Saturday, September 28, 2013

Gangguan Emosional Onset Anak

PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Prevalensi gangguan mental pada populasi penduduk dunia menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 memperoleh data gangguan mental sebesar 12%, tahun 2001 meningkat menjadi 13% dan diprediksi pada tahun pada tahun 2015 menjadi 15%. Sedangkan pada negara-negara berkembang prevalensinya lebih tinggi. Gangguan mental dan perilaku yang tidak eksklusif untuk kelompok tertentu, mereka ditemukan pada orang dari semua daerah, semua negara dan semua masyarakat. Seperlima dari remaja di bawah usia 18 tahun mengalami masalah perkembangan, emosional atau perilaku, satu dari delapannya memiliki gangguan mental, sedangkan pada anak-anak yang kurang beruntung angka ini adalah satu dari lima.
Masalah kesehatan jiwa anak sama pentingnya dengan masalah kesehatan fisiknya. Tidak dapat dipungkiri bahwa tercapainya kesehatan fisik, bebas dari penyakit menular akan menghasilkan manusia yang

baik dan mengurangi kematian anak. Besarnya permasalahan penyakit menular pada anak membuat keadaan kesehatan jiwa anak kurang diprioritaskan. Namun dengan adanya konsep bahwa kesehatan meliputi pula keadaan jiwa anak, maka perlu diperhatikan perkembangan kesehatan jiwa anak.Meskipun angka gejala gangguan jiwa anak tidak sebesar penyakit lainnya, namun diperlukan suatu perhatian mengenai kesehatan jiwa anak mengingat akibat gangguan jiwa anak yang tidak tertangani secara tepat dapat berakibat buruk.
Sampai saat ini cukup banyak penelitian mengenai kesehatan jiwa anak, terutama yang dilakukan di rumah sakit, namun belum ada data yang menggambarkan keadaan kesehatan jiwa anak secara nasional. Studi morbiditas SKRT 1995 di Jawa dan Bali mendapatkan angka gejala gangguan jiwa sebesar 99 per 1000 penduduk dengan angka pada anak laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan.
Ada beberapa jenis gangguan jiwa emosional anak berdasarkan PPDGJ III, yaitu : gangguan anxietas perpisahan, gangguan anxietas fobik, gangguan anxietas sosial, gangguan persaingan antar saudara, gangguan emosional masa kanak lainnya, dan gangguan emosional masa kanak yang tidak tergolongkan. Gangguan-gangguan ini memiliki etiologi dan penanganan yang berbeda. Yang lebih penting diperhatikan adalah akibat dari terabaikannya gangguan emosional  pada anak. Manifetasi dari akibat gejala gangguan emosional bervariasi dari penurunan prestasi belajar sampai berkembangnya pribadi yang anti sosial. Selain mempunyai dampak pada perkembangan kepribadian, gangguan emosional dapat pula bermanifestasi dalam gejala gangguan fisiologis.
Dari penjelasan di atas, maka permasalahan gangguan emosional anak membutuhkan perhatian. Pola asuh dan lingkungan merupakan faktor paling berperan terhadap munculnya gangguan emosional pada anak. Hal ini terutama dipicu oleh sikap yang salah dari orang tua terhadap anaknya. Gangguan emosional pada anak perlu dikenali untuk bisa segera diantisipasi sehingga tidak berlarut-larut dan menimbukan berbagai masalah baru bagi anak maupun orang tuanya. Penanganan gangguan emosional secara tepat sejak dini diharapkan dapat membantu anak mempunyai perkembangan yang lebih baik bagi masa depannya.

1.2         Tujuan
1.             Tujuan Umum
Menjelaskan tentang gangguan emosional dengan onset khas pada masa kanak
2.             Tujuan Khusus
1.      Menjelaskan tentang definisi dan etiologi gangguan emosional dengan onset khas pada masa kanak berdasarkan macam pembagiannya.
2.      Menjelaskan tentang gejala dan tanda gangguan emosional dengan onset khas pada masa kanak
3.      Menjelaskan tentang kriteria diagnosis gangguan emosional dengan onset khas pada masa kanak
4.      Menjelaskan tentang penatalaksanaan gangguan emosional dengan onset khas pada masa kanak
5.      Menjelaskan tentang prognosis gangguan emosional dengan onset khas pada masa kanak

1.3         Manfaat
Memberi pengetahuan kepada dokter muda departemen Ilmu Kedokteran Jiwa tentang gangguan emosional dengan onset khas pada masa kanak sekaligus mendiskusikan bersama dosen pembimbing


GANGGUAN EMOSIONAL DENGAN ONSET KHAS
PADA MASA KANAK

I.         DEFINISI DAN ETIOLOGI
        Gangguan emosional adalah suatu kondisi yang menunjukkan satu atau lebih dari karakteristik berikut ini dalam periode waktu yang lama dan berakibat buruk pada kinerja pendidikan anak, yang ditandai dengan :
a)      Ketidakmampuan untuk belajar yang tidak dapat dijelaskan dengan intelektual, sensori dan faktor kesehatan.
b)      Ketidakmampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan interpresonal yang memuaskan dengan teman sebaya dan guru.
c)      Menunjukkan perilaku atau perasaan yang tidak wajar atau tidak sesuai dalam situasi yang normal.
d)     Depresi
e)      Kecenderungan untuk mengalami ketakutan yang berhubungan dengan masalah pribadi atau sekolah.
Ada beberapa jenis gangguan jiwa emosional anak berdasarkan PPDGJ III, yaitu : gangguan anxietas perpisahan, gangguan anxietas fobik, gangguan anxietas sosial, gangguan persaingan antar saudara, gangguan emosional masa kanak lainnya, dan gangguan emosional masa kanak yang tidak tergolongkan.
1.        Gangguan Anxietas Perpisahan Masa Kanak
·      Definisi
Untuk memahami gangguan anxietas perpisahan, penting untuk terlebih dahulu mengetahui kesulitan  yang wajar dimiliki bayi dan balita dengan orang yang tidak dikenal dan dalam memisahkan antara orang tua dan pengasuh. Bayi menunjukkan kecemasan terhadap orang asing dengan menangis ketika seseorang yang asing mendekati. Tahap perkembangan yang normal ini terkait dengan kemampuan belajar bayi untuk membedakan orang tuanya atau pengasuh lain yang dikenal dengan orang yang tidak dikenal. Kecemasan terhadap orang asing biasanya dimulai pada sekitar usia 8 bulan dan berakhir pada usia 2 tahun, menurut American Academy of Pediatrics (Dryden, R. et al, 2012).
Gangguan anxietas perpisahan pada masa kanak adalah anxietas yang berlebihan yang  terfokus dan berkaitan dengan perpisahan dari tokoh yang akrab hubungannya dengan si anak (lazimnya orang tua atau kerabat akrab lainnya), yang bukan hanya bagian dari anxietas umum berkenaan dengan aneka situasi. Gangguan ini mempunyai syarat bahwa  penderita harus tidak mempunyai gangguan umum pada perkembangan fungsi kepribadian sebelumnya (Maslim, R., 2003).
Anxietas perpisahan yang normal adalah paling umum mencapai puncaknya pada umur 10-18 bulan dan secara bertahap berkurang, biasanya selama 3 tahun. Anxietas perpisahan yang normal dapat menyebabkan orang tua mengalami kesulitan dengan bayi mereka pada waktu tidur atau waktu pemisahan lainnya, karena anak menjadi gelisah, menangis, atau menempel pada pengasuh (Dryden, R. et al, 2012).
·      Etiologi
Gangguan anxietas perpisahan (seperti kebanyakan kondisi kesehatan mental) kemungkinan disebabkan oleh kombinasi dari kerentanan genetik dan lingkungan yang bukan hanya oleh satu hal saja. Selain itu, gangguan ini lebih sering terjadi pada anak dengan riwayat  kecemasan pada keluarga, anak-anak yang ibunya stres selama kehamilan. Sebagian besar anak dengan gangguan anxietas perpisahan memiliki salah satu gejala yaitu adalah penolakan untuk pergi ke sekolah dan sampai 80% anak  yang menolak untuk ke sekolah memenuhi syarat untuk didiagnosis sebagai gangguan anxietas perpisahan. Sekitar 50% -75% anak yang menderita gangguan ini berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah (Dryden, R. et al, 2012).



2.        Gangguan anxietas fobik masa kanak
·   Definisi
Gangguan anxietas fobik pada masa kanak adalah rasa takut yang khas timbul pada suatu fase perkembangan yang spesifik pada anak. Kategori ini memenuhi kriteria (Maslim, R., 2003):
a.       Onset pada masa usia perkembangan yang sesuai
b.      Taraf anxietas itu secara klinis tidak normal
c.       Anxietas itu tidak merupakan bagian dari suatu gangguan yang menyeluruh
3.        Gangguan anxietas sosial masa kanak
·      Definisi
Gangguan anxietas sosial adalah ketakutan yang amat kuat akan dinilai oleh orang lain  dan menjadi malu. Ketakutan ini bisa begitu kuat sehingga mengganggu untuk pergi ke tempat kerja atau sekolah atau melakukan kegiatan sehari-hari lainnya.
Semua orang pernah merasa cemas atau malu pada satu waktu atau yang lain. Misalnya, saat bertemu orang baru atau memberikan pidato publik dapat membuat orang mejadi gugup. Tetapi penderita dengan gangguan anxietas sosial  akan khawatir tentang hal yang dicemaskan  tersebut selama berminggu-minggu sebelum hal yang ditakutkan terjadi. Penderita dengan gangguan anxietas sosial takut akan melakukan hal-hal umum di depan orang lain. Kebanyakan penderita yang memiliki gangguan anxietas sosial tahu bahwa mereka tidak harus menjadi takut, tetapi mereka tidak bisa mengendalikan ketakutan mereka. Terkadang mereka akhirnya akan tinggal jauh dari tempat-tempat atau acara dimana mereka berpikir bahwa akan melakukan sesuatu yang mempermalukan mereka. Fobia sosial biasanya dimulai saat remaja. Seorang dokter bisa mengatakan bahwaseseorang memiliki fobia sosial jika orang tersebut telah memiliki gejala selama minimal 6 bulan. Tanpa pengobatan, fobia sosial dapat berlangsung selama bertahun-tahun atau seumur hidup (National Institute of Mental Health, 2010).
Gangguan anxietas sosial pada masa kanak adalah gangguan yang timbul sebelum usia 6 tahun, yang tidak lazim derajatnya dan disertai aneka masalah berkenaan dengan fungsi secara sosial, dan yang tidak merupakan bagian dari gangguan emosional yang bersifat lebih menyeluruh. Anak dengan gangguan ini senantiasa dan berulang kali mengalami rasa waswas dan takut dan menghindari orang yang tak dikenal, rasa takutnya itu dapat timbul hanya terhadap orang dewasa atau hanya dengan teman sebaya atau dengan kedua kelompok itu (Maslim, R., 2003).
·      Etiologi
Gangguan anxietas sosial terkadang didapatkan dalam suatu keluarga, tapi tidak ada yang tahu pasti mengapa sebagian memilikinya, sementara yang lainnya tidak. Para peneliti telah menemukan bahwa beberapa bagian otak yang terlibat dalam ketakutan dan kecemasan. Dengan belajar lebih banyak tentang rasa takut dan kecemasan di otak, para ilmuwan mungkin dapat menciptakan perawatan yang lebih baik. Para peneliti juga meneliti  di mana stres dan faktor lingkungan mungkin memainkan peran (National Institute of Mental Health, 2010).
Rasa takut yang timbul dalam gangguan anxietas sosial berhubungan dengan kelekatan selektif dengan orang tua-nya atau dengan orang lain yang akrab. Kecenderungan menghindar atau rasa takut terhadap perpisahan sosial melebihi batas normal bagi anak seusia itu dan berhubungan dengan masalah fungsi sosial yang secara klinis bermakana (Maslim, R., 2003).

4.        Gangguan persaingan antar saudara
·      Definisi
Persaingan antar saudara adalah kecemburuan, persaingan dan perkelahian antara saudara lelaki dan perempuan. Hal ini merupakan kekhawatiran untuk hampir semua orang tua yang mempunyai dua atau lebih anak-anak. Masalah sering dimulai tepat setelah kelahiran anak kedua. Persaingan antar saudara biasanya berlanjut sepanjang masa kecil dan bisa menjadi tekanan kepada orang tua (Boyse, K., 2011). Gangguan persaingan antar saudara merupakan rasa persaingan/iri hati antar saudara yang mungkin ditandai oleh upaya bersaing yang nyata antar saudara untuk merebut perhatian atau cinta orang tuanya. Persaingan ini menjadi abnormal bila disertai perasaan negatif yang berlebihan (Maslim, R., 2003).
·      Etiologi
Ada banyak faktor yang berkontribusi dalam persaingan antar saudara (Boyse, K., 2011):
a)      Setiap anak bersaing untuk menentukan siapa mereka sebagai seorang individu. Ketika mereka menemukan siapa mereka, mereka mencoba untuk menemukan bakat mereka sendiri, kegiatan, dan kepentingan. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka terpisah dari saudara mereka.
b)      Anak-anak merasa mendapatkan perhatian, kedisiplinan dan ketanggapan dalam jumlah yang tidak merata.
c)      Anak-anak mungkin merasa hubungan mereka dengan orang tua mereka terancam oleh kedatangan bayi baru.
d)     Tahap perkembangan anak-anak akan mempengaruhi bagaimana dewasa mereka dan seberapa baik mereka dapat berbagi perhatian dan bergaul dengan satu sama lain.
e)      Anak-anak yang lapar, bosan atau lelah lebih mungkin untuk menjadi frustrasi dan memulai perkelahian.
f)       Anak-anak mungkin tidak tahu cara positif untuk mendapatkan perhatian atau memulai kegiatan bermain dengan saudaranya, sehingga mereka meilih untuk berkelahi.
g)      Dinamika keluarga berperan.
h)      Anak-anak sering berkelahi lebih dalam keluarga di mana orang tua berpikir agresi dan perkelahian antara saudara kandung adalah normal dan merupakan cara yang dapat diterima untuk menyelesaikan konflik.
i)        Tidak memiliki waktu untuk berbagi waktu keluarga yang menyenangkan bersama-sama (seperti makan keluarga) dapat meningkatkan kemungkinan anak-anak terlibat dalam konflik.
j)        Stres dalam kehidupan orang tua dapat mengurangi waktu dan perhatian orang tua terhadap anak. Hal ini akan meningkatkan persaingan antar saudara.
k)      Stres dalam kehidupan anak-anak.
l)        Bagaimana orang tua memperlakukan anak-anak mereka dan bereaksi terhadapkonflik.



II.           GEJALA DAN TANDA
Gangguan emosi dan perilaku telah lama dikenal dalam sejarah tetapi penyebab gangguan ini sering disalahtafsirkan. Di masa lalu, diyakini bahwa individu dengan gangguan emosi dan perilaku telah dirasuki setan atau hanya malas. Orang juga percaya bahwa penyakit ini menular. Oleh karena itu, pengobatan untuk orang-orang ini  adalah penahanan di  poorhouses (semacam panti untuk menampung orang-orang miskin), pemukulan, penelantaran, dan tindakan-tindakan kejam yang dianggap tidak manusiawi oleh standar masa kini1.
Lembaga pertama bagi orang-orang dengan gangguan seperti itu, St Mary dari Betlehem, didirikan di London pada 1547. Warga di institusi ini dipukuli, dirantai, dan kelaparan. Pada tahun 1792, Philippe Pinel, seorang psikiater Perancis, memerintahkan reformasi kemanusiaan. Pada 1800-an, usaha-usaha  para pembaharu  dimulai di Amerika Serikat. Banyak negara telah mendirikan institusi untuk orang-orang dengan gangguan emosi dan perilaku pada 1844. Kelas-kelas di sekolah umum untuk anak-anak dengan gangguan perilaku  mulai muncul pada akhir 1800-an. Pada 1909, William Healy mendirikan Juvenile Psychopatic Institute di Chicago untuk melakukan studi terhadap para remaja yang melakukan pelanggaran. Sementara itu teori psikoanalisis Sigmund Freud mulai mempengaruhi pendidikan dan perawatan anak-anak dengan gangguan emosi dan perilaku baik di Eropa dan di Amerika Serikat. Pada abad kedua puluh, kaum profesional menyadari bahwa anak-anak dengan gangguan emosi dan perilaku memerlukan guru-guru, program-program, dan teknik-teknik mengajar khusus. Tahun 1940-an dan 1950-an, pusat-pusat perawatan rumahan bagi pemuda bermasalah mulai bermunculan. Tahun 1960-an dan 1970-an  berlangsung  periode mekar untuk pengembangan program pendidikan bagi anak-anak dengan gangguan emosi dan perilaku2.
Ganguan emosional pada anak menunjukkan tanda-tanda sesuai dengan tingkatannya. Tingkatan-timgkatan ini terdiri atas ringan, sedang, dan berat3.
a.    Gangguan Emosi Ringan
Gangguan tingkat ringan biasanya tak terlalu terlihat. Orang tua sekalipun bisa tak menyadari hal ini. Emosi anak akan terlihat biasa-biasa saja, meski jika ditilik lebih dalam, pertumbuhan emosinya tak sesuai dengan tahapan yang seharusnya dialami anak seusianya. Misal, diusia 4 tahun, anak seharusnya sudah mau berbagi dengan temannya, tetapi ia kerap marah ketika mainannya di pinjam. Atau diusia 5-6 tahun anak semestinya sudah berani tidur sendiri dikamarnya, namun ia menolak dengan alasan takut.
b.   Gangguan Emosi Sedang
Ditingkat sedang, gejala gangguan emosi lebih kentara. Anak bisa marah, takut, atau sedih terhadap hal-hal yang sebenarnya normal-normal saja pada anak-anak lain. Umpamanya, ketika mainannya dipinjam, ia akan marah dan menyakiti anak yang mengambil mainannya. Contoh lainnya adalah ketika ia diminta tidur sendirian, ia akan menolak keras dengan alasan takut. Penolakannya sangat kuat, dengan menangis, wajah pucat, atau mungkin marah kepada orang tuanya.
c.    Gangguan Emosi Berat
Gangguan emosi tingkat berat biasanya terlihat jelas. Hal ini karena perilaku anak terlihat janggal dan tak biasa. Ketika marah, anak akan mengamuk, berteriak-teriak, bahkan menyakiti dirinya sendiri. Ketika ia takut terhadap sesuatu yang tak membahayakan dirinya, seperti kucing, kecoa, tikus, ruang sempit, gelap, ia akan terlihat pucat pasi, muncul keringat dingin, menjerit, menangis keras, dan lainnya. Atau ketika sedih, ia akan mengurung diri, menangis sendirian, melamun berkepanjangan, mudah menangis, dan lainnya.

III.        DIAGNOSIS
Kriteria Diagnosis Gangguan Emosional dengan Onset Khas pada Masa Kanak Menurut PPDGJ III :
F93.0 Gangguan Anxietas Perpisahan Masa Kanak
·           Ciri diagnostik yang terpenting ialah anxietas yang berlebihan yang terfokus dan berkaitan dengan perpisahan dari tokoh yang akrab hubungannya dengan si anak (lazimnya orang tua atau kerabat akrab lainnya), yang bukan hanya bagian dari anxietas umum berkenaan dengan aneka situasi.
·           Anxietas dapat berbentuk sebagai berikut:
a)         tidak realistik, kekhawatiran yang mendalam kalau-kalau ada bencana yang akan menimpa tokoh yang lekat atau kekhawatiran orang itu akan pergi dan tidak kembali lagi;
b)        tidak realistik, kekhawatiran yang mendalam akan terjadi peristiwa buruk, seperti misalnya anak akan kesasar, diculik atau dimasukkan dalam rumah sakit, atau terbunuh, yang akan memisahkannya dari tokoh yang lekat dengan dirinya;
c)         terus-menerus enggan atau menolak masuk sekolah semata-mata karena takut akan perpisahan (bukan karena alasan lain seperti kekhawatiran tentang peristiwa di sekolah);
d)        terus-menerus enggan atau menolak untuk tidur tanpa ditemani atau didampingi oleh tokoh kesayangannya;
e)         terus-menerus takut yang tidak wajar untuk ditinggalkan seorang diri atau tanpa ditemani orang yang akrab di rumah pada siang hari;
f)         berulang mimpi buruk tentang perpisahan;
g)        sering timbulnya gejala fisik (rasa mual, sakit perut, sakit kepala, muntah-muntah, dsb.) pada peristiwa perpisahan dari tokoh yang akrab dengan dirinya, seperti keluar rumah untuk pergi sekolah;
h)        mengalami rasa susah berlebihan (yang tampak dari anxietas, menangis, mengadat, merana, apati, atau pengunduran sosial), pada saat sebelum, selama, atau sehabis berlangsungnya perpisahan dengan tokoh yang akrab dengannya.
·           Diagnosis ini mensyaratkan tidak adanya gangguan umum pada perkembangan fungsi kepribadian.

F93.1 Gangguan Anxietas Fobik Masa Kanak
·           Kategori ini hanya berlaku terhadap rasa takut yang khas timbul pada suatu fase perkembangan yang spesifik pada anak;
·           Memenuhi kriteria:
a)        onset pada masa usia perkembanan yang sesuai
b)        taraf anxietas itu secara klinis tidak normal;
c)        anxietas itu tidak merupakan bagian dari suatu gangguan yang menyeluruh.

F93.2 Gangguan Anxietas Sosial Masa Kanak
·           Kategori ini hanya berlaku bagi gangguan yang timbul sebelum usia 6 tahun, yang tidak lazim derajatnya dan disertai aneka masalah berkenaan dengan fungsi secara sosial, dan yang tidak merupakan bagian dari gangguan emosional yang bersifat lebih menyerah.
·           Anak dengan gangguan ini senantiasa dan berulang kali mengalami rasa waswas dan takut dan menghindari orang yang tak dikenal; rasa takutnya itu dapat timbul hanya terhadap orang dewasa atau hanya dengan teman sebaya atau dengan kedua kelompok. Rasa takut itu berhubungan dengan kelekatan yang selektif dengan orang lain yang akrab. Kecenderungan menghindar atau rasa takut terhadap perpisahan sosial melebihi batas normal bagi anak seusia itu dan berhubungan dengan masalah fungsi sosial yang secara klinis bermakna.

F93.3 Gangguan Persaingan Antar Saudara (Sibling Rivalry)
·           Ciri khas dari gangguan ini mencakup gabungan dari:
a)        bukti adanya rasa persaingan dan/atau iri hati terhadap saudara;
b)        onset selama beberapa bulan setelah kelahiran adik (terutama adik langsung);
c)        gangguan emosional melampaui taraf normal dan/atau berkelanjutan dan berhubungan dengan masalah psikososial.
·           Rasa persaingan/iri hati antar saudara mungkin ditandai oleh upaya bersaing yang nyata antar saudara untuk merebut perhatian atau cinta orang tuanya; untuk menjadi abnormal ersaingan itu harus ditandai oleh perasaan negatif yang berlebihan. Dalam kasus yang berat persaingan ini mungkin disertai oleh rasa permusuhan yang terbuka, trauma fisik dan/atau sikap jahat, dan upaya menjegal saudaranya. Dalam kasus yang ringan rasa persaingan/ iri hati itu dapat terlihat dari keengganan berbagi-bagi, kurangnya pandangan positif, dan langkanya interaksi yang ramah.
·           Gangguan emosional dapat mengambil beraneka bentuk, yang sering berbentuk bermacam-macam regresi dengan hilangnya berbagai keterampilan yang telah dimilikinya (seperti pengendalian buang air besar dan kecil), dan adanya tendensi berperilaku seperti bayi. Tidurnya terganggu dan sering terdapat keinginan besar memperoleh perhatian orang tua, misalnya pada saat hendak tidur.

IV.             TATALAKSANA
A.    Farmakologi
Obat-obatan berikut dapat diberikan hanya pada kasus-kasus parah:
1.         Benzodiazepine
a.    Diazepam
b.    Chlordiazepoxide, dll
2.         SSRI
a.    Fluoxetine
b.    Sertraline, dll
3.         TCA
a.    Imipramine
b.    Clomipramine, dll

