PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Prevalensi gangguan
mental pada populasi penduduk dunia menurut World Health Organization (WHO)
pada tahun 2000 memperoleh data gangguan mental sebesar 12%, tahun 2001
meningkat menjadi 13% dan diprediksi pada tahun pada tahun 2015 menjadi 15%.
Sedangkan pada negara-negara berkembang prevalensinya lebih tinggi. Gangguan mental dan perilaku yang
tidak eksklusif untuk kelompok tertentu, mereka ditemukan pada orang dari semua
daerah, semua negara dan semua masyarakat.
Seperlima
dari remaja di bawah usia 18 tahun mengalami masalah perkembangan, emosional
atau perilaku, satu dari delapannya memiliki gangguan mental, sedangkan pada
anak-anak yang kurang beruntung angka ini adalah satu dari lima.
Masalah kesehatan jiwa anak
sama pentingnya dengan masalah kesehatan fisiknya. Tidak dapat dipungkiri bahwa
tercapainya kesehatan fisik, bebas dari penyakit menular akan menghasilkan
manusia yang
baik dan mengurangi kematian anak. Besarnya permasalahan penyakit menular pada anak membuat keadaan kesehatan jiwa anak kurang diprioritaskan. Namun dengan adanya konsep bahwa kesehatan meliputi pula keadaan jiwa anak, maka perlu diperhatikan perkembangan kesehatan jiwa anak.Meskipun angka gejala gangguan jiwa anak tidak sebesar penyakit lainnya, namun diperlukan suatu perhatian mengenai kesehatan jiwa anak mengingat akibat gangguan jiwa anak yang tidak tertangani secara tepat dapat berakibat buruk.
Sampai saat ini cukup
banyak penelitian mengenai kesehatan jiwa anak, terutama yang dilakukan di
rumah sakit, namun belum ada data yang menggambarkan keadaan kesehatan jiwa
anak secara nasional. Studi morbiditas SKRT 1995 di Jawa dan Bali mendapatkan
angka gejala gangguan jiwa sebesar 99 per 1000 penduduk dengan angka pada anak
laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan.
Ada beberapa jenis
gangguan jiwa emosional anak berdasarkan PPDGJ III, yaitu : gangguan anxietas
perpisahan, gangguan anxietas fobik, gangguan anxietas sosial, gangguan
persaingan antar saudara, gangguan emosional masa kanak lainnya, dan gangguan
emosional masa kanak yang tidak tergolongkan. Gangguan-gangguan ini memiliki
etiologi dan penanganan yang berbeda. Yang lebih penting diperhatikan adalah
akibat dari terabaikannya gangguan emosional
pada anak. Manifetasi dari akibat gejala gangguan emosional bervariasi
dari penurunan prestasi belajar sampai berkembangnya pribadi yang anti sosial.
Selain mempunyai dampak pada perkembangan kepribadian, gangguan emosional dapat
pula bermanifestasi dalam gejala gangguan fisiologis.
Dari penjelasan di atas,
maka permasalahan gangguan emosional anak membutuhkan perhatian. Pola asuh dan lingkungan merupakan faktor paling
berperan terhadap munculnya gangguan emosional pada anak. Hal ini terutama
dipicu oleh sikap yang salah dari orang tua terhadap anaknya. Gangguan
emosional pada anak perlu dikenali untuk bisa segera diantisipasi sehingga
tidak berlarut-larut dan menimbukan berbagai masalah baru bagi anak maupun
orang tuanya. Penanganan gangguan emosional secara tepat sejak dini diharapkan
dapat membantu anak mempunyai perkembangan yang lebih baik bagi masa depannya.
1.2
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Menjelaskan tentang gangguan emosional dengan
onset khas pada masa kanak
2.
Tujuan Khusus
1.
Menjelaskan
tentang
definisi
dan etiologi
gangguan emosional dengan
onset khas pada masa kanak berdasarkan
macam pembagiannya.
2.
Menjelaskan
tentang gejala dan tanda
gangguan emosional dengan
onset khas pada masa kanak
3.
Menjelaskan
tentang kriteria diagnosis gangguan emosional dengan
onset khas pada masa kanak
4.
Menjelaskan
tentang penatalaksanaan gangguan emosional dengan
onset khas pada masa kanak
5.
Menjelaskan
tentang prognosis gangguan
emosional dengan onset khas pada masa kanak
1.3
Manfaat
Memberi
pengetahuan kepada dokter muda departemen Ilmu Kedokteran Jiwa tentang gangguan emosional dengan onset khas pada masa kanak sekaligus mendiskusikan bersama dosen pembimbing
GANGGUAN EMOSIONAL DENGAN ONSET
KHAS
PADA MASA KANAK
I.
DEFINISI DAN ETIOLOGI
Gangguan
emosional adalah suatu
kondisi yang menunjukkan satu atau lebih dari karakteristik berikut ini dalam
periode waktu yang lama dan berakibat buruk pada kinerja pendidikan anak, yang ditandai dengan :
a) Ketidakmampuan
untuk belajar yang tidak dapat dijelaskan dengan intelektual, sensori dan faktor
kesehatan.
b) Ketidakmampuan
untuk membangun dan mempertahankan
hubungan
interpresonal
yang memuaskan dengan teman sebaya dan guru.
c) Menunjukkan perilaku atau perasaan yang tidak wajar atau tidak sesuai
dalam situasi yang
normal.
d) Depresi
e) Kecenderungan untuk mengalami ketakutan
yang berhubungan dengan masalah pribadi atau sekolah.
Ada
beberapa jenis gangguan jiwa emosional anak berdasarkan PPDGJ III, yaitu :
gangguan anxietas perpisahan, gangguan anxietas fobik, gangguan anxietas
sosial, gangguan persaingan antar saudara, gangguan emosional masa kanak
lainnya, dan gangguan emosional masa kanak yang tidak tergolongkan.
1.
Gangguan
Anxietas Perpisahan Masa Kanak
· Definisi
Untuk
memahami gangguan anxietas perpisahan, penting untuk terlebih
dahulu mengetahui kesulitan yang wajar dimiliki bayi dan
balita dengan orang yang tidak dikenal dan dalam
memisahkan antara orang tua
dan pengasuh. Bayi menunjukkan kecemasan terhadap
orang asing dengan menangis ketika seseorang yang asing
mendekati. Tahap perkembangan yang normal ini terkait dengan
kemampuan belajar bayi untuk membedakan orang
tuanya atau pengasuh lain yang dikenal dengan orang yang
tidak dikenal. Kecemasan terhadap orang asing biasanya
dimulai pada sekitar usia 8 bulan dan berakhir pada usia
2 tahun, menurut American Academy of Pediatrics (Dryden, R. et
al, 2012).
Gangguan
anxietas perpisahan pada masa kanak adalah anxietas yang berlebihan yang terfokus dan berkaitan dengan perpisahan dari
tokoh yang akrab hubungannya dengan si anak (lazimnya orang tua atau kerabat
akrab lainnya), yang bukan hanya bagian dari anxietas umum berkenaan dengan
aneka situasi. Gangguan ini mempunyai syarat bahwa penderita harus tidak mempunyai gangguan umum
pada perkembangan fungsi kepribadian sebelumnya (Maslim, R., 2003).
Anxietas
perpisahan yang normal adalah paling umum mencapai
puncaknya pada umur 10-18 bulan dan secara
bertahap berkurang, biasanya
selama 3 tahun. Anxietas perpisahan yang normal dapat
menyebabkan orang tua mengalami kesulitan dengan bayi
mereka pada waktu tidur atau waktu pemisahan
lainnya, karena anak menjadi gelisah, menangis, atau
menempel pada pengasuh (Dryden, R. et al, 2012).
·
Etiologi
Gangguan anxietas
perpisahan (seperti kebanyakan kondisi kesehatan mental)
kemungkinan disebabkan oleh kombinasi dari kerentanan genetik
dan lingkungan yang bukan hanya oleh satu hal saja. Selain itu,
gangguan ini lebih sering terjadi pada anak
dengan riwayat kecemasan pada keluarga, anak-anak yang
ibunya stres selama kehamilan. Sebagian besar anak dengan
gangguan anxietas perpisahan memiliki salah satu gejala yaitu
adalah penolakan untuk pergi ke sekolah dan sampai 80%
anak yang menolak untuk ke sekolah memenuhi syarat
untuk didiagnosis sebagai gangguan anxietas perpisahan. Sekitar
50% -75% anak yang menderita gangguan ini berasal dari
keluarga dengan status sosial ekonomi rendah (Dryden, R. et al,
2012).
2.
Gangguan
anxietas fobik masa kanak
·
Definisi
Gangguan
anxietas fobik pada masa kanak adalah rasa takut yang khas timbul pada suatu
fase perkembangan yang spesifik pada anak. Kategori ini memenuhi kriteria
(Maslim, R., 2003):
a. Onset
pada masa usia perkembangan yang sesuai
b. Taraf
anxietas itu secara klinis tidak normal
c. Anxietas
itu tidak merupakan bagian dari suatu gangguan yang menyeluruh
3.
Gangguan
anxietas sosial masa kanak
·
Definisi
Gangguan anxietas
sosial adalah ketakutan yang amat kuat akan dinilai oleh orang
lain dan menjadi malu. Ketakutan ini bisa begitu kuat
sehingga mengganggu untuk pergi ke tempat kerja atau
sekolah atau melakukan kegiatan sehari-hari lainnya.
Semua orang pernah merasa cemas atau malu pada satu waktu atau yang lain. Misalnya, saat bertemu orang baru atau memberikan pidato publik dapat membuat orang mejadi gugup. Tetapi penderita dengan gangguan anxietas sosial akan khawatir tentang hal yang dicemaskan tersebut selama berminggu-minggu sebelum hal yang ditakutkan terjadi. Penderita dengan gangguan anxietas sosial takut akan melakukan hal-hal umum di depan orang lain. Kebanyakan penderita yang memiliki gangguan anxietas sosial tahu bahwa mereka tidak harus menjadi takut, tetapi mereka tidak bisa mengendalikan ketakutan mereka. Terkadang mereka akhirnya akan tinggal jauh dari tempat-tempat atau acara dimana mereka berpikir bahwa akan melakukan sesuatu yang mempermalukan mereka. Fobia sosial biasanya dimulai saat remaja. Seorang dokter bisa mengatakan bahwaseseorang memiliki fobia sosial jika orang tersebut telah memiliki gejala selama minimal 6 bulan. Tanpa pengobatan, fobia sosial dapat berlangsung selama bertahun-tahun atau seumur hidup (National Institute of Mental Health, 2010).
Semua orang pernah merasa cemas atau malu pada satu waktu atau yang lain. Misalnya, saat bertemu orang baru atau memberikan pidato publik dapat membuat orang mejadi gugup. Tetapi penderita dengan gangguan anxietas sosial akan khawatir tentang hal yang dicemaskan tersebut selama berminggu-minggu sebelum hal yang ditakutkan terjadi. Penderita dengan gangguan anxietas sosial takut akan melakukan hal-hal umum di depan orang lain. Kebanyakan penderita yang memiliki gangguan anxietas sosial tahu bahwa mereka tidak harus menjadi takut, tetapi mereka tidak bisa mengendalikan ketakutan mereka. Terkadang mereka akhirnya akan tinggal jauh dari tempat-tempat atau acara dimana mereka berpikir bahwa akan melakukan sesuatu yang mempermalukan mereka. Fobia sosial biasanya dimulai saat remaja. Seorang dokter bisa mengatakan bahwaseseorang memiliki fobia sosial jika orang tersebut telah memiliki gejala selama minimal 6 bulan. Tanpa pengobatan, fobia sosial dapat berlangsung selama bertahun-tahun atau seumur hidup (National Institute of Mental Health, 2010).
Gangguan anxietas
sosial pada masa kanak adalah gangguan yang timbul sebelum usia 6 tahun, yang
tidak lazim derajatnya dan disertai aneka masalah berkenaan dengan fungsi
secara sosial, dan yang tidak merupakan bagian dari gangguan emosional yang
bersifat lebih menyeluruh. Anak dengan gangguan ini senantiasa dan berulang
kali mengalami rasa waswas dan takut dan menghindari orang yang tak dikenal,
rasa takutnya itu dapat timbul hanya terhadap orang dewasa atau hanya dengan
teman sebaya atau dengan kedua kelompok itu (Maslim, R., 2003).
·
Etiologi
Gangguan anxietas
sosial terkadang didapatkan dalam suatu keluarga, tapi tidak ada yang
tahu pasti mengapa sebagian memilikinya, sementara yang lainnya
tidak. Para peneliti telah menemukan bahwa beberapa bagian otak
yang terlibat dalam ketakutan dan kecemasan. Dengan belajar
lebih banyak tentang rasa takut dan kecemasan di otak, para
ilmuwan mungkin dapat menciptakan perawatan yang lebih
baik. Para peneliti juga meneliti di mana stres
dan faktor lingkungan mungkin memainkan peran (National
Institute of Mental Health, 2010).
Rasa takut yang timbul
dalam gangguan anxietas sosial berhubungan dengan kelekatan selektif dengan
orang tua-nya atau dengan orang lain yang akrab. Kecenderungan menghindar atau
rasa takut terhadap perpisahan sosial melebihi batas normal bagi anak seusia
itu dan berhubungan dengan masalah fungsi sosial yang secara klinis bermakana
(Maslim, R., 2003).
4.
Gangguan
persaingan antar saudara
·
Definisi
Persaingan
antar saudara adalah kecemburuan, persaingan dan perkelahian
antara saudara lelaki dan perempuan. Hal ini merupakan
kekhawatiran untuk hampir semua orang tua yang mempunyai dua
atau lebih anak-anak. Masalah sering dimulai tepat
setelah kelahiran anak kedua. Persaingan antar
saudara biasanya berlanjut sepanjang masa kecil dan bisa
menjadi tekanan kepada orang tua (Boyse, K., 2011). Gangguan
persaingan antar saudara merupakan rasa persaingan/iri hati antar saudara yang
mungkin ditandai oleh upaya bersaing yang nyata antar saudara untuk merebut
perhatian atau cinta orang tuanya. Persaingan ini menjadi abnormal bila
disertai perasaan negatif yang berlebihan (Maslim, R., 2003).
·
Etiologi
Ada banyak faktor yang
berkontribusi dalam persaingan antar saudara (Boyse, K., 2011):
a) Setiap
anak bersaing untuk menentukan siapa mereka sebagai seorang
individu. Ketika mereka menemukan siapa
mereka, mereka mencoba untuk menemukan bakat mereka sendiri,
kegiatan, dan kepentingan. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka terpisah
dari saudara mereka.
b) Anak-anak merasa
mendapatkan perhatian, kedisiplinan dan ketanggapan dalam jumlah yang
tidak merata.
c) Anak-anak
mungkin merasa hubungan mereka dengan orang tua mereka
terancam oleh kedatangan bayi baru.
d) Tahap
perkembangan anak-anak akan mempengaruhi bagaimana dewasa
mereka dan seberapa baik mereka dapat berbagi perhatian
dan bergaul dengan satu sama lain.
e) Anak-anak
yang lapar, bosan atau lelah lebih mungkin
untuk menjadi frustrasi dan memulai perkelahian.
f) Anak-anak mungkin
tidak tahu cara positif untuk mendapatkan perhatian atau memulai
kegiatan bermain dengan saudaranya, sehingga mereka meilih
untuk berkelahi.
g) Dinamika
keluarga berperan.
h) Anak-anak
sering berkelahi lebih dalam keluarga di mana orang tua
berpikir agresi dan perkelahian antara saudara kandung adalah normal
dan merupakan cara yang dapat diterima untuk menyelesaikan konflik.
i)
Tidak memiliki waktu untuk berbagi
waktu keluarga yang menyenangkan bersama-sama (seperti makan
keluarga) dapat meningkatkan kemungkinan anak-anak terlibat
dalam konflik.
j)
Stres dalam kehidupan orang
tua dapat mengurangi waktu dan perhatian orang tua terhadap
anak. Hal ini akan meningkatkan persaingan antar saudara.
k) Stres dalam
kehidupan anak-anak.
l)
Bagaimana orang tua
memperlakukan anak-anak mereka dan bereaksi terhadapkonflik.
II.
GEJALA DAN TANDA
Gangguan
emosi dan perilaku telah lama dikenal dalam sejarah tetapi penyebab gangguan
ini sering disalahtafsirkan. Di masa lalu, diyakini bahwa individu dengan
gangguan emosi dan perilaku telah dirasuki setan atau hanya malas. Orang juga
percaya bahwa penyakit ini menular. Oleh karena itu, pengobatan untuk
orang-orang ini adalah penahanan di poorhouses
(semacam panti untuk menampung orang-orang miskin), pemukulan,
penelantaran, dan tindakan-tindakan kejam yang dianggap tidak manusiawi oleh
standar masa kini1.
Lembaga
pertama bagi orang-orang dengan gangguan seperti itu, St Mary dari Betlehem,
didirikan di London pada 1547. Warga di institusi ini dipukuli, dirantai, dan
kelaparan. Pada tahun 1792, Philippe Pinel, seorang psikiater Perancis,
memerintahkan reformasi kemanusiaan. Pada 1800-an, usaha-usaha para pembaharu dimulai di Amerika Serikat. Banyak negara
telah mendirikan institusi untuk orang-orang dengan gangguan emosi dan perilaku
pada 1844. Kelas-kelas di sekolah umum untuk anak-anak dengan gangguan
perilaku mulai muncul pada akhir
1800-an. Pada 1909, William Healy mendirikan Juvenile Psychopatic Institute di
Chicago untuk melakukan studi terhadap para remaja yang melakukan pelanggaran.
Sementara itu teori psikoanalisis Sigmund Freud mulai mempengaruhi pendidikan
dan perawatan anak-anak dengan gangguan emosi dan perilaku baik di Eropa dan di
Amerika Serikat. Pada abad kedua puluh, kaum profesional menyadari bahwa
anak-anak dengan gangguan emosi dan perilaku memerlukan guru-guru,
program-program, dan teknik-teknik mengajar khusus. Tahun 1940-an dan 1950-an,
pusat-pusat perawatan rumahan bagi pemuda bermasalah mulai bermunculan. Tahun
1960-an dan 1970-an berlangsung periode mekar untuk pengembangan program
pendidikan bagi anak-anak dengan gangguan emosi dan perilaku2.
Ganguan
emosional pada anak menunjukkan tanda-tanda sesuai dengan tingkatannya.
Tingkatan-timgkatan ini terdiri atas ringan, sedang, dan berat3.
a.
Gangguan Emosi
Ringan
Gangguan tingkat ringan biasanya tak terlalu terlihat. Orang tua sekalipun
bisa tak menyadari hal ini. Emosi anak akan terlihat biasa-biasa saja, meski
jika ditilik lebih dalam, pertumbuhan emosinya tak sesuai dengan tahapan yang
seharusnya dialami anak seusianya. Misal, diusia 4 tahun, anak seharusnya sudah
mau berbagi dengan temannya, tetapi ia kerap marah ketika mainannya di pinjam.
Atau diusia 5-6 tahun anak semestinya sudah berani tidur sendiri dikamarnya,
namun ia menolak dengan alasan takut.
b.
Gangguan Emosi
Sedang
Ditingkat sedang, gejala gangguan emosi lebih kentara. Anak bisa
marah, takut, atau sedih terhadap hal-hal yang sebenarnya normal-normal saja
pada anak-anak lain. Umpamanya, ketika mainannya dipinjam, ia akan marah dan
menyakiti anak yang mengambil mainannya. Contoh lainnya adalah ketika ia
diminta tidur sendirian, ia akan menolak keras dengan alasan takut.
Penolakannya sangat kuat, dengan menangis, wajah pucat, atau mungkin marah
kepada orang tuanya.
c. Gangguan Emosi Berat
Gangguan emosi tingkat berat biasanya terlihat jelas. Hal ini karena
perilaku anak terlihat janggal dan tak biasa. Ketika marah, anak akan mengamuk,
berteriak-teriak, bahkan menyakiti dirinya sendiri. Ketika ia takut terhadap
sesuatu yang tak membahayakan dirinya, seperti kucing, kecoa, tikus, ruang
sempit, gelap, ia akan terlihat pucat pasi, muncul keringat dingin, menjerit,
menangis keras, dan lainnya. Atau ketika sedih, ia akan mengurung diri,
menangis sendirian, melamun berkepanjangan, mudah menangis, dan lainnya.
III.
DIAGNOSIS
Kriteria Diagnosis Gangguan Emosional dengan
Onset Khas pada Masa Kanak Menurut PPDGJ III :
F93.0 Gangguan Anxietas Perpisahan Masa Kanak
·
Ciri
diagnostik yang terpenting ialah anxietas yang berlebihan yang terfokus dan
berkaitan dengan perpisahan dari tokoh yang akrab hubungannya dengan si anak
(lazimnya orang tua atau kerabat akrab lainnya), yang bukan hanya bagian dari
anxietas umum berkenaan dengan aneka situasi.
·
Anxietas
dapat berbentuk sebagai berikut:
a)
tidak
realistik, kekhawatiran yang mendalam kalau-kalau ada bencana yang akan menimpa
tokoh yang lekat atau kekhawatiran orang itu akan pergi dan tidak kembali lagi;
b)
tidak
realistik, kekhawatiran yang mendalam akan terjadi peristiwa buruk, seperti
misalnya anak akan kesasar, diculik atau dimasukkan dalam rumah sakit, atau
terbunuh, yang akan memisahkannya dari tokoh yang lekat dengan dirinya;
c)
terus-menerus
enggan atau menolak masuk sekolah semata-mata karena takut akan perpisahan
(bukan karena alasan lain seperti kekhawatiran tentang peristiwa di sekolah);
d)
terus-menerus
enggan atau menolak untuk tidur tanpa ditemani atau didampingi oleh tokoh
kesayangannya;
e)
terus-menerus
takut yang tidak wajar untuk ditinggalkan seorang diri atau tanpa ditemani
orang yang akrab di rumah pada siang hari;
f)
berulang
mimpi buruk tentang perpisahan;
g)
sering
timbulnya gejala fisik (rasa mual, sakit perut, sakit kepala, muntah-muntah,
dsb.) pada peristiwa perpisahan dari tokoh yang akrab dengan dirinya, seperti
keluar rumah untuk pergi sekolah;
h)
mengalami
rasa susah berlebihan (yang tampak dari anxietas, menangis, mengadat, merana,
apati, atau pengunduran sosial), pada saat sebelum, selama, atau sehabis
berlangsungnya perpisahan dengan tokoh yang akrab dengannya.
·
Diagnosis
ini mensyaratkan tidak adanya gangguan umum pada perkembangan fungsi
kepribadian.
F93.1
Gangguan Anxietas Fobik Masa Kanak
·
Kategori
ini hanya berlaku terhadap rasa takut yang khas timbul pada suatu fase
perkembangan yang spesifik pada anak;
·
Memenuhi
kriteria:
a)
onset
pada masa usia perkembanan yang sesuai
b)
taraf
anxietas itu secara klinis tidak normal;
c)
anxietas
itu tidak merupakan bagian dari suatu gangguan yang menyeluruh.
F93.2
Gangguan Anxietas Sosial Masa Kanak
·
Kategori
ini hanya berlaku bagi gangguan yang timbul sebelum usia 6 tahun, yang tidak
lazim derajatnya dan disertai aneka masalah berkenaan dengan fungsi secara
sosial, dan yang tidak merupakan bagian dari gangguan emosional yang bersifat
lebih menyerah.
·
Anak
dengan gangguan ini senantiasa dan berulang kali mengalami rasa waswas dan
takut dan menghindari orang yang tak dikenal; rasa takutnya itu dapat timbul
hanya terhadap orang dewasa atau hanya dengan teman sebaya atau dengan kedua
kelompok. Rasa takut itu berhubungan dengan kelekatan yang selektif dengan
orang lain yang akrab. Kecenderungan menghindar atau rasa takut terhadap
perpisahan sosial melebihi batas normal bagi anak seusia itu dan berhubungan
dengan masalah fungsi sosial yang secara klinis bermakna.
F93.3
Gangguan Persaingan Antar Saudara (Sibling Rivalry)
·
Ciri
khas dari gangguan ini mencakup gabungan dari:
a)
bukti
adanya rasa persaingan dan/atau iri hati terhadap saudara;
b)
onset
selama beberapa bulan setelah kelahiran adik (terutama adik langsung);
c)
gangguan
emosional melampaui taraf normal dan/atau berkelanjutan dan berhubungan dengan
masalah psikososial.
·
Rasa
persaingan/iri hati antar saudara mungkin ditandai oleh upaya bersaing yang
nyata antar saudara untuk merebut perhatian atau cinta orang tuanya; untuk
menjadi abnormal ersaingan itu harus ditandai oleh perasaan negatif yang
berlebihan. Dalam kasus yang berat persaingan ini mungkin disertai oleh rasa
permusuhan yang terbuka, trauma fisik dan/atau sikap jahat, dan upaya menjegal
saudaranya. Dalam kasus yang ringan rasa persaingan/ iri hati itu dapat
terlihat dari keengganan berbagi-bagi, kurangnya pandangan positif, dan
langkanya interaksi yang ramah.
·
Gangguan
emosional dapat mengambil beraneka bentuk, yang sering berbentuk bermacam-macam
regresi dengan hilangnya berbagai keterampilan yang telah dimilikinya (seperti
pengendalian buang air besar dan kecil), dan adanya tendensi berperilaku
seperti bayi. Tidurnya terganggu dan sering terdapat keinginan besar memperoleh
perhatian orang tua, misalnya pada saat hendak tidur.
IV.
TATALAKSANA
A.
Farmakologi
Obat-obatan
berikut dapat diberikan hanya pada kasus-kasus parah:
1.
Benzodiazepine
a.
Diazepam
b.
Chlordiazepoxide,
dll
2.
SSRI
a.
Fluoxetine
b.
Sertraline,
dll
3.
TCA
a.
Imipramine
b.
Clomipramine,
dll
B.
Non
Farmakologi
Pertama perlu ditentukan dulu faktor-faktor yang menyebabkan kecemasan.
Faktor-faktor yang perlu ditentukan dan penatalaksanaannya:
a)
Masalah
Eksternal, seperti bullying di sekolah
atau kesulitan akademis harus dikurangi dulu
b)
Orang tua yang
pencemas, anak dapat mempelajari kecemasan dari orang tuanya, sehingga orang
tua harus meminimalisir penampilan ketakutan atau kekhawatirannya bila di depan
anak-anak
c)
Orang tua yang
membolehkan anakknya menghindari aktivitas-aktivitas yang ditakuti, sehingga
anak tidak dapat beradaptasi dengan ketakutannya. Seharusnya orang tua
menjelaskan pada anak bahwa harus beradaptasi dengan ketakutannya dan tidak
boleh menghindari aktivitas yang dianggap menakutkan
d)
Penghargaan
keluarga terhadap perilaku berani anak, sehingga anak menjadi terpacu untuk
mengatasi rasa takutnya
e)
Keterampilan
mendidik anak, keterampilan mendidik anak yang buruk menghasilkan anak yang
pencemas. Hal ini dapat diatasi dengan mengikuti kelas-kelas pelatihan mendidik
anak.
f)
Gaya hidup
yang sehat, pembatasan asupan caffeine dan memastikan anak makan secara teratur
dengan gizi yang cukup, tidur cukup
Edukasi pada orang tua
berupa:
a)
Memberi reassurance
bahwa kecemasan sering menghilang dengan sendirinya bila mengikuti
petunjuk-petunjuk yang telah diberikan dokter
b)
Menegaskan bahwa meskipun gejala-gejala kecemasan
terlihat mengkhwatirkan namun gejala-gejala tersebut tidak membahayakan bagi
anak
C.
Rujukan
Rujukan pada spesialis dipertimbangkan bila:
a)
Jika anak
menunjukkan gejala kecemasan yang multipel (misalnya anak yang sangat takut
anjing dan juga cemas jika dipisahkan dari orang tuanya)
b)
Jika kecemasan
sampai mengganggu pendidikan (misalnya anak yang sangat segan pergi ke sekolah,
dimana orang tuanya tidak melarang untuk membolos)
c)
Jika kecemasan
sampai mengancam pencapaian tujuan lain yang penting untuk perkembangan anak
(misalnya anak pemalu yang segan untuk bergaul dengan anak-anak lainnya)
d)
Jika orang tua
anak tersebut tidak terlalu mempermasalahkan gangguan pada anaknya
e)
Jika ada
masalah perilaku komorbid
f)
Jika dirasa
ada resiko bahaya yang signifikan terhadap anak atau orang lain
g)
Jika tersedia
pelayanan kesehatan jiwa spesialistik di daerah tersebut
DAFTAR
PUSTAKA
Boyse, K. 2011. Sibiling rivalry. University of Michigan Health System. Taken on 24
April 2012, from: http://www.med.umich.edu/yourchild/topics/sibriv.htm
Anonim.
2009. Kriteria Gangguan Emosi Pada Anak. Available at http://infomediaonline.wordpress.com/2009/12/25/kriteria-gangguan-emosi-pada-anak/
cited on 23rd April 2012
Dryden, R. et al. 2012. Separation Anxiety Disorder.MedicineNet.
Taken on 24 April 2012, from: http://www.medicinenet.com/separation_anxiety/article.htm
Harpham
T, Reichenheim M, Oser R, Thomas E,Hamid N, Jaswal S, et al. Measuring health in cost effective manner.
Health Policy and
Planning. 2003;18(3):344.
Howe
et al. 2009. Council for Exceptional
Children (CEC). Available at http://www.cec.sped.org
cited
on 23rd April 2012
Maslim, R. 2003. Buku Saku Diagnosis
Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III. Hal. 141-142.
National Institute of Mental Health.
2010. U.S. Department of Health And Human Services. Social Phobia (Social Anxiety
Disorder): Always Embarrassed. Taken on 24 April 2012, from: http://www.nimh.nih.gov/health/publications/social-phobia-social-anxiety-disorder-always-embarrassed/for-more-information.shtml
Redl
et al. 2009. American Academy of Child
and Adolescent Psychiatry. Available at http://www.aacap.org
cited on 23rd April 2012
WHO.
WHO report. Mental health: new understanding, new hope. Geneva: WHO; 2001
http://arksped.k12.ar.us/rules_regs_08/3.%20SPED%20ELIGIBILITY%20CRITERIA%20AND%20PROGRAM%20GUIDELINES%20FOR%20CHILDREN/PART%20I%20ELIGIBILITY%20CRITERIA%20AGES%205-21/D.%20EMOTIONAL%20DISTURBANCE.pdf
No comments:
Post a Comment