
Selama kejang badan pasien demam. Setelah kejang pasien langsung sadar dan
menangis.
Demam tinggi mendadak sejak 1 hari
sebelum MRS, 38 derajat celcius, turun setelah mendapat obat dari bidan, lalu
naik lagi. Riwayat muntah setelah kejang pertama sebanyak 3 gelas aqua. Lalu
muntah lagi 2 gelas aqua setelah diberi minum. Ada riwayat batuk, pilek, dan
nyeri telan sejak 1 hari sebelum MRS.
Tidak ada riwayat sesak napas, nyeri
kepala, nyeri leher, nyeri saat berkemih, nyeri telinga. Buang air kecil dan
buang air besar normal. Nafsu makan menurun.
3. Penyakit
Sebelumnya :
Pernah kejang yang diawali demam tinggi
pada usia 1 tahun 6 bulan. Tidak pernah kejang tanpa demam.
4. Obat-obat
yang sudah pernah diberikan:
Obat penurun panas, sirup antibiotik,
obat batuk dan pilek, dan obat antikejang dari dubur.
5. Penyakit
Keluarga/Saudara:
Ibu pasien menyangkal ada keluarga yang
pernah kejang demam saat masih anak-anak.
6. Riwayat
Antenatal, Natal, dan Post Natal:
Kontrol kehamilan ke bidan 1 bulan
sekali. Saat usia kehamilan 7 bulan menderita darah tinggi dan bengkak seluruh
tubuh. Saat melahirkan kejang dua kali. Selama kehamilan tidak mengkonsumsi
jamu dan tidak meminum obat yang dibeli sendiri. Hanya meminum vitamin dari
bidan dan obat dari tenaga kesehatan.
Pasien lahir dengan berat 1800 gram pada
usia kehamilan 8 bulan melalui SC di RS Pura Raharja. Lahir dengan gangguan
pernapasan dan mendapat bantuan napas.
7. Makanan/Gizi:
Sejak lahir langsung mendapat susu
formula tanpa ASI. Bubur susu usia 4 bulan. Nasi tim atau nasi lumat usia 7
bulan. Makan makanan keluarga mulai usia 1 tahun. Minum susu 1 gelas sebelum
tidur malam.
8. Tumbuh
Kembang:
Berat
badan 30 kg, panjang badan 111 cm. Status gizi termasuk obesitas.
Dapat mengangkat kepala dan tengkurap usia
4 bulan. Duduk usia 9 bulan. Menyebut 1 kata usia 1 tahun. Berjalan tanpa
bantuan usia 1 tahun 7 bulan.
9. Imunisasi:
Hepatitis
B :(+) 3 kali
BCG :(+) 1 kali
Polio :(+) 4 kali ditambah booster
satu kali
DPT :(+)
3 kali ditambah booster satu kali
Campak :(+) 1 kali
10. Kepribadian/Kepandaian:
Merupakan balita yang aktif.
11. Sosial
ekonomi:
Tinggal
bersama kedua orang tua. Anak tunggal dari kehamilan pertama.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan
Umum:
1.1. Kesadaran :Compos
Mentis
1.2. Derajat
sakit :Sedang
1.3. Pucat :(-)
1.4. Ikterus :(-)
1.5. Dyspneu :(-)
1.6. Sianosis :(-)
2. Tanda
Vital:
2.1.
Temperatur :38,4 derajat celcius
2.2. Nadi :104 x/menit,
reguler, kuat angkat
2.3. Napas :32x/menit
3. Anthropometri:
3.1. Berat
Badan :30 kg
3.2. Panjang
Badan :111 cm
3.3. Lingkar
kepala :52 cm
3.4. Lingkar
kepala/ Usia :0 < LK < (-2) SD
3.5. Berat
badan/ Usia :BB > 3 SD
3.6. Panjang
badan/ Usia :2 SD < PB < 3 SD
3.7. BB/PB :BB/PB > 3 SD
3.8. BBI :19 kg
3.9.
BB/BBI :157,89%
3.10.
Status
gizi :obesitas
4. Kepala-Leher:
4.1. Rambut :normal
4.2. Bentuk
kepala :normal
4.3. UUB :sudah
menutup
4.4. UUK :sudah
menutup
4.5. Mata :tidak cowong
4.6. Wajah :normal
4.7. Hidung :pernapasan cuping
hidung (-)
4.8.
Mulut
– tenggorok :faring hiperemi, tonsil
membesar T3/T3, tidak ada
pseudomembran
4.9. Leher :tidak ada pembesaran
kelenjar limfe.
5. Thoraks:
5.1. Paru :
Inspeksi :Bentuk dada normal, gerakan
simetris, tidak ada retraksi,
Palpasi :Gerakan
dada simetris, fremitus suara simetris, tidak ada nyeri
Perkusi :Sonor
Auskultasi :Suara napas vesikuler di kedua lapangan paru,
tanpa ada wheezing dan ronkhi
5.2.
Jantung :
Inspeksi :Tidak terlihat impuls pada apeks.
Palpasi :tidak
teraba pulsasi apeks.
Perkusi :batas jantung normal.
Auskultasi :suara jantung normal
6. Abdomen:
Inspeksi :normal
Auskultasi :bising usus (+) normal.
Palpasi :turgor normal, hepar dan lien tidak
teraba, tidak ada nyeri tekan
Perkusi :timpani
7. Ekstremitas:
CRT kurang dari 2 detik. Akral hangat,
kering, merah. Tonus normal. Tidak ada edema
8. Status
Neurologis
Derajat kesadaran :Compos Mentis
GCS :456
Pupil :bulat
isokor, reflek cahaya +/+, ukuran pupil OD:3mm OS:3mm
Reflek Fisiologis :BPR kanan: +2; BPR kiri +2; KPR kanan: +2; KPR kiri: +2
Reflek
Patologis :Babinski -/-; chaddock -/-
Kaku Kuduk :(-)
Brudsinsky I :(-)
Brudsinsky II :(-)
IV. LABORATORIUM
V.
TIMELINE
1
hari sebelum datang :panas
tinggi mendadak, batuk, pilek, nyeri telan.
12
jam sebelum datang :kejang
pertama selama 2 menit, muntah dua kali
4
jam sebelum datang :kejang
kedua selama 7 menit
VI.
PROBLEM
LIST/DAFTAR MASALAH
1. Kejang
dengan deman < 15 menit, 2 kali dalam 24 jam, diselingi kesadaran penuh,
bersifat umum klonik
2. Tidak
ada penurunan kesadaran setelah kejang
3. Tidak
didapatkan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (sakit kepala, triad
cushing)
4. Tidak
didapatkan meningeal sign (kaku kuduk, brudzinski 1, brudzinski 2)
5. Muntah
dua kali setelah kejang pertama, sekitar 600 cc + 400 cc
6. Demam
tinggi mendadak hari pertama, 38,4 derajat celcius
7. Batuk,
pilek, dan nyeri telan sejak 1 hari, faring hiperemi, tonsil membesar T3/T3,
tanpa pseudomembran
8. Riwayat
kejang dengan demam saat usia 1 tahun 6 bulan, tidak pernah kejang tanpa demam.
9. Obesitas
10. Leukositosis,
limfopeni.
VII. ANALISIS
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 derajat celcius) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Ada 2 bentuk yaitu Kejang Demam
Sederhana dan Kejang Demam Komplikata. Kejang Demam Sedrhana memiliki ciri-ciri
gejala klinis berlangsung singkat (<15 menit), kejang umum tonik dan/atau
klonik, umumnya berhenti sendiri, tidak berulang danalam 24 jam dan tanpa
gerakan fokal. Sedangkan kejang demam komplikata memiliki gejala klinis
berlangsung lama (>15 menit), bersifat fokal (parsial satu sisi) atau
didahului kejang fokal sebelum menjadi kejang umum, atau berulang dalam 24 jam.
Pemeriksaan liquor untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis diindikasikan
pada bayi kurang dari 18 bulan, karena gejala klinis meningitis pada usia ini
tidak jelas (Baumann RJ. 2002).
Tonsilofaringitis akut adalah infeksi akut membran
mukosa faring dan tonsil. Dapat disebabkan oleh virus maupun bakteri
streptokokus beta hemolitikus grup A. Gejala klinis tonsilofaringitis akut yang
disebabkan streptokokus adalah onset sakit mendadak berupa mual, muntah, demam, dan nyeri tenggorok.
Pada pemeriksaan fisik didaptakan faring yang hiperemi, tonsil membengkak, KGB
leher bengkak dan nyeri, uvula bengkak dan merah, ekskoriasi hidung disertai
lesi impetigo sekunder, ruam skarlatina, dan ptekiae palatum molle. Sedangkan
tonsilofaringitis akut yang disebabkan virus cirinya adalah onset yang
bertahap, usia biasanya kurang dari 3 tahun, melibatkan beberapa mukosa
(konjungtivitis, diare, batuk, pilek, suara serak, mengi dan ronki paru,
eksantem ulseratif) (Behrman RE. 2003).
Obesitas adalah penimbunan jaringan lemak secara
berlebihan akibat ketidakseimbangan antara asupan energi dengan pemakaian
energi. Disebut obesitas bila BB melebihi 120 % dari BB ideal (Dietz W., H.,
1993).
Pasien tidak pernah kejang tanpa demam sebelumnya, ada
riwayat kejang disertai demam satu kali, dan setelah kejang tidak ada penurunan
kesadaran, tidak ada meningeal sign, tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Hal ini membuat diagnosa lebih mengarah kepada kejang demam,
tidak mengarah pada epilepsi dengan demam maupun meningitis. Pada pasien ini
didapatkan kejang yang berulang dalam 24 jam oleh karena itu sudah termasuk
dalam jenis Kejang Demam Komplikata.
Pada pasien ini didapatkan demam tinggi mendadak
38,4 derajat celcius, muntah, batuk, pilek, nyeri telan, faring hiperemi,
tonsil membesar T3/T3, tanpa pseudomembran. Sehingga penyebab dari demam
kemungkinan besar adalah tonsilofaringitis akut. Etiologi tonsilofaringitis
akut lebih mengarah kepada streptokokus beta hemolitikus grup A karena didapatkan
onset demam yang mendadak tinggi, muntah, ada nyeri telan dan ada leukositosis.
Dari anthropometri, BB/BBI pasien ini adalah 157,
89%, oleh karena itu status gizi pasien masuk dalam kategori obesitas.
VIII.
DIAGNOSIS/ASSESMENT
1. Diagnosis
Kerja :Kejang Demam Komplikata +
Tonsilofaringitis akut curiga akibat streptokokus beta hemolitikus grup A +
Obesitas
2. Diagnosis
Banding :Meningitis, Ensefalitis,
Abses otak, Epilepsi
3. Diagnosis
Definitif :
·
Primer :Tonsilofaringitis akut
·
Sekunder :Obesitas
·
Komplikasi :Kejang Demam Komplikata
IX.
RENCANA
TATALAKSANA
1.Tatalaksana
diagnostik:
·
Swab tenggorok
2.Tatalaksana
terapi:
·
Infus D5 1/4
S 1700 cc/24 jam
·
Injeksi Diazepam 6 mg
IV bila kejang.
·
Injeksi Ampisilin
Sulbaktam 750 mg tiap 6 jam dilanjutkan antibiotik oral sesuai hasil kultur,
pemberian antibiotik minimal 10 hari.
·
Paracetamol 4 x 300 mg
dan kompres basah bila demam.
·
Bila sudah sembuh diet
rendah kalori dan meningkatkan aktifitas fisik dengan target mempertahankan
berat badan sementara tinggi badan bertambah hingga dicapai BB/BBI < 120 %
3.Tatalaksana
monitoring:
·
Vital sign
·
Keluhan
·
Kejang
4.Tatalaksana
edukasi:
·
Bila anak kejang di
rumah tidak perlu panik, karena sebagian besar kejang demam memiliki prognosis
yang baik, segera bawa ke tempat pelayanan kesehatan terdekat.
DAFTAR PUSTAKA
Astaqaauliyah. Patofisiologi
dan Gejala Klinis Kejang Demam. Diakses 29 Januari 2013. Dari
http://astaqauliyah.co m/2010/04/referat-kedo kteran-pato fisio lo
gi-dan-gejala-klinis-kejang-demam/
Baumann RJ. Febrile Seizure. E Med J,
March 12 2002, vol 2.
Behrman RE, et.al. Nelson Textbook of
Pediatrics edisi 17. Philadelphia: WB Saunders, 2003.
Deliana, Melda. Tatalaksana
Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 4, No.
2, September 2002: 59 – 62
Dietz, W., H. Childhood Obesity. Dalam
Textbook of Pediatric Nutrition. New York: Raven Press, 1993.
Lumbantobing, S.M. Kejang Demam
(Febrile Convulsion). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.
Unit Kerja Koordinasi Neurologi
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan
Penerbitan IDAI. 2005.
No comments:
Post a Comment