B.     Non Farmakologi
Pertama perlu ditentukan dulu faktor-faktor yang menyebabkan kecemasan. Faktor-faktor yang perlu ditentukan dan penatalaksanaannya:
a)         Masalah Eksternal, seperti bullying di sekolah atau kesulitan akademis harus dikurangi dulu
b)        Orang tua yang pencemas, anak dapat mempelajari kecemasan dari orang tuanya, sehingga orang tua harus meminimalisir penampilan ketakutan atau kekhawatirannya bila di depan anak-anak
c)         Orang tua yang membolehkan anakknya menghindari aktivitas-aktivitas yang ditakuti, sehingga anak tidak dapat beradaptasi dengan ketakutannya. Seharusnya orang tua menjelaskan pada anak bahwa harus beradaptasi dengan ketakutannya dan tidak boleh menghindari aktivitas yang dianggap menakutkan
d)        Penghargaan keluarga terhadap perilaku berani anak, sehingga anak menjadi terpacu untuk mengatasi rasa takutnya
e)         Keterampilan mendidik anak, keterampilan mendidik anak yang buruk menghasilkan anak yang pencemas. Hal ini dapat diatasi dengan mengikuti kelas-kelas pelatihan mendidik anak.
f)         Gaya hidup yang sehat, pembatasan asupan caffeine dan memastikan anak makan secara teratur dengan gizi yang cukup, tidur cukup

Edukasi pada orang tua berupa:
a)         Memberi reassurance bahwa kecemasan sering menghilang dengan sendirinya bila mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah diberikan dokter
b)        Menegaskan bahwa meskipun gejala-gejala kecemasan terlihat mengkhwatirkan namun gejala-gejala tersebut tidak membahayakan bagi anak

C.       Rujukan
Rujukan pada spesialis dipertimbangkan bila:
a)         Jika anak menunjukkan gejala kecemasan yang multipel (misalnya anak yang sangat takut anjing dan juga cemas jika dipisahkan dari orang tuanya)
b)        Jika kecemasan sampai mengganggu pendidikan (misalnya anak yang sangat segan pergi ke sekolah, dimana orang tuanya tidak melarang untuk membolos)
c)         Jika kecemasan sampai mengancam pencapaian tujuan lain yang penting untuk perkembangan anak (misalnya anak pemalu yang segan untuk bergaul dengan anak-anak lainnya)
d)        Jika orang tua anak tersebut tidak terlalu mempermasalahkan gangguan pada anaknya
e)         Jika ada masalah perilaku komorbid
f)         Jika dirasa ada resiko bahaya yang signifikan terhadap anak atau orang lain
g)        Jika tersedia pelayanan kesehatan jiwa spesialistik di daerah tersebut







DAFTAR PUSTAKA
Boyse, K. 2011. Sibiling rivalry. University of Michigan Health System. Taken on 24 April 2012, from: http://www.med.umich.edu/yourchild/topics/sibriv.htm

Anonim. 2009. Kriteria Gangguan Emosi Pada Anak. Available at http://infomediaonline.wordpress.com/2009/12/25/kriteria-gangguan-emosi-pada-anak/ cited on 23rd April 2012
Dryden, R. et al. 2012. Separation Anxiety Disorder.MedicineNet. Taken on 24 April 2012, from: http://www.medicinenet.com/separation_anxiety/article.htm

Harpham T, Reichenheim M, Oser R, Thomas E,Hamid N, Jaswal S, et al. Measuring health in cost effective manner. Health Policy and Planning. 2003;18(3):344.

Howe et al. 2009. Council for Exceptional Children (CEC). Available at http://www.cec.sped.org cited on 23rd April 2012
Maslim, R. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III. Hal. 141-142.

National Institute of Mental Health. 2010. U.S. Department of Health And Human Services. Social Phobia (Social Anxiety Disorder): Always Embarrassed. Taken on 24 April 2012, from: http://www.nimh.nih.gov/health/publications/social-phobia-social-anxiety-disorder-always-embarrassed/for-more-information.shtml

Redl et al. 2009. American Academy of Child and Adolescent Psychiatry. Available at http://www.aacap.org cited on 23rd April 2012

WHO. WHO report. Mental health: new understanding, new hope. Geneva: WHO; 2001

http://arksped.k12.ar.us/rules_regs_08/3.%20SPED%20ELIGIBILITY%20CRITERIA%20AND%20PROGRAM%20GUIDELINES%20FOR%20CHILDREN/PART%20I%20ELIGIBILITY%20CRITERIA%20AGES%205-21/D.%20EMOTIONAL%20DISTURBANCE.pdf



No comments: