Dokter
Ratih
Soft Skill
dalam Memenuhi Panggilan Hidup
Ketika mengetahui bahwa saya meminta tolong beliau untuk
berbagi kisah hidupnya sebagai seorang dokter, dokter yang memiliki nama
lengkap Rahaju Astuti Gunadi tampak senang. Beliau juga berterima kasih karena
memiliki kesempatan untuk dapat berbagi cerita hidup sebagai seorang dokter.
Selain
aktif dalam tugasnya menjadi dokter di Rumah Sakit Baptis, Kediri , dokter yang lebih akrab dipanggil dr.
Ratih ini juga aktif melayani di persekutuan dan di gereja setempat. Kesibukan
yang tinggi tidak menghalangi panggilan beliau untuk tetap setia melayani Tuhan.
Itulah yang membuat banyak orang kagum akan kesetiaannya dan akan tujuan
hidupnya.
Saat masih kuliah di FK Unair dulu, beliau tidak hanya
berfokus pada kegiatan perkuliahan namun beliau juga aktif di kegiatan Parachurch,
Lahairoi, dan Perkantas. Alasannya karena beliau ditangkap dan menerima kasih
karunia saat mahasiswa, dan menangkap visi bahawa mahasiswa adalah saat yang
paling baik untuk memikirkan dan memutuskan arah hidup. Manfaat yang dapat
diambil dari hal tersebut adalah character
building, belajar paling dasar tentang bagaimana tumbuh dalam kasih karunia
dan menetapkan hati untuk mengikut Tuhan dan rencanaNya
Dalam masa-masa itu pula beliau memahami pentingnya soft
skill bagi dokter. Dalam pandangan beliau, soft skill adalah kemampuan untuk
memahami orang lain. Jadi dasar soft skill sendiri adalah kerendahan hati tapi
harus dibackup denagan kecerdasan dan cadangan informasi untuk dapat mengambil keputusan dengan tepat
atau dengan kata lain, efficacy.
Beliau menegaskan bahwa soft skill tidak hanya beliau
dapatkan dari kegiatan ekstra kurikuler di kampus, dalam organisasi mahasiswa,
atau di dalam perkuliahan saja. Namun menurut beliau, skill itu akan terus
diasah melalui kegiatan-kegiatan di masyarakat nantinya. Dan lagi, menurut
beliau juga, kuliah yang sempurna adalah ketika sebagai dokter, beliau terampil
berkomunikasi secara manusiawi dan ilahi di masyarakat.
Ketika diminta pendapatnya, beliau menyatakan bahwa
seorang dokter yang tidak memiliki soft skill yang baik akan menjadi monster,
fundamentalis, dan kasar. Dan tentu saja tidak akan ada seorang pasien pun yang
mau dilayani oleh dokter semacam itu. Oleh karena itu, untuk menjadi dokter
yang baik, harus memiliki soft skill.
Sebelum mengakhiri wawancara, beliau mengutip kata
pembuka dalam textbook Cecil “menjadi dokter adalah long life study, mentor,
coach, educator, dan shaman”. Beliau sangat setuju dengan pernyataan itu. Dan
itu jugalah yang membuat beliau selalu kembali kepada nilai-nilai ini, bahwa
“Kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan
pekerjaan baik, yang dipersiapkan oleh Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita
hidup di dalamnya” (Efesus 2:10).
Oleh:
Cyntia
Puspa Pitaloka
010810581
No comments:
Post a Comment