Friday, September 27, 2013

JEALOUS? NO WAY!


JEALOUS? NO WAY!
KEJADIAN 4:1-16

Tujuan:
o   Siswa mengetahui bahwa rasa iri kepada teman dan saudara bisa menyakiti diri sendiri atau orang yang membuat iri.
o   Siswa dapat mengetahui cara menghadapi perasaan iri hati.
o   Siswa dapat mengaplikasikan hidup yang menerima diri apa adanya sesuai dengan anugerah Tuhan tidak iri kepada orang lain.

Apa yang kalian pikirkan saat teman kalian diberi hadiah, dipuji, diperlakukan amat sangat baik sedangkan kalian tidak? Padahal, kalian berpikir seharusnya kalian juga mendapatkan hal yang sama? Bagaimana perasaan kalian? Apa kalian ingin hal serupa juga terjadi pada kalian?
Iya, terkadang, kita iri terhadap teman atas hal-hal yang mereka dapat sedangkan kita tidak. Iri saat saudara kita di rumah mendapat perhatian lebih dari orang tua kita. Kita iri. Lalu kita mulai mengomel-ngomel dalam hati kita. Banyak pikiran buruk bermunculan dan terus dan terus lagi...
Nah, sekarang, apakah iri hati itu menyenangkan hati Tuhan? Mari kita belajar dari Alkitab mengenai iri hati dari Kain dan Habel. Tapi sebelumnya, mari kita minta pertolongan Tuhan.

Mari kita membuka Kejadian 4:1-16

Teman-teman, mungkin sudah berkali-kali kita membaca dan mendengar kisah tentang Kain dan Habel. Dari bagian ini, kita pun bisa belajar tiga hal mengenai sikap iri hati.
Yang pertama adalah awal timbulnya perasaan iri hati.
Dari ayat 1 dan 2, kita bisa belajar bahwa Kain dan Habel adalah saudara kandung. Bahkan ada juga yang mengatakan bahwa mereka kembar hanya saja Kain lahir lebih dahulu. Sepertinya persaudaraan mereka baik- baik saja sampai tiba hari di mana mereka mempersembahkan korban bakaran bagi Tuhan.
Saat itu apa yang dipersembahkan Kain dan Habel? Karena pekerjaannya yang adlah petani, Kain memberikan sebagian dari hasil tanah  kepada Tuhan sebagai korban persembahan. Sedangkan Habel yang menjadi seorang gembala, mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya. Persembahan siapakah yang diterima? Habel! Tuhan mengindahkan persembahan Habel dengan mendatangkan api yang menghabiskan korban Habel sedangkan milik Kain tinggal diam.
Mengapa persembahan Habel diterima? Karena ia mempersembahkan yang terbaik yang ia miliki. Ia mempersembahkan anak sulung kambing domba. Anak sulung adalah hasil pertama, itu adalah yang terbaik. Yang dipersembahkan adalah lemak-lemaknya, itu berarti ia mempersembahkan yang terbaik dari yang terbaik. Dan ia pun mengorbankan darah yang melambangkan persembahan korban. Dan Tuhan mengindahkan persembahan Habel.
Mengetahui hal itu, Kain saat itu merasa marah karena iri mengapa Tuhan menerima persembahan Habel sedangkan persembahannya sendiri tidak. Rasa iri ini menguasai dirinya sehingga hatinya menjadi panas dan mukanya muram.
Jadi teman-teman, di sini kita belajar tentang asal mula timbulnya iri hati:
Ø   Kain iri hati kepada Habel karena ia tidak mendapat apa yang Habel miliki, yaitu penerimaan korban persembahan. Ia merasa sudah berusaha melakukan bagian yang sama tapi tidak mendapat feed back yang sama.
Ø   Tuhan memperlakukan Kain dan Habel dengan cara berbeda, itu juga yang membuat Kain iri. Ia merasa Tuhan tidak adil sehingga ia marah.
Coba kita lihat diri kita, apakah kita pernah merasa seperti yang dirasakan oleh Kain?  Kita iri saat teman kita memiliki apa yang tidak miliki, mereka lebih berprestasi dari kita? Kita iri waktu dibanding-bandingkan dengan teman atau saudara kita? Atau kita iri karena kita merasa orang tua kita lebih menyayangi adik atau kakak kita? Yang ingin kakak katakan di sini adalah, rasa iri hati itu bisa dialami siapa saja, saya, adek2 semua, kakak2, bahkan orang-orang tua. Padahal jika kita mau teliti lagi, apakah benar orang lain itu lebih baik dari kita? Apakah benar orang tua kita juga lebih menyayangi adik atau kakak kita?
Mungkin kadang orang lain memiliki kelebihan yang tidak kita miliki. Tapi, hey! Kita juga memiliki kelebihan yang tidak mereka miliki! Tuhan, ketika menciptakan kita, sudah memperlengkapi kita dengan talenta dan karunia. Kita diciptakan Tuhan dengan istimewa. Tidak ada alasan untuk iri hati. Yang harus kita lakukan adalah, temukan apa kelebihan kita dan kembangkan! Pergunakan itu untuk memuliakan Dia!
Kemudian tentang kasih sayang orang tua yang tampak tidak adil. Itu juga tidak benar. Jika orang tua tampaknya lebih memperhatikan adik kita, iya, donk! Kan dia masih kecil, dia belum bisa mengurus dirinya sendiri seperti kita. Dia masih membutuhkan banyak perhatian orang tua. Kita hitung berapa selisih usia kita dengan adik kita. Sebesar itulah sebenarnya perhatian orang tua lebih banyak kepada kita. Jika selisih tiga tahun, itu artinya orang tua kita sudah tiga tahun lebih dulu menyayangi kita sebelum adik kita ada. Masa kita tidak mau berbagi yang tiga tahun itu dengan adik kita?

Yang kedua yang bisa kita pelajari adalah tentang sikap kita ketika rasa iri itu mulai muncul.
Secara garis besar, ada dua respon yang bisa diambil, yaitu respon positif dan negatif. Respon negatif adalah respon yang merusak. Sedangkan respon positif adalah menannggapi rasa iri itu dengan kepala dingin. Dengan tenang dan memikirkan bahwa mungkin saja, ketika orang lain mendapat lebih baik dari kita, dia memang layak untuk itu. Mungkin kita kurang bekerja keras dan sebagainya. Contohnya waktu teman kita dapat nilai lebih bagus dari kita, kita menerimanya dengan tenang. Teman kita itu pasti belajarnya lebih keras dari kita jadi kenapa harus iri?
Lalu, bagaimana dengan Kain? Respon mana yang ia ambil? Yang positif atau yang negatif?
Kita lihat di ayat yang kedelapan. Dia mengambil respon negatif dengan membunuh Habel di padang. Ia melakukannya karena rasa iri mengalahkan dia. Dia tidak berpikir panjang ketika itu.
Nah, teman-teman, memang kita sering melakukan hal-hal bodoh dan konyol saat kita dikuasai rasa iri hati. Mungkin kita tidak sampai menghilangkan nyawa orang lain karena rasa iri hati itu tapi dari tindakan-tindakan kita, kita dapat melukai hati orang lain.
Jika itu sudah terjadi pada kita, apa yang seharusnya kita lakukan?
Ø    Kita harus mohon ampun kepada Tuhan karena rasa iri itu.
Ø    Kita juga harus berani untuk meminta maaf kepada orang yang kita sakiti karena rasa iri hati itu.
Ø    Dan kita juga minta pertolongan Tuhan untuk membuat kita kuat saat menghadapi perasaan iri itu supaya rasa iri tidak lagi menguasai kita. Kita bisa melakukannya karena Tuhan sendiri berkata di ayat ketujuh, ”engkau harus berkuasa atasnya”. Kita harus menguasai dosa iri hati itu.

Yang ketiga yang bisa kita pelajari adalah dampak yang terjadi jika kita tidak bisa berespon positif.
Karena tidak meresponi dengan positif, Kain membunuh Habel. Seperti ayahnya, Adam, Kain adalah seorang pembohong dan pembunuh. Di pasal 3, kita bisa melihat dosa melawan Allah dengan tidak menaati perintah-Nya, dia bagian ini, kita melihat dosa manusia melawan manusia dengan membunuh. Itu adalah dosa melawan manusia yang pertama ditulis di Alkitab.
Apa dampak dosa itu? Sekali berdosa, akan sulit untuk bisa lepas darinya. Setelah membunuh, Kain mulai berbohong dengan tidak jujur terhadap pertanyaan Tuhan (ayat 9).
Sebenarnya Tuhan mengetahui perbuatan Kain, tapi Ia berharap Kain sendiri mau mengakui kesalahannya. Tapi bukan itu yang terjadi. Lebih lanjut karena ketidakjujurannya, Tuhan mengutuk Kain (11-12). Ia akan terbuang  jauh dari tanah tempat ia membunuh adiknya. Ia akan menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi.
Itu adalah dampak yang dialami Kain. Bagaimana dengan kita? Jika kita yang melakukannya, kita juga akan mendapat hukuman sendiri. Hukuman itu bisa datang melalui guru, orang tua, dan juga orang lain yang mungkin diapakai Tuhan untuk memperingatkan kita.

Jadi teman-teman, sepanjang hari ini kita belajar tentang iri hati itu sendiri. Sebelum kita mengakhiri, kita akan sedikit mengulang lagi tentang hal apa yang harus dilakukan saat rasa iri itu muncul:
Ø  Mengakui dan mengenali bahwa yang kita rasakan adalah rasa iri dan minta tolong Tuhan untuk membuat kita kuat dalam menghadapinya supaya kita tidak jatuh ke dalam dosa.
Ø  Mengakui bahwa saat orang lain mendapat hal yang lebih baik dari kita, mereka mungkin memang layak untuk itu. Kita harus lebih berusaha lagi mengembangkan talenta yang telah Tuhan percayakan kepada kita.
Ø  Kembangkanlah semangat berpuas hati dengan Mensyukuri setiap anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita sehingga kita tidak lagi iri terhadap apa yang tidak kita miliki,
Ø  dan percaya, bahwa apa yang ada dalam diri kita saat ini adalah yang terbaik yang diberika kepada kita.




By:
Cyntia Puspa Pitaloka
Juni 2009

No comments: