Saturday, September 28, 2013

THE CALLING ON MEDICAL FIELD: BE A CULTURE MAKER BUILDING A PASSION ON MEDICAL WORK BASED ON LOCAL WISDOM, FAITH, AND DIGNITY

THE CALLING ON MEDICAL FIELD: BE A CULTURE MAKER
BUILDING A PASSION ON MEDICAL WORK BASED ON LOCAL WISDOM, FAITH, AND DIGNITY

It is not enough to condemn culture. Nor is it sufficient merely to critique culture or to copy culture. Most of the time, we just consume culture. But the only way to change culture is to create culture.
(Andy Crouch)

NIM: 010810581

Oleh: Cyntia Puspa P

Dunia dan isinya terus berubah, termasuk di dalamnya adalah perubahan tatanan sosial. Perubahan sosial menyebabkan runtuhanya kehidupan masyarakat di sekitar kita dan jawaban atas perubahan itu adalah pembangunan masyarakat: menguatkan masyarakat secara holistik, mengembangkan partisipasi dan penyelesaian masalah, menujukan masalah sikap fanatik dan kemiskinan, dan mengikutsertakan institusi untuk bekerja sebagai partner penduduk setempat (Blackwell & Colmenar, 2000).

Dalam “Core Priciples of the Citizen Health Care Model” yang diformulasikan oleh Berge et al. (2009), pada poin pertama disebutkan bahwa sumber daya terbesar yang tidak tercatat untuk meningkatkan pelayanan kesehatan adalah pengetahuan, kearifan, dan energy dari individu, keluarga, dan masyarakat yang menghadapi tantangan masalah kesehatan dalam kehidupan mereka sehari – hari. Dihadapakan dengan hal ini, yang harus kita lakukan bukanlah mencari sumber professional, melainkan kita melihat keluarga dan sumber daya masyarakat yang ada. Dengan kata lain adalah pelayanan kesehatan berbasis kearifan lokal.

Kearifan lokal sering diidentikkan dengan tradisi masyarakat setempat. Penggunaan kearifan lokal dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat sehari – hari seperti dalam melakukan pekerjaan atau festival – festival budaya (Kongprasertamorn, 2007). Dalam dunia medis, dapat dilihat kearifan lokal ini dalam diri dukun – dukun beranak, tabib, “orang pintar”, dan lain – lain yang dipercaya oleh penduduk setempat mampu memberi kesembuhan atau pertolongan pada orang – orang sakit.

Sementara dunia secara global membicarakan pentingnya pelayanan kesehatan dengan kembali kepada kearifan lokal dan penelitian membuktikan demikian (Alessandro Demaio, 2011 ), iman Kristen tidak semata – mata sejalan dengan tren dunia ini. Andy Crouch dalam bukunya yang berjudul Culture Making (2008) menyatakan bahwa seharusnya kita tidak menelan mentah – mentah kebudayaan yang ada, melainkan kita harus menciptakan kebudayaan itu sebagai mandat budaya yang diberikan Allah kepada manusia (Kejadian 1: 28). Melaksanakan mandat budaya berarati mengusahakan dengan kreatif sebagaimana Allah menciptakan kita. Menciptakan budaya berarti berpusat pada keseluruhan Firman Tuhan dalam Alkitab, pelayanan Yesus, dan panggilan umat (Crouch, 2008).

Karena pusatnya adalah kebenaran Alkitab dan Tuhan Yesus, maka di sini pun berlaku juga dalam pelayanan kepada masyarakat. Bukan semata – mata nilai – nilai dan kearifan lokal yang menjadi pedoman, melainkan memandang dunia sebagaimana Alkitab memandangnya. Dunia yang sudah rusak dan membutuhkan harapan akan adanya masa depan yang lebih baik. Di sinilah, sebagai pencipta budaya, setiap dokter Kristen harus menyatakan bahwa ada pengharapan di dalam Kristus sekalipun dalam kaca mata medis sudah tidak ada harapan lagi. Dan dari titik inilah nilai – nilai Kristen dapat masuk ke dalam tradisi budaya yang sudah ada. Bukan memerangi tradisi yang ada, tetapi membawa tradisi itu kepada Kristus. Semisal dengan mengumpulkan setiap dukun bayi yang ada dan membekali mereka dengan pelatihan dalam menolong persalinan sambil memasukkan nilai kebenaran: menolong atas dasar kasih. Karena dukun mengasihi ibu dan bayi, maka apabila bayi tidak dapat dilahirkan secara normal, dukun wajib untuk merujuk ibu bayi ke bidan/ dokter. Selain itu, juga dengan tegas melarang mereka untuk melakukan praktik aborsi karena manusia tidak berhak mengambil nyawa sesamanya. Tuhanlah yang berdaulat.

Unsur iman di dalam kearifan lokal akan lebih memanusiakan manusia. Bukan hanya penduduk setempat, tapi juga sang dokter. Mengembalikan dokter kepada martabatnya sebagai manusia yang diberi anugerah untuk melayani sesamanya di bidang kesehatan dan menolong orang – orang mendapatkan kesembuhan. Iman akan memampukan setiap dokter untuk menyalahgunakan ilmu dan kekuasannya karena dia sadar penuh bahwa profesinya saat ini hanyalah titipan Tuhan, kepercayaan yang diberikan oleh Tuhan. Jika Tuhan menghendaki, maka sewaktu – waktu kepercayaan itu dapat diambil – Nya.

Dari ketiga unsur tadi, yaitu kearifan lokal, iman, dan martabat, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat sungguh – sungguh membangun gairah dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, setiap dokter haruslah melihat bahwa lingkugan sosial masyarakat menentukan cara penduduknya memandang sesuatu. Sebagai seorang beriman, janganlah mengikuti keseluruhan tradisi yang ada, melainkan harus memiliki prinsip – prinsip yang tegas tentang kebenaran dan menularkan prinsip itu kepada  masyarakat, supaya masyarakat setempat dapat dengan sepenuh memahami nilai dirinya dan orag lain sebagai manusia ciptaan Tuhan. Dan sekali lagi, melakukan itu semua untuk kemuliaan Tuhan saja. Soli Deo Gloria!

Referensi:
Alessandro Demaio, M. M. (2011 ). Local Wisdom and Health Promotion: Barrier or Catalyst? Asia Pasific Journal of Public Health , 23 (2). [online]. Accesed on  October 24 2011 from http://aph.sagepub.com/content/23/2/127.abstract
Alkitab Terjemahan Baru. (2009). Lembaga Alkitab Indonesia.
Blackwell, A. G., & Colmenar, R. (2000). Community Building: From Local Wisdom to Public Policy. Public Health Reports , 15, 161 - 166. [online]. Accesed on  October 24 2011 from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1308706/pdf/pubhealthrep00022-0059.pdf
Crouch, A. (2008). Culture Making. Intervarsity Press. [online]. Accesed on  October 24 2011 from: http://books.google.com/books/about/Culture_Making.html?id=SdV5ifPMlnIC (Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul yang sama oleh Penerbit Literatur Perkantas Jatim, 2011)
Kongprasertamorn, K. (2007). Local Wisdom, Environmental Protection and Community Develompment: The Clam Farmers in Tambon Bangkhusai, Phetchaburi Province, Thailand. MANUSYA: Journal of Humanities , 10 (1), 1 - 9. [online]. Accesed on  October 24 2011 from: http://www.academic.chula.ac.th/manusya/files/paperonline/manusya_file20080929193918.pdf
M. Berge, P. J., Mendenhall, P. L., & Doherty, P. L. (2009). Using Community-based Participatory Research (CBPR) To Target Health Disparities in Families. NIH Public Access , 58 (4), 475–488. [online]. Accesed on  October 24 2011 from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2897175/pdf/nihms-205481.pdf?tool=pmcentrez

No comments: