BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stres merupakan suatu
tekanan atau tuntutan yang dialami individu/organisme agar ia beradaptasi atau
menyesuaikan diri. Sumber stres disebut dengan stresor. Stresor menyangkut
faktor psikologis seperti ujian sekolah, masalah hubungan sosial, dan perubahan
hidup seperti kematian orang tercinta, perceraian, atau pemutusan hubungan
kerja (PHK). Stresor menyangkut pula masalah sehari-hari seperti kemacetan lalu
lintas dan faktor lingkungan fisik seperti kebisingan dan suhu udara terlalu
panas/dingin. Dalam batas tertentu, stres sehat untuk diri kita, stres membantu
kita untuk aktif dan waspada. Akan tetapi stres yang sangat kuat atau
berlangsung lama dapat melebihi kemampuan kita untuk mengatasi (coping ability)
dan menyebabkan distres emosional seperti depresi atau kecemasan, atau keluhan
fisik seperti kelelahan dan sakit kepala (Nevid dkk, 2005).
Bentuk yang umum dari
kesalahan adaptasi dari suatu stressful
life events adalah gangguan penyesuaian. Diagnosis gangguan penyesuaian
sangat umum diberikan pada pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Rundell JR
selama 6 bulan pada personel militer yang akan menjalani operasi, 37% di
antaranya mengalami gangguan penyesuaian (Carta et al, 2009). Prevalensi dalam
populasi bervariasi dengan range 10 - 35 % dalam populasi (Casey, 2009). Kesulitan
menentukan data epidemiologis pasien dengan gangguan penyesuaian secara akurat
lebih disebabkan karena keterbatasan alat penunjang diagnosis (Casey, 2009).
Namun kesulitan dan kurangnya penunjang diagnosis dalam gangguan penyesuaian
bukan alasan untuk mengabaikan gangguan ini.
Pasien dengan gangguan
penyesuaian memiliki peningkatan risiko untuk
melakukan percobaan bunuh diri, dan tidak sedikit pula yang berujung
pada bunuh diri. Risiko ini meningkat pada pasien yang merupakan pengonsumsi
alkohol. Penemuan terakhir menyatakan bahwa jarak antara proses bunuh diri
(mulai dari indikasi memiliki ide bunuh diri sampai melakukan bunuh diri)
sangat pendek dan cepat tanpa adanya masalah emosi atau perilaku pada pasien
yang didiagnosis dengan gangguan penyesuaian dibandingkan dengan gangguan yang
lain (Carta et al, 2009). Berdasarkan data-data tersebut, penulis menganggap
bahwa pasien dengan diagnosis gangguan penyesuaian perlu mendapat perhatian
khusus oleh sebab meskipun secara klinis tempak ringan, namun memiliki dampak
yang besar dan dapat berujung pada kematian. Karena itu, dalam makalah kasus ini
akan dibahas mengenai bagaimana cara mendiagnosis pasien dengan gangguan
penyesuaian.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar
belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada makalah kasus ini adalah
sebaagai berikut:
Bagamanakah cara mendiagnosis pasien
dengan gangguan penyesuaian?
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan
umum
Mengetahui cara mendiagnosis pasien
dengan gangguan penyesuaian
1.3.2
Tujuan
khusus
Mengetahui cara mendiagnosis pasien
dengan gangguan penyesuaian yang berkunjung ke Puskesmas Banyu Urip Surabaya
Mengetahui intervensi berbasis
kedokteran masyarakat yang dapat diterapakan pada pasien dengan gangguan
penyesuaian.
1.4 Manfaat
1.4.1
Manfaat Teoritis
Memberikan
informasi ilmiah mengenai diagnosis gangguan penyesuaian.
1.4.2
Manfaat Praktis
Melalui tulisan ini dapat diketahui cara mendiagnosis
gangguan penyesuian dan bagaimana melakukan intervensi sederhana melalui
pendekatan berbasis kedokteran masyarakat.
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Definisi
Gangguan penyesuaian
(adjustment disorder) merupakan suatu reaksi maladaptif terhadap suatu stresor
yang dikenali dan berkembang beberapa bulan sejak munculnya stresor, yang
ditandai dengan adanya hendaya fungsi atau tanda-tanda distres emosional yang
lebih dari biasa (Nevid, dkk, 2005). Gangguan ini termasuk kelompok gangguan
yang paling ringan yang dapat terjadi pada semua usia. Orang awam menyebutnya
sebagai nasib malang pribadi, sedangkan ahli psikiatrik menyebut gangguan ini
sebagai stresor psikososial (Kapita Selekta, 2001).
Hendaya yang muncul
dari reaksi maladaptif ini adalah hendaya yang bermakna (signifikan) dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau akademis. Diagnosis gangguan penyesuaian bisa
ditegakkan bila reaksi terhadap stres tersebut tidak memenuhi kriteria
diagnostik sindrom klinis yang lain seperti gangguan mood atau gangguan
kecemasan (Nevid dkk, 2005).
Reaksi maladaptif dalam
bentuk gangguan penyesuaian ini mungkin teratasi bila stresor dipindahkan atau
individu belajar mengatasi stresor. Bila reaksi maladaptif ini masih
berlangsung lebih dari enam bulan setelah stresor dialihkan, diagnosis gangguan
penyesuaian perlu diubah (Nevid dkk, 2005).
2.2
Etiologi
Gangguan penyesuaian
dicetuskan oleh satu atau lebih stresor. Beratnya stresor tidak selalu
meramalkan keparahan gangguan. Stresor pada masalah penyesuaian atau keadaan
stres ini dapat bersumber pada frustasi, tekanan, konflik, atau krisis
(Maramis, 2005).
Frustasi timbul bila
ada aral melintang antara kita dan maksud (tujuan kita), misalanya bila kita
mau berpiknik kemudian mendadak hujan turun atau mobil mogok. Frustasi dapat
datang dari luar atau pun dari dalam. Contoh frustasi yang datangnya dari luar
antara lain, bencana alam, kecelakaan, kematian seorang yang tercinta,
peperangan, norma-norma, adat-istiadat, kegoncangan ekonomi, diskriminasi rasial
atau agama, pengagguran, dan ketidakpastian sosial. Sedangkan frustasi yang
datang dari dalam dapat berupa cacat badaniah, kegagalan dalam usaha dan moral
sehingga penilaian diri sendiri menjadi sangat tidak enak dan merupakan
frustasi yang berhubungan dengan kebutuhan rasa harga diri (Maramis, 2005).
Konflik terjadi bila
kita tidak dapat memilih antara dua atau lebih macam kebutuhan atau tujuan.
Memilih yang satu berarti frustasi terhadap yang lain. Umpamanya seorang pemuda
ingin menjadi dokter, tetapi sekaligus takut akan tanggung jawab kelak bila
sudah jadi dokter. Atau jika kita harus memilih antara sekolah terus atau
menikah (mengurusi rumah tangga). Contoh lain lagi berupa konflik yang terjadi
bila kita harus memilih antara beberapa hal yang semuanya tidak kita ingini,
misalnya pekerjaan yang tidak menarik atau menganggur (Maramis, 2005).
Tekanan sehari-hari
biarpun kecil, tetapi bila bertumpuk-tumpuk dapat menjadi stres yang hebat.
Tekanan, seperti juga frustasi dapat berasal dari dalam ataupun dari luar.
Tekanan dari dalam datang dari cita-cita atau norma-norma kita yang kita
gantungkan terlalu tinggi dan kita mengejarnya tanpa ampun, sehingga kita terus
menerus berada di bawah tekanan. Contohnya adalah orang tua yang menuntut
anaknya prestasi anaknya terlalu tinggi, istri yang setiap hari mengeluh pada
suaminya mengenai uang belanja, dan lain-lain (Maramis, 2005).
Krisis adalah suatu
keadaan yang mendadak menimbulkan stres pada seorang individu ataupun suatu
kelompok, seperti suatu kecelakaan, penyakit yang memerlukan operasi, dan masuk
sekolah untuk pertama kali (Maramis, 2005).
2.3
Gejala dan Tanda
Gejala gangguan
penyesuaian sangat bervariasi, dengan depresi, kecemasan, dan gangguan campuran
adalah yang paling sering pada orang dewasa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Manifestasi juga termasuk perilaku menyerang dan kebut-kebutan, minum
berlebihan, melarikan diri dari tanggung jawab hukum, dan menarik diri. Gangguan
penyesuaian memiliki beberapa suptipe dengan reaksi maladaptif yang bervariasi
(dapat dilihat pada Tabel 2.1).
2.4 Diagnosis
Dalam PPDGJ-III,
gangguan penyesuaian termasuk dalam kriteria diagnosis F.43
F.43 Reaksi Terhadap Stres Berat dan
Gangguan Penyesuaian
Karekteristik dari kategori ini adalah
tidak hanya di atas identifikasi dasar simtomatologi dan perjalanan penyakit,
akan tetapi juga atas dasar salah satu dari
dua faktor pencetus:
Tabel 2.1: Subtipe gangguan penyesuaian
Gangguan
|
Ciri-ciri utama
|
Gangguan Penyesuaian dengan Mood
Depresi
|
Kesedihan, menangis, merasa tidak
punya harapan.
|
Gangguan Penyesuaian dengan Kecemasan
|
Khawatir, gelisah, dan gugup (atau
pada anak takut berpisah dari figur utama).
|
Gangguan Penyesuaian dengan Gejala
Campuran antara Kecemasan dan Mood Depresi
|
Kombinasi dari kecemasan dan depresi.
|
Gangguan Penyesuaian dengan Gangguan
Tingkah Laku
|
Melanggar hak orang lain atau
melanggar norma sosial yang sesuai usianya. Contoh perilaku meliputi
vandalisme, membolos, berkelahi, mengebut, dan melalaikan kewajiban hukum
(misalnya menghentikan pembayaran tunjangan).
|
Gangguan Penyesuaian dengan Gejala
Campuran antara Gangguan Emosi dan Tingkah Laku
|
Gabungan dari gangguan emosi, seperti
depresi atau kecemasan, dan gangguan tingkah laku (seperti yang dijelaskan di
atas).
|
Gangguan Penyesuaian Tak Tergolongkan
|
Kategori residual yang dapat
diterapkan pada kasus-kasus yang tidak dapat digolongkan dalam salah satu
dari subtipe lainnya.
|
Sumber: diadaptasi dari DSM-IV-TR (Nevid
dkk, 2005)
1.
Suatu stres kehidupan yang luar biasa,
yang menyebabkan reaksi stres akut. Atau
2.
Suatu perubahan penting dalam kehidupan,
yang menimbulkan situasi tidak nyaman yang berkelanjutan. Stres yang terjadi
atau keadaan tidak nyaman yang berkelanjutan merupakan faktor penyebab utama,
dan tanpa hal itu gangguan tersebut tidak akan terjadi.
Gangguan-gangguan ini dapat dianggap
sebagai respons maladaptif terhadap stres berat atau stres berkelanjutan.
Dimana mekanisme penyesuaian (coping mechanism) tidak berhasil mengatasi
sehingga menimbulkan masalah dalam fungsi sosial-nya.
F.43.2 Gangguan Penyesuaian
1. Diagnosis tergantung pada suatu
evaluasi yang teliti terhadap hubungan antara:
a.
Bentuk, isi, dan keparahan gejala
b.
Riwayat dan kepribadian sebelumnya, dan
c.
Kejadian atau situasi yang penuh stres
atau krisis kehidupan
2. Adanya
ketiga faktor ini harus ditetapkan dengan jelas dan harus mempunyai bukti yang
kuat bahwa gangguan tersebut tidak akan terjadi bila tidak mengalami gangguan
tersebut.
3. Manifestasi
dari gangguan bervariasi, dan mencakup afek depresif, ansietas, campuran
ansietas-depresif, gangguan tingkah laku, disertai adanya disabilitas dalam
kegiatan rutin sehari-hari. Tidak ada satu pun dari gejala tersebut yang
spesifik untuk mendukung diagnosis.
4. Onset
biasanya terjadi dalam satu bulan setelah terjadinya kejadian yang “stresful”
dan gejala biasanya tidak bertahan melebihi 6 bulan, kecuali dalam hal reaksi
depresif berkepanjangan (F.43.21) (PPDGJ III,
Berdasarkan DSM-IV TR (APA 2000),
Gangguan Penyesuaian memiliki kriteria diagnosis sebagai berikut:
A. Perkembangan emosional atau perilakuk
2.5
Penatalaksanaan
2.5.1
Terapi Non-Farmakologis
Psikoterapi merupakan
pengobatan terpilih untuk sebagai terapi gangguan penyesuaian. Terapi kelompok
merupakan cara yang sangat bermanfaat. Terapi ini bertujuan untuk membantu
orang dengan gg penyesuaian memecahkan situasi dengan cepat dengan teknik
suportif, sugesti, penentraman, modifikasi lingkungan, dan bahkan perawatan di
rumah sakit (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
2.5.2
Terapi Farmakologis
Pasien dengan gangguan
penyesuaian dapat diterapi dengan obat antiasietas atau antidepresan,
tergantung jenis gangguan. Jika pasien mengalami kecemasan yang berat, dapat
diberikan obat antipsikosi dosis kecil. Jika pasien memiliki gejala menarik
diri, dapat diberikan obat psikostimulan singkat (Kapita Selekta, 2001).
2.6
Prognosis
Gangguan penyesuaian
termasuk kelompok gangguan yang paling ringan sehingga prognosisnya baik dengan
pengobatan yang sesuai. Sebagaian besar pasien kembali ke tingkat fungsi
sebelumnya dalam waktu tiga bulan. Akan tetapi, remaja biasanya memerlukan
waktu lebih lama untuk pulih dibandingkan orang dewasa (Kapita Selekta
Kedokteran, 2001).
Namun tidak boleh juga
mengabaikan hasil penelitian terkini yang menyatakan peningkatan kecenderungan
melakukan percobaan bunuh diri pada pasien dengan gangguan penyesuaian (Carta
et al, 2009).
Bila reaksi maladaptif
ini masih berlangsung lebih dari enam bulan setelah stresor dialihkan,
diagnosis gangguan penyesuaian perlu diubah (Nevid dkk, 2005).
BAB
3
ILUSTRASI
KASUS
3.1
Identitas Pasien
Nama : S.I.
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/tanggal lahir :
Surabaya, 8 Desember 1992
Usia :
20 tahun
Suku Bangsa : Madura
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Alamat : Jalan Simo Gunung Baru Jaya II
Blok C
Pendidikan terakhir :
SMA
Pekerjaan : Belum bekerja
Pemeriksaan : tanggal 29 November 2012
3.2
Anamnesis
3.2.1
Keluhan Utama
Pasien merasa sesak sejak 4 hari yang
lalu.
3.2.1
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasa sesak
sejak 4 hari yang lalu. Sesak muncul setelah demam 4 hari yang lalu. Sesak
dirasakan saat duduk santai, beristirahat, dan hendak tidur. Saat sedang atau
setelah beraktivitas pasien tidak merasakan sesak. Sesak yang dirasakan seperti
ada benda berat yang menimpa dada pasien sehingga pasien ngos-ngosan. Pasien
belum minum obat apapun untuk sakitnya. Pasien saat ini tidak batuk atau pilek.
Tidak merasa pusing, mual, atau muntah. Tidak ada nyeri dada. Tidak ada riwayat
trauma sebelumnya.
Pasien mengeluh sering
merasa dada berdebar-debar sejak seminggu terakhir. Pasien juga mengalami
gangguan tidur. Pasien terjaga sepanjang malam dan baru dapat mulai tidur
sekitar pukul 07.00 pagi sampai pukul 16.00 sore. Pasien tidak mengalami mimpi
buruk atau sering bermimpi yang membuat pasien terbangun dari tidur. Pasien
mengalami penurunan nafsu makan. Dalam minggu ini pasien beberapa kali merasa
sangat lemas seperti mau pingsan.
3.2.2
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku pernah
menderita sakit demam tifoid saat SD,
tidak MRS, hanya rawat jalan. Pasien juga pernah menderita sakit Hepatitis B
dan Demam Berdarah. Pasien tidak memiliki riwayat asma atau alergi. Pasien
tidak pernah sakit mental sebelumnya.
3.2.3
Riwayat Penyakit Keluarga
Orang tua pasien
memiliki sakit sesak saat masih hidup. Ibu pasien meninggal karena sakit
diabetes mellitus. Pasien tidak tahu dengan pasti penyebab kematian ayahnya.
3.2.4
Kebiasaan
Sehari – hari pasien
menghabiskan waktu di rumah dengan menonton televisi, makan, dan tidur. Pasien
merokok ½ pak perhari.
3.2.5
Status Gizi
Pasien tidak memiliki
kebiasaan makan teratur sejak kecil. Pasien hanya makan saat merasa lapar,
sehari bisa makan satu atau dua kali. Makanan sehari – hari pasien adalah mi
instan dan nasi. Pasien jarang membeli makanan dari luar.
3.2.6
Faktor Premorbid
Pasien cenderung tertutup dan pemalu,
menyukai kegiatan dan kesibukan
3.2.7
Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak kelima dari 5
bersaudara. Data orang tua pasien dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 3.1 Data Orang Tua Pasien
Ayah
|
Ibu
|
|
Nama
|
M.F. (Almarhum)
|
S.A. (Almarhumah)
|
Usia
|
53 tahun
|
50 tahun
|
Suku Bangsa
|
Madura
|
Madura
|
Agama
|
Islam
|
Islam
|
Alamat
|
Jl. Simo Gunung Baru Jaya Surabaya
|
Jl. Simo Gunung Baru Jaya Surabaya
|
Pendidikan terakhir
|
Tidak tahu
|
Tidak sekolah
|
Pekerjaan
|
Pedagang daging sapi
|
Pedagang daging sapi
|
Urutan dalam keluarga pasien dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2 Daftar Keluarga Pasien
No.
|
Nama
|
Umur
(tahun)
|
Pendidikan
Terakhir
|
Jenis
Kelamin
|
Pekerjaan
|
Keterangan
|
1
|
H.H.
|
Tidak
tahu
|
S1
|
Perempuan
|
Ibu
Rumah Tangga
|
Menikah,
ikut suami
|
2
|
M.K.
|
30
|
SMA
|
Laki-laki
|
Karyawan
Kantor
|
Menikah,
tinggal di Rungkut
|
3
|
M.A.
|
28
|
SMA
|
Laki-laki
|
Manajer
Toko Berlian
|
Belum
menikah, tinggal dengan pasien
|
4
|
N.F.
|
23
|
SMA
|
Perempuan
|
Administrasi
Perkantoran
|
Belum
menikah, tinggal dengan pasien
|
5
|
Pasien
|
20
|
SMA
|
Laki-laki
|
Belum
bekerja
|
Belum
menikah
|
3.2.8
Riwayat Kelahiran
Pasien tidak mengetahui
3.2.9
Riwayat Perkembangan
Pasien tidak mengetahui
3.2.10
Riwayat Pendidikan
Pasien bersekolah di SD
Baitul Ilmi Surabaya 6 tahun, SMP Pondok Al Tauhid Jagir 3 tahun, SMA Pondok Al
Tauhid Jagir 3 tahun. Pasien lulus SMA tahun ini (2012). Selama sekolah, pasien
termasuk siswa yang berprestasi dan selalu mendapat peringkat 5 besar.
3.2.11
Riwayat Pekerjaan
Pasien mulai bekerja
sejak dua bulan setelah lulus SMA. Pasien bekerja di Counter Aksesoris HP di
WTC selama tiga minggu saja. Pasien berhenti dari pekerjaannya karena tidak
puas dengan gaji yang diterima. Pasien menganggur selama 2 bulan. Kemudian pasien
bekerja di McD Darmo sebagai petugas layan antar selama satu bulan. Dua minggu sebelum pemeriksaan, pasien
berhenti dari pekerjaaannya sebagai pelayan pesan antar McD karena motor pasien
dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Saat ini pasien tidak bekerja.
3.2.12
Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah
3.2.13
Riwayat Sosial
Pasien merupakan
penduduk asli Surabaya. Rumah yang ditinggali pasien berstatus milik sendiri.
Pasien tinggal dengan seorang kakak perempuan dan seorang sepupu laki-laki.
Relasi dengan keluarga di rumah biasa saja. Pasien tidak memiliki keakraban
dengan anggota keluarga.
Pasien tidak
berpenghasilan. Kebutuhan sehari – hari pasien ditopang oleh kakak perempuan
pasien yang bekerja sebagai pegawai administrasi kantor 369.
Sejak SMP Pasien sudah
terbiasa dengan lingkungan Pondok. Di Pondok pasien memiliki banyak teman dan
aktif dalam berbagai kegiatan. Saat di
pondok pasien jarang pulang. Dalam satu tahun biasanya pasien hanya pulang
sebanyak dua kali. Tujuh tahun yang lalu pasien pindah ke rumah yang sekarang
karena kontrakan rumah di Banyu Urip telah habis. Saat ini, pasien hampir tidak
pernah bergaul dengan tetangga karena pasien merasa tidak mengenal tetangganya.
Relasi pasien dengan teman-teman di pondok baik, namun karena teman-teman
pasien sibuk bekeja atau kuliah, pasien jarang bertemu dengan mereka.
3.3
Pemeriksaan Fisik
3.3.1 Status Generalis
Keadaan
umum : cukup
Kesadaran : compos mentis
Vital sign : Tekanan Darah 110/80mmHg, nadi 72x/menit, reguler,
kuat angkat, frekuensi napas 12x/menit, suhu: 36,3 °C
kuat angkat, frekuensi napas 12x/menit, suhu: 36,3 °C
3.3.2 Kepala dan leher
Inspeksi
:a/i/c/d : +/-/-/-
Hidung
& cavum nasi : pernafasan cuping
hidung (-)
Mulut : Sianosis (-)
Palpasi: Pembesaran KGB (-)
Thorax
Inspeksi : gerak dada simetris, Retraksi
(-)
Palpasi : gerak dada simetris
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi: Jantung: S1S2
tunggal, murmur (-), gallop (-)
Paru: ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : Flat
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Akral : Hangat, Kering, Merah
Edema : tidak ada
CRT : kurang dari 2 detik
Status Neurologis : GCS 456
Status Urologis : Kencing lancar
3.4
Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
3.5 Keadaan Kesehatan Keluarga Dari Berbagai
Aspek
Pasien tinggal di suatu
daerah perkampungan yang jarak antar rumah hanya dibatasi oleh tembok. Tetangga
pasien tidak ada yang mengenal pasien dan keluarganya sehingga cukup sulit
menemukan tempat tinggal pasien. Saat ditemui, pasien sedang dalam keadaan
santai di rumah sambil menonton televisi. Pasien menyambut pemeriksa dengan
ramah. Saat itu pasien sedang sendirian, kakak dan sepupu yang tinggal dengan
pasien sedang bekerja.
Pasien tinggal di
sebuah rumah dengan luas sekitar 5x10 m2, yang terdiri dari satu ruang tamu, dua
ruang kamar namun satu sedang dalam
renovasi, satu dapur, satu kamar mandi, dan dua gudang yang sedang dalam
renovasi. Rumah tinggal pasien memiliki dinding yang terbuat dari tembok.
Ventilasi serta pencahayaan cukup sehingga tidak memerlukan lampu listrik pada
siang hari kecuali pada kamar tidur. Atap rumah pasien terbuat dari genteng
tanah liat pada ruang tamu, kamar tidur, dan kamar mandi, sedang pada dapur
atapnya hanya tertutup oleh terpal-terpal yang disusun menjadi atap karena
rumah pasien sedang dalam tahap renovasi. Menurut pasien, saat hujan atap
tersebut tidak bocor. Lantai rumah pasien terbuat dari semen yang retak pada
beberapa bagian dan berpasir. Rumah pasien tampak tidak rapi dan kotor. Pasien
tinggal satu kamar dengan kakak dan kakak sepupunya yang hanya memiliki satu
tempat tidur. Kadang-kadang pasien atau kakak sepupu pasien tidur di ruang
tamu.
Kakak dan sepupu pasien
biasa kerja mulai pagi hari pukul 07.30 hingga pukul 17.00 sore hari. Pasien
setiap hari hanya di rumah saja, tidur atau menonton televisi. Pasien tidak
pernah pergi ke luar rumah untuk berinteraksi dengan tetangga sekitar. Pasien
tidak mengenal tetangganya dan pasien juga tidak dikenal oleh tetangga. Menurut
pasien, pasien tidak mengenal karena sejak 7 tahun pindah di rumah ini, pasien
hanya beberapa kali pulang karena saat itu pasien sekolah di pondok. Baru
setelah lulus, yaitu 4 bulan terakhir saja pasien tinggal menetap di rumah.
Pasien malas berinteraksi dengan tetangga karena menurut pasien tidak ada yang
seumuran dengan pasien. Tetangga pasien kebanyakan orang dewasa atau anak-anak.
Jika ada yang seumuran dengan pasien pasti bekerja atau kuliah sehingga tidak
pernah bertemu.
Saat orang tua pasien
masih hidup, pasien mengaku cukup dekat dengan ibu, sehingga pasien sangat
terpukul saat ibu pasien meninggal ketika pasien kelas 2 SMP. Kehilangan ayah 3
tahun setelahnya juga merupakan pukulan bagi pasien karena dengan begitu pasien
tidak memilki orang tua lagi. Harapan pasien untuk melanjutkan kuliah juga
hilang karena pasien diminta bekerja saja oleh keluarganya. Sedangkan pasien
yang mengaku cukup berprestasi sejak kecil ingin melanjutkan kuliah.
Dua minggu sebelum
pemeriksaan, pasien bekerja sebagai petugas layan antar di McDonald Darmo. Pasien
mengaku menikmati pekerjaannya. Namun pekerjaan itu hanya bertahan satu bulan
karena motor pasien harus dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Sejak itu pasien sama sekali tidak memiliki kegiatan. Minggu ini sebenarnya
pasien ingin mengajukan lamaran pekerjaan lagi, namun karena pasien sedang
sakit, keluarga pasien melarang pasien bekerja dan memintanya untuk berobat ke
puskesmas terlebih dahulu.
Dalam keluarga, pasien
dan kakak sepupu pasien memiliki kebiasaan merokok. Pasien merokok hingga ½ pak
setiap harinya sejak kelas 2 SMA. Pasien mendapat uang untuk membeli rokok dari
kakak perempuan atau sepupunya. Pasien mengaku tidak pernah sakit batuk
berkaitan dengan kebiasaan merokoknya.
Saat diwawancarai,
pasien tampak sedikit tegang dan kaku ketika ditanya mengenai keluarga pasien.
Namun ketegangan menurun saat pasien diajak bercanda. Pasien mengaku bahwa
termasuk berkepribadian tertutup yang merupakan bentukan keluarga.
Menurut pasien, pola
makan anggota keluarga tidak teratur. Konsumsi sehari-hari pasien dan keluarga
di rumah adalah mi instan dan nasi, jarang membeli makanan dari luar. Anggota
keluarga tidak ada yang memiliki kebiasaan memasak sayur dan lauk pauk lainnya.
3.6 Keadaan Kesehatan Lingkungan
3.6.1
Rumah milik sendiri
Luas
rumah : 5 x 10 m2
Jenis rumah :
Satu rumah dengan satu kamar diisi oleh 4 orang anggota keluarga.
Dinding :
tembok
Atap :
genteng tanah liat dan terpal
Lantai :
semen
Cahaya :
terang
Jalan angin :
cukup
Jendela :
kurang (2 buah di depan, 1 buah di kamar)
Kebersihan :
kurang bersih
3.6.2
Air
Minum
Asal : Air mineral
dalam galon
Nilai
air : bersih
3.6.3
Jamban
dan kamar mandi
Letak :
terletak di belakang rumah, dekat dengan dapur, digunakan 1 keluarga (4 orang)
Kebersihan : bersih
Jenis
jamban : Leher angsa.
4
Pekarangan
Ada
pekarangan ukuran 5x1 m2 di depan rumah, yang ditumbuhi oleh satu pohon.
3.7
Assesment
Diagnosis Klinis : Gangguan Penyesuaian F.43.21
Diagnosis Banding :
3.8
Planning
3.8.1
Planning Diagnosis
Follow up oleh Tim Psikologi Puskesmas
Banyu Urip
3.8.2
Planning Terapi
Paracetamol 3x1 tab, Diazepam 2x1 tab,
Vitamin B Complex 2x1 tab
3.8.3
Planning Monitoring
memantau
keberhasilan terapi
memantau
keluhan yang timbul
3.8.4
Planning Edukasi
memberiksan
pengetahuan dan motivasi mengenai kemungkinan kemungkinan penyakit yang
diderita pasien disebabkan oleh keadaan stres yang dialami pasien
-
Memotivasi pasien untuk memiliki
kegiatan di luar rumah, berjalan-jalan, atau mencari pekerjaan
-
memberikan pengetahuan mengenai pola
makan yang dapat memperbaiki gizi pasien dan menjaga gizi keluarga
1 comment:
Ada baiknya semua identitas dan petunjuk yang mengarahkan kepada identitas disamarkan. Informasi yang ada jabarkan sangat bermanfaat. terima kasih.
Post a Comment