Saturday, September 28, 2013

SYOK SEPTIK

Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hipoperfusi ini menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan delivery oksigen, sehingga menimbulkan disfungsi seluler.



Sepsis merupakan respon sistemik host terhadap infeksi sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi. Diagnosis sepsis ditegakkan apabila terdapat minimal 2 dari gejala SIRS (Systemic Inflammation Response Syndrome) yaitu: (1) Demam (suhu oral >38oC) atau hipotermia (<36oC); (2) Takipnea (RR>24x/menit); (3) Takikardi (Nadi > 90x/menit); (4) Leukositosi (Leu > 12.000/microliter) atau Leukopenia (Leu < 4000/microliter), atau >10%Bands, dengan disertai infeksi yang dapat diperkirakan atau dibuktikan.

Dikatakan sebagai sepsis berat apabila terdapat sepsis disertai dengan hipotensi atau hipoperfusi, yang mengarah pada satu atau lebih dari tanda disfungsi organ, misalkan:
1.       Kardiovaskuler: TD Sistolik <90 mmHg atau MAP < 70 mmHg yang responsif terhadap terapi cairan
2.       Renal: Urine output <0,5 ml/kg/jam selama 1 jam dengan terapi cairan adekuat
3.       Respiratori: PaO2/FiO2 <250
4.       Hematologis: Hitung trombosit <80.000/mcL atau penurunan >50% dari nilai tertinggi 3 hari sebelumnya
5.       Metabolik asidosis yang tidak dapat dijelaskan, pH <7,3 atau defisit basa >5mEq/l dan level laktat plasma >1,5x nilai normal lab tertinggi
6.       Pada resusitasi cairan yang adekuat, PAWP>12mmHg atau CVP>8mmHg

Jika sepsis dengan hipotensi yang menetap selama > 1 jam dengan resusitasi cairan yang adekuat atau membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan TD sistolik >90mmHg, maka disebut sebagai syok septik.
Syok septik dibagi dalam bentuk hiperdinamik (warm shock-fase I) dan hipodinamik (cold shock-fase II). Warm shock ditandai dengan CO yang tinggi dan PVR yang rendah. Vasodilatasi akibat pengeluaran mediator radang → menurunkan Total Peripheral Vascular Resistance dan merusak endotel → meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Kedua hal ini mengakibatkan maldistribusi aliran darah → hipovolemi. Respon tubuh adalah pengeluaran katekolamin untuk meningkatkan CO dan kontraktilitas miokard, namun TD tidak dapat meningkat adekuat sehingga terjadi hipoperfusi → produksi asam laktat. Sebagian besar pasien akan berada dalam fase ini selama 6 – 72 jam.

Cold shock terjadi pada fase akhir dari syok septik. Dua gejala utamanya adalah suhu subnormal dan leukopenia. Hipotensi dan hipoperfusi bertambah hebat. Kulit menjadi dingin dan timbul bercak2 lebih luas. Nadi dan napas cepat karena rangsang simpatis dan peningkatan level katekolamin. CO menurun, terjadi vasokonstriksi selektif pada sirkulasi ginjal, paru, dan splanchnic. Menyebabkan gagal multisistem: edem paru, ARDS, gagal hati dan jantung, dan DIC. Kesadaran menurun bersamaan dengan penurunan perfusi cerebral.

Tatalaksana Syok
Surviving Sepsis Campaign Care Bundles 2012 membagi tatalaksana menjadi 2, yaitu tatalaksana dalam 3 jam dan 6 jam pertama setelah diagnosis sepsis ditegakkan
Yang harus diselesaikan dalam 3 jam pertama:
1.       Ukur asam laktat darah. Asam laktat merupakan marker hipoperfusi jaringan. Meningkat apabila didapatkan nilai > 4mmol/L
2.       Kultur darah sebelum pemberian antibiotik
3.       Berikan antibiotik spektrum luas (empiris) secara intravena. Ganti dengan antibiotik sesuai kultur segera setelah hasil muncul. Terapi diberikan selama 7-10 hari.
4.       Berikan challenge kristaloid 30 ml/kg jika terdapat hipotensi atau laktat> 4 mmol/L, berikan dalam waktu 30 menit. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa pemberian koloid HES tidak memberikan perbedaan tingkat mortalitas dibandingkan dengan NaCl 0,9%. Disarankan penggunaan albumin apabila dibutuhkan koloid.

Yang harus diselesaikan dalam 6 jam pertama:
5.       Berikan vasopresor (untuk hipotensi yang tidak respon terhadap terapi cairan inisial) untuk mempertahankan MAP > 65 mmHg
6.       Pada kasus di mana terjadi hipotensi persisten (syok septik)
a.       Ukur CVP
b.      Ukur saturasi oksigen Vena Sentral (ScvO2)
7.       Ukur kembali nilai laktat jika nilai laktat inisial tinggi. Jika masih tinggi, lakukan resusitasi untuk menormalkannya.

Target yang harus dicapai pada resusitasi inisial dalam 6 jam pertama:
1.       Tekanan Vena Sentral (CVP) 8 – 12 mmHg
2.       MAP > 65 mmHg
3.       Produksi urin >0,5 ml/kg/jam
4.       Saturasi oksigen vena campuran atau vena sentral >70% atau >65%. Jika saturasi oksigen tidak mencapai target, pertimbangkan pemberian cairan ulang, transfusi PRC hingga Hct >30% atau infus dobutamin maksimal 20 mcg/kgBB/menit

Pengukuran Tekanan Vena Sentral (Central Venous Pressure)
CVP diukur dengan memasukkan kateter poli ethylene dari vena tepi sehingga ujungnya berada di
dalam atrium kanan atau di muara vena cava.
Tekanan vena sentral merefleksikan:
-          tekanan pada atrium kanan.
-          beban awal jantung kanan
-          tekanan ventrikel kanan pada akhir diastole.
Tekanan vena central memberikan informasi tentang tiga parameter: volume darah intravaskuler, keefektifan jantung sebagai pompa, dan tonus vaskular. Pada akhirnya, CVP dapat memberikan informasi mengenai respon vaskuler terhadap pemberian terapi cairan.

Tujuan Pemasangan CVC:
1.       Mengetahui tekanan vena sentralis (TVS/CVP)
2.       Untuk memberikan total parenteral nutrition (TPN) ; makanan kalori tinggi secara intravena
3.       Untuk mengambil darah vena
4.       Untuk memberikan obat – obatan secara intra vena
5.       Memberikan cairan dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat
6.       Dilakukan pada penderita gawat

Indikasi Pemasangan CVC
1.       Pengukuran tekanan vena sentral (CVP).
2.       Pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
3.       Pengukuran oksigenasi vena sentral.
4.       Nutrisi parenteral dan pemberian cairan hipertonik atau cairan yang mengiritasi yang perlu
1.       pengenceran segera dalam sistem sirkulasi.
5.       Pemberian obat vasoaktif per drip (tetesan) dan obat inotropik(Sebagai jalan masuk vena
2.       bila semua tempat IV lainnya telah lemah)
6.       Pasien yang mengalami gangguan keseimbangan cairan.
7.       Digunakan sebagai pedoman penggantian cairan pada kasus hipovolemi
8.       Mengkaji efek pemberian obat diuretik pada kasus-kasus overload cairan
9.       Sebagai pilihan yang baik pada kasus penggantian cairan dalam volume yang banyak

Terapi Vasopressor
Terapi dengan vasopressor dibutuhkan untuk menunjang hidup dan memelihara perfusi pada hipotensi yang mengancam jiwa, sekalipun hipovolemia belum teratasi. Disarankan untuk mencapai target MAP 65 mmHg pada terapi inisial. Dibawah batas MAP, autoregulasi menghilang dan perfusi bergantung pada tekanan.

NOREPINEFRIN
Saat ini, Norepinefrin adalah pilihan utama untuk mengatasi syok septik.
-          Stimulasi reseptor a1 perifer dan B jantung
-          Meningkatkan MAP dengan Vasokonstriksi dan sedikit saja penambahan CO dan SV, sehingga butuh tambahan inotropik (dopamin) pada keadaan kontraktilitas jantung yang jelek. (CO = SV x HR)
-          Meningkatkan TD tanpa menyebabkan perubahan Cardiac Index dan Fungsi Organ
-          Efek kurang baik untuk hemodinamik ginjal, potensial iskemia.
-          Baik untuk warm shock
-          Dosis: 0,03 – 1,5 mcg/kgBB/menit

EPINEFRIN
Jika perlu ditambahkan atau diganti, Epinefrin bisa menjadi pilihan selanjutnya.
-          Agen a dan B adrenergik
-          MAP ditingkatkan dengan mengubah cardiac index dan TD perifer
-          Dapat meningkatkan HR, TD, SV, cardiac index, hantaran dan penggunaan oksigen.
-          Efek samping: Meningkatkan asam laktat, aliran darah sirkulasi splanknik menurun.
-          Pemberian melalui vena sentral, dalam Dextrose 5%
-          Dosis: 0,1 – 0,5 mg/kgBB/min

Vasopressin
-          Agen non katekolamin.
-          Diberikan bila syok refrakter terhadap resusitasi cairan adekuat dan vasopresor dosis tinggi. Dapat ditambahkan pada NE dengan tujuan meningkatkan MAP atau menurunkan dosis NE.
-          Dosis 0,01 – 0,04 U/min
-          Menurunkan kebutuhan katekolamin, sehingga mempertahankan perfusi ginjal dan mesenterik.

FENILEFRIN
-          Pure a adrenergik → kurang menimbulkan takikardi
-          Menurunkan SV → menurunkan CO, tidak direkomendasikan untuk Syok Septik kecuali pada keadaan NE a) menimbulkan aritmia serius, b) CO tinggi c) terapi akhir apabila vasopressor lain gagal mencapai target MAP
-          Meningkatkan TD pada syok hiperdinamik
-          Pemberian melalui vena sentral, dalam Dextrose 5%
-          Dosis 0,5-o,8 mcg/kg/min

TERAPI INOTROPIK
DOPAMIN
-          Efek bergantung dosis:
o   Dosisi <5mcg/kgBB/min → vasodilatasi pd ginjal dan mesenterikus
o   Dosis 5-10 mcg/kgBB/min → aktivasi B1 adrenergik → peningkatan kontraktilitas jantung dan denyut jantung
o   Dosis >10 mcg/kgBB/min → aktivasi a1 adrenergik → vaskon arteri, TD meningkat
-          Meningkatkan MAP dan CO karena SV yang meningkat.
-          Meningkatkan Cardiac index
-          Efektif bila fungsi jantung masih baik
-          Efek samping: takikardi dan aritmogenik
-          Baik untuk cold shock
-          Dosis: 2 – 25 mcg/kgBB/min dalam PZ atau D5% melalui vena sentral
-          Sebelum mulai terapi, lakukan fluid challenge dulu.
-          Titrasi tiap 15-20 meint, target: TD sistole 90mmHg, prod urin > 30ml/jam

DOBUTAMIN
-          Inotropik pilihan pertama
-          Rangsang reseptor B1 → CO meningkat
-          Efek vasodilatasi dan penurunan TD
-          Untuk pasien dengan TD rendah dan CO rendah
-          Pertimbangkan pada pasien dengan TD dan MAP adekuat tapi Cardiac index rendah (CI = CO/BSA)
-          Px sepsis yang tetap hopotensi setelah resusitasi cairan dapat memiliki CO rendah, normal, atau tinggi. Karena itu, terapi kombinasi dengan NE/E dianjurkan jika CO tidak terukur.
-          Dosis 2 – 25 mcg/kgBB/min, vena sentral, D5% atau PZ

Source:
Dellinger et al, 2012 Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012  dalam Critical Care Medicine Journal February 2013 • Volume 41 • Number 2 www.ccmjournal.org
Maier, Ronald. Approach to The Patient With Shock. Dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th Edition. Volume II. Editors, Dan L. Longo et al. McGraw-Hill Companies Inc.
Chen; Pohan. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor Sudoyo et al. Jakarta: Interna Publishing.
Bramantono, Savitri. 2011. Terapi Vasopresor pada Syok Septik. Dalam SITOKINES IV. Institite of Tropical Disease, Airlangga University. Surabaya.
Septic Shock How to Detect It Early www2.hawaii.edu Sharon C. Wahl, RN, MSN
Rokhaeni H. (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta: Bidang Diklat RS



No comments: