THE CALLING ON MEDICAL FIELD: BE A
CULTURE MAKER
BUILDING A PASSION ON MEDICAL WORK
BASED ON LOCAL WISDOM, FAITH, AND DIGNITY
It is
not enough to condemn culture. Nor is it sufficient merely to critique culture
or to copy culture. Most of the time, we just consume culture. But the only way
to change culture is to create culture.
(Andy Crouch)NIM: 010810581
Oleh: Cyntia Puspa P
Dunia dan isinya terus
berubah, termasuk di dalamnya adalah perubahan tatanan sosial. Perubahan sosial
menyebabkan runtuhanya kehidupan masyarakat di sekitar kita dan jawaban atas
perubahan itu adalah pembangunan masyarakat: menguatkan masyarakat secara
holistik, mengembangkan partisipasi dan penyelesaian masalah, menujukan masalah
sikap fanatik dan kemiskinan, dan mengikutsertakan institusi untuk bekerja
sebagai partner penduduk setempat (Blackwell & Colmenar, 2000) .
Dalam “Core Priciples of the Citizen Health Care
Model” yang diformulasikan oleh Berge et
al. (2009), pada poin pertama disebutkan bahwa sumber daya terbesar yang
tidak tercatat untuk meningkatkan pelayanan kesehatan adalah pengetahuan,
kearifan, dan energy dari individu, keluarga, dan masyarakat yang menghadapi
tantangan masalah kesehatan dalam kehidupan mereka sehari – hari. Dihadapakan dengan
hal ini, yang harus kita lakukan bukanlah mencari sumber professional,
melainkan kita melihat keluarga dan sumber daya masyarakat yang ada. Dengan
kata lain adalah pelayanan kesehatan berbasis kearifan lokal.
Kearifan lokal sering
diidentikkan dengan tradisi masyarakat setempat. Penggunaan kearifan lokal
dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat sehari – hari seperti dalam melakukan
pekerjaan atau festival – festival budaya (Kongprasertamorn, 2007) . Dalam dunia medis,
dapat dilihat kearifan lokal ini dalam diri dukun – dukun beranak, tabib,
“orang pintar”, dan lain – lain yang dipercaya oleh penduduk setempat mampu
memberi kesembuhan atau pertolongan pada orang – orang sakit.
Sementara dunia secara
global membicarakan pentingnya pelayanan kesehatan dengan kembali kepada
kearifan lokal dan penelitian membuktikan demikian (Alessandro Demaio, 2011 ) , iman Kristen tidak
semata – mata sejalan dengan tren dunia ini. Andy Crouch dalam bukunya yang
berjudul Culture Making (2008)
menyatakan bahwa seharusnya kita tidak menelan mentah – mentah kebudayaan yang
ada, melainkan kita harus menciptakan kebudayaan itu sebagai mandat budaya yang
diberikan Allah kepada manusia (Kejadian 1: 28). Melaksanakan mandat budaya
berarati mengusahakan dengan kreatif sebagaimana Allah menciptakan kita.
Menciptakan budaya berarti berpusat pada keseluruhan Firman Tuhan dalam
Alkitab, pelayanan Yesus, dan panggilan umat (Crouch, 2008) .
Karena pusatnya adalah
kebenaran Alkitab dan Tuhan Yesus, maka di sini pun berlaku juga dalam
pelayanan kepada masyarakat. Bukan semata – mata nilai – nilai dan kearifan
lokal yang menjadi pedoman, melainkan memandang dunia sebagaimana Alkitab
memandangnya. Dunia yang sudah rusak dan membutuhkan harapan akan adanya masa
depan yang lebih baik. Di sinilah, sebagai pencipta budaya, setiap dokter
Kristen harus menyatakan bahwa ada pengharapan di dalam Kristus sekalipun dalam
kaca mata medis sudah tidak ada harapan lagi. Dan dari titik inilah nilai –
nilai Kristen dapat masuk ke dalam tradisi budaya yang sudah ada. Bukan
memerangi tradisi yang ada, tetapi membawa tradisi itu kepada Kristus. Semisal
dengan mengumpulkan setiap dukun bayi yang ada dan membekali mereka dengan pelatihan
dalam menolong persalinan sambil memasukkan nilai kebenaran: menolong atas
dasar kasih. Karena dukun mengasihi ibu dan bayi, maka apabila bayi tidak dapat
dilahirkan secara normal, dukun wajib untuk merujuk ibu bayi ke bidan/ dokter. Selain
itu, juga dengan tegas melarang mereka untuk melakukan praktik aborsi karena
manusia tidak berhak mengambil nyawa sesamanya. Tuhanlah yang berdaulat.
Unsur iman di dalam
kearifan lokal akan lebih memanusiakan manusia. Bukan hanya penduduk setempat,
tapi juga sang dokter. Mengembalikan dokter kepada martabatnya sebagai manusia
yang diberi anugerah untuk melayani sesamanya di bidang kesehatan dan menolong
orang – orang mendapatkan kesembuhan. Iman akan memampukan setiap dokter untuk
menyalahgunakan ilmu dan kekuasannya karena dia sadar penuh bahwa profesinya
saat ini hanyalah titipan Tuhan, kepercayaan yang diberikan oleh Tuhan. Jika
Tuhan menghendaki, maka sewaktu – waktu kepercayaan itu dapat diambil – Nya.
Dari ketiga unsur
tadi, yaitu kearifan lokal, iman, dan martabat, dapat disimpulkan bahwa untuk
dapat sungguh – sungguh membangun gairah dalam menjalankan tugas sebagai
seorang dokter, setiap dokter haruslah melihat bahwa lingkugan sosial
masyarakat menentukan cara penduduknya memandang sesuatu. Sebagai seorang beriman,
janganlah mengikuti keseluruhan tradisi yang ada, melainkan harus memiliki
prinsip – prinsip yang tegas tentang kebenaran dan menularkan prinsip itu
kepada masyarakat, supaya masyarakat
setempat dapat dengan sepenuh memahami nilai dirinya dan orag lain sebagai
manusia ciptaan Tuhan. Dan sekali lagi, melakukan itu semua untuk kemuliaan
Tuhan saja. Soli Deo Gloria!
Referensi:
Alessandro
Demaio, M. M. (2011 ). Local Wisdom and Health Promotion: Barrier or Catalyst? Asia
Pasific Journal of Public Health , 23 (2). [online]. Accesed on October 24 2011 from
http://aph.sagepub.com/content/23/2/127.abstract
Alkitab Terjemahan Baru. (2009). Lembaga Alkitab Indonesia.
Blackwell, A. G., & Colmenar, R. (2000). Community Building: From
Local Wisdom to Public Policy. Public Health Reports , 15, 161 -
166. [online]. Accesed on October 24
2011 from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1308706/pdf/pubhealthrep00022-0059.pdf
Crouch, A. (2008). Culture Making. Intervarsity Press. [online].
Accesed on October 24 2011 from:
http://books.google.com/books/about/Culture_Making.html?id=SdV5ifPMlnIC (Buku
ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul yang sama oleh
Penerbit Literatur Perkantas Jatim, 2011)
Kongprasertamorn, K. (2007). Local Wisdom, Environmental Protection and
Community Develompment: The Clam Farmers in Tambon Bangkhusai, Phetchaburi
Province, Thailand. MANUSYA: Journal of Humanities , 10 (1), 1 -
9. [online]. Accesed on October 24 2011
from:
http://www.academic.chula.ac.th/manusya/files/paperonline/manusya_file20080929193918.pdf
M. Berge, P. J., Mendenhall, P. L., & Doherty, P. L. (2009). Using
Community-based Participatory Research (CBPR) To Target Health Disparities in
Families. NIH Public Access , 58 (4), 475–488. [online]. Accesed
on October 24 2011 from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2897175/pdf/nihms-205481.pdf?tool=pmcentrez
No comments:
Post a Comment