Saturday, September 28, 2013

Pterigium

BAB 1
PENDAHULUAN

Pterigium adalah satu dari beberapa kondisi mayor yang mengancam penglihatan di negara berkembang (Saerang, 2013). Pterigium merupakan pertumbuhan epitel konjungtiva bulbi dan jaringan ikat subkonjungtiva pada mata dan dapat menganggu penglihatan (Erry dkk, 2011). Kondisi ini menciptakan beberapa masalah, termasuk mata kering (dry eye), astigmatisme irregular, dan masalah kosmetik yang sulit diterima (Saerang, 2013). Pada tingkat lanjut, pterigium berpotensi menimbulkan kebutaan dan membutuhkan operasi kompleks untuk rehabilitasi visual secara penuh (Gazzar, 2002).
Distribusi pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering yangmerupakan karakteristik dari daerah di sekitar khatulistiwa (Saerang, 2013). Di populasi, prevalensi pterigium bervariasi, mulai 1,2% di daerah perkotaan pada penduduk berkulit putih, sampai 23,4% pada populasi berkulit hitam di Barbados (Gazzar, 2002). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, prevalensi pterigium di Indonesia pada kedua mata didapatkan 3,2% sedangkan pterigium pada satu mata 1,9% dengan prevalensi yang meningkat dengan bertambahnya umur.  Jawa timur menduduki peringkat keenam di Indonesia dengan prevalensi 4,9% pada kedua mata, dan 2,7% pada satu mata (Erry dkk, 2011).


Banyak cara dapat dilakukan untuk mencegah pterigium menimbulkan masalah, antara lain dengan menghindari faktor-faktor yang dapat memperburuk kondisi seperti kekeringan, debu, angin, dan sinar Ultraviolet, dan melakukan tindakan bedah eksisi atas indikasi (Erry, 2011) namun tidak semua penderita mengetahui kondisi penyakitnya dan melakukan pengobatan dengan tepat. Pengetahuan mengenai faktor risiko, penyebab, dan distribusi penyakit dapat bemanfaat untuk mencegah bekembangnya penyakit sampai ke tingkat lanjut (Gazzar, 2002) yang diharapkan dapat menurunkan dampak sosial dan ekonomi untuk penyakit ini. Melalui makalah pterigium ini, penulis berharap dokter umum dapat mengenali gejala dan tanda, dapat membuat diagnosis berdasakan pemeriksaan fisik, dan memberi terapi pendahuluan sesuai kompetensinya sebelum merujuk ke spesialis mata.




No comments: