Saturday, September 28, 2013

Soft Skill dalam Memenuhi Panggilan Hidup

Dokter Ratih
Soft Skill dalam Memenuhi Panggilan Hidup

 Ketika mengetahui bahwa saya meminta tolong beliau untuk berbagi kisah hidupnya sebagai seorang dokter, dokter yang memiliki nama lengkap Rahaju Astuti Gunadi tampak senang. Beliau juga berterima kasih karena memiliki kesempatan untuk dapat berbagi cerita hidup sebagai seorang dokter.
   Selain aktif dalam tugasnya menjadi dokter di Rumah Sakit Baptis, Kediri, dokter yang lebih akrab dipanggil dr. Ratih ini juga aktif melayani di persekutuan dan di gereja setempat. Kesibukan yang tinggi tidak menghalangi panggilan beliau untuk tetap setia melayani Tuhan. Itulah yang membuat banyak orang kagum akan kesetiaannya dan akan tujuan hidupnya.
Saat masih kuliah di FK Unair dulu, beliau tidak hanya berfokus pada kegiatan perkuliahan namun beliau juga aktif di kegiatan Parachurch, Lahairoi, dan Perkantas. Alasannya karena beliau ditangkap dan menerima kasih karunia saat mahasiswa, dan menangkap visi bahawa mahasiswa adalah saat yang paling baik untuk memikirkan dan memutuskan arah hidup. Manfaat yang dapat diambil dari hal tersebut adalah character building, belajar paling dasar tentang bagaimana tumbuh dalam kasih karunia dan menetapkan hati untuk mengikut Tuhan dan rencanaNya
Dalam masa-masa itu pula beliau memahami pentingnya soft skill bagi dokter. Dalam pandangan beliau, soft skill adalah kemampuan untuk memahami orang lain. Jadi dasar soft skill sendiri adalah kerendahan hati tapi harus dibackup denagan kecerdasan dan cadangan informasi  untuk dapat mengambil keputusan dengan tepat atau dengan kata lain, efficacy.
Beliau menegaskan bahwa soft skill tidak hanya beliau dapatkan dari kegiatan ekstra kurikuler di kampus, dalam organisasi mahasiswa, atau di dalam perkuliahan saja. Namun menurut beliau, skill itu akan terus diasah melalui kegiatan-kegiatan di masyarakat nantinya. Dan lagi, menurut beliau juga, kuliah yang sempurna adalah ketika sebagai dokter, beliau terampil berkomunikasi secara manusiawi dan ilahi di masyarakat.
Ketika diminta pendapatnya, beliau menyatakan bahwa seorang dokter yang tidak memiliki soft skill yang baik akan menjadi monster, fundamentalis, dan kasar. Dan tentu saja tidak akan ada seorang pasien pun yang mau dilayani oleh dokter semacam itu. Oleh karena itu, untuk menjadi dokter yang baik, harus memiliki soft skill.
Sebelum mengakhiri wawancara, beliau mengutip kata pembuka dalam textbook Cecil “menjadi dokter adalah long life study, mentor, coach, educator, dan shaman”. Beliau sangat setuju dengan pernyataan itu. Dan itu jugalah yang membuat beliau selalu kembali kepada nilai-nilai ini, bahwa “Kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan oleh Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:10).

Oleh:
Cyntia Puspa Pitaloka
010810581


No comments: