HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI
KUNJUNGAN KE POSYANDU DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA
DI RW IV DUSUN KEBONJATI
DESA KLAMPOK KECAMATAN SINGOSARI KABUPATEN
MALANG TAHUN 2012
Alvita Sari, Cyntia
Puspa Pitaloka, Dwita Permatasari, Irfan Deny Sanjaya, M. Agung Marzah, Zakaria
Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga, 2012
Abstrak: Angka prevalensi gizi kurang dan buruk Secara nasional
maupun di Jawa Timur masih cukup tinggi. Posyandu merupakan salah satu usaha
pemerintah untuk menurunkan angka tersebut. Keberhasian posyandu telah terbukti
menaikkan derajat kesehatan masyarakat. Frekuensi kunjungan ke Posyandu telah
terbukti meningkatkan pengetahuan ibu. Namun demikian, belum didapatkan
penelitian yang membahas mengenai keterkaitan antara frekuensi kunjungan ke
Posyandu dengan status gizi balita.
Tujuan penelitian ini adalah membuktikan adanya hubungan dan kuat hubungan
antara frekuensi kunjungan ke Posyandu dengan status gizi anak balita di RW IV Dusun
Kebonjati, Desa Klampok, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.
Metode penelitian yang digunakan adalah analitik
observasional cross sectional study. Pengambilan sampel secara total sampling sebesar 61 anak balita. Instrumen yang
digunakan adalah timbangan dacin, data sekunder dari buku KIA/KMS, dan kuesioner. Frekuensi kunjungan ke Posyandu
dibedakan menjadi <8x dan ≥8x pertahun, sedangkan status gizi dibagi menjadi gizi lebih, baik, kurang,
dan buruk.
Hasil penelitian ini menunjukkan anak
balita dengan frekuensi kunjungan ke Posyandu <8x selama tahun 2012 sebesar
54,1% dan yang ≥8x sebesar 45,9%. Status gizi anak balita dengan gizi lebih
(1,6%), gizi baik (60,7%), gizi kurang (34,4%), dan gizi buruk (3,3%). Alasan
ketidakhadiran paling banyak adalah karena Ibu/Wali lupa 24,59%. Berdasarkan
analisis statistik uji korelasi chi-square (α=0,05) didapatkan nilai p> 0,05
yaitu p=0.000 dengan koefisien phi 0,649.
Penelitian ini menunjukkan hubungan kuat
antara frekuensi kunjungan ke Posyandu
dengan status gizi anak balita dan mengindikasikan bahwa kegiatan
yang dilaksanakan masyarakat ketika Posyandu berkontribusi dalam meningkatkan
status gizi anak balita.
Kata Kunci: frekuensi; posyandu; anak balita;
status gizi
PENDAHULUAN DAN TINJAUAN PUSTAKA
Status gizi
merupakan keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara jumlah asupan zat
gizi dan jumlah yang dibutuhkan tubuh untuk berbagai fungsi biologis meliputi
pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan. Indikator
Status gizi merupakan tanda yang dapat memberikan gambaran tentang keadaan
keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh meliputi
pertumbuhan fisik ukuran tubuh antropometri (berat badan, tinggi badan, dan
lainnya) (1).
Status gizi balita merupakan salah satu indikator penting
masalah kesehatan karena periode lima tahun pertama kehidupan seorang anak
merupakan masa kritis. Salah satu target Milennium Development Goals (MDGs)
Indonesia adalah menurunkan prevalensi balita gizi kurang dan buruk pada tahun
2015 menjadi setengah dari keadaan 1990 yaitu <15% (2). Secara nasional sudah
terjadi penurunan prevalensi kurang gizi (berat badan menurut umur) pada balita
dari 18,4% tahun 2007 menjadi 17,9% tahun 2010 (3). Di Jawa Timur, prevalensi gizi kurang (9,2%) dan gizi buruk
(2,5%) lebih kecil daripada prevalensi nasional namun masih terdapat
kesenjangan antar Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, status gizi balita masih
menjadi perhatian baik di tingkat nasional maupun Jawa Timur
Ada
berbagai cara dalam hal menilai status gizi. Salah satu pengukuran status gizi
dengan menggunakan antropometri. Pengukuran status gizi secara antropometri
pada balita sudah ditetapkan melalui SK Menkes RI nomor
920/Menkes/SK/VIII/2002. Ada dua jenis antropometri yang digunakan dalam
mengidentifikasi status gizi, yaitu berat badan (BB) dan tinggi badan (TB).
Kedua jenis antropometri ini disajikan dalam bentuk indeks dan rasio tinggi
badan terhadap umur (TB/U), berat badan menurut umur (BB/U), dan rasio berat
badan terhadap tinggi badan (BB/TB). Rasio TB/U mencerminkan status gizi masa
lalu, karena tinggi badan merupakan outcome kumulatif status gizi sejak dilahirkan
hingga saat ini, sedangkan status gizi yang diukur dengan rasio BB/U
mencerminkan kondisi outcome tentang status gizi saat ini (4).
Dalam rangka
mencapai salah satu MDGs yakni untuk menurunkan angka kematian bayi, pemerintah
melalui Kemenkes melakukan revitalisasi Posyandu. Revitalisasi Posyandu adalah
upaya pemberdayaan Posyandu untuk mengurangi dampak dari krisis ekonomi
terhadap penurunan status gizi dan kesehatan ibu dan anak. Maka diperlukan juga
keaktifan dari ibu untuk memeriksakan anaknya di Posyandu demi meningkatnya
status gizi anak tersebut. Untuk mengetahui keadaan gizi dan mengenali apakah
anak tumbuh normal telah dikembangkan KMS sebagai alat sederhana yang mudah
digunakan di masyarakat. Berdasarkan data KMS, orang tua balita dapat segera
meminta pertolongan kepada kader dan petugas kesehatan di Posyandu apabila
berdasarkan KMS anak mempunyai masalah pertumbuhan (5). Namun, partisipasi ibu dalam program Posyandu biasanya menurun
setelah anak mencapai usia dua tahun padahal seharusnya terus berpartisipasi
dalam Posyandu sampai lima tahun (6).
Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti
tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan antara frekuensi kunjungan ke
Posyandu dengan status gizi anak balita di RW IV Dusun Kebonjati Desa Klampok Kecamatan
Singosari Kabupaten Malang pada tahun 2012 dengan tujuan khusus (1) Mempelajari
frekuensi kunjungan ke Posyandu di RW IV Dusun Kebonjati Desa Klampok Kecamatan
Singosari Kabupaten Malang, (2) Mempelajari distribusi status gizi anak batita
di RW IV Dusun Kebonjati Desa Klampok Kecamatan Singosari Kabupaten Malang, dan
(3) Membuktikan hubungan antara frekuensi kunjungan ke Posyandu dengan status
gizi anak balita di RW IV Dusun Kebonjati Desa Klampok Kecamatan Singosari
Kabupaten Malang. Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan antara frekuensi
kunjungan ke Posyandu dengan status gizi anak balita di
RW IV Dusun Kebonjati Desa Klampok Kecamatan Singosari Kabupaten Malang.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional
dengan desain cross sectional karena
pengumpulan data untuk variabel bebas dan terikat dilakukan dalam waktu yang
bersamaan. Penelitian ini dilakukan di RW IV, Dusun Kebonjati, Desa Klampok,
Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang mulai tanggal 9 - 15 Desember 2012. Populasi terjangkau penelitian ini adalah seluruh anak
balita di RW IV, Dusun Kebonjati, Desa Klampok, Kecamatan Singosari,
Kabupaten Malang dengan sampel adalah populasi yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Yang menjadi kriteria inklusi adalah
anak balita yang berada di lokasi penelitian pada saat dilakukan pengambilan
data. Sedangkan yang menjadi kriteria eksklusi adalah apabila ibu/wali anak
balita menolak berpartisipasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, yaitu menggunakan
seluruh sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan dipatkan sampel
sebesar 61 anak balita.
Variabel terikat pada
penelitian ini adalah status gizi dan variabel bebas adalah frekuensi kunjungan
anak balita ke Posyandu.
Data diambil dan dikumpulkan
melalui pengukuran berat badan menggunakan dacin kemudian dilakukan pengukuran
melalui indeks berat badan menurut umur berdasarkan Standar Antropometri Status
Gizi Anak Kemenkes 2010 (7).
Frekuensi kunjungan dalam satu tahun didapatkan dari buku KMS/KIA selama tahun
2012. Untuk menggambarkan alasan ketidakhadiran anak balita dalam Posyandu
dilakukan wawancara dengan bantuan kuesioner.
Pengolahan
data pada penelitian ini diawali dengan proses pengkodean data (kodifikasi)
selanjutnya dilakukan tabulasi data untuk memudahkan entry data ke komputer. Kemudian data tersebut dianalisis dengan
uji statistik chi-square, untuk
mengetahui hubungan antara kedua variabel pada α = 0,05. Pengolahan dan
analisis data dengan menggunakan program komputer SPSS versi 17.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Desa
Klampok termasuk dalam wilayah Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang yang
terbagi atas tiga dusun, yaitu Dusun Krajan, Dusun Kebonjati, dan Dusun Sumbul.
Jumlah penduduk Desa Klampok adalah 10469 dengan jumlah laki-laki 5071 dan
perempuan 5398 jiwa. Mata pencaharian penduduk di Desa Klampok mayoritas
sebagai buruh tani (40%) dan petani (30%). Jumlah penduduk yang tidak sekolah
masih cukup banyak yaitu 1855 (19%) jiwa, dan terbanyak adalah tamat Sekolah
Dasar sebanyak 3416 (35%) jiwa. Jumlah Kepala Keluarga (KK) 2891 dengan 402 KK
miskin. Fasilitas kesehatan berupa Posyandu sebanyak 8 unit dan Polindes 1
unit, sedangkan bidan desa ada 2 orang dan dukun beranak 8 orang.
Berikut
ini adalah karakteristik responden.
Frekuensi Kunjungan
|
Kontrol (n=61)
|
||
<8 x
|
≥8 x
|
||
Ibu/Wali
|
|||
Usia (tahun)
|
|||
18 – 39
|
26
|
26
|
52
|
40 – 59
|
7
|
2
|
9
|
Total
|
33
|
28
|
61
|
Pendidikan
|
|||
Tidak Tamat SD
|
7
|
0
|
7
|
Tamat SD
|
9
|
10
|
19
|
Tamat SMP
|
12
|
6
|
18
|
Tamat SMA/SMK
|
4
|
12
|
16
|
Sarjana
|
1
|
0
|
1
|
Total
|
33
|
28
|
61
|
Pekerjaan
|
|||
IRT
|
26
|
24
|
50
|
Swasta
|
3
|
2
|
5
|
Pedagang
|
3
|
1
|
4
|
Petani
|
0
|
1
|
1
|
Guru
|
1
|
0
|
1
|
Total
|
33
|
28
|
61
|
Alasan
Ketidakhadiran
|
|||
Ibu Lupa
|
8
|
7
|
15
|
Ibu Bekerja
|
10
|
1
|
11
|
Anak Sekolah
|
2
|
1
|
3
|
Anak Tidur
|
1
|
4
|
5
|
Bepergian
|
3
|
4
|
7
|
Lain – lain
|
9
|
4
|
13
|
Total
|
33
|
21
|
54
|
Anak Balita
|
|||
Jenis Kelamin
|
|||
Laki – laki
|
17
|
17
|
34
|
Perempuan
|
16
|
11
|
27
|
Total
|
33
|
28
|
61
|
Status Gizi
|
|||
Gizi Lebih
|
0
|
1
|
1
|
Gizi Baik
|
11
|
26
|
37
|
Gizi Kurang
|
20
|
1
|
21
|
Gizi Buruk
|
2
|
0
|
2
|
Total
|
33
|
28
|
61
|
Umur
ibu/wali balita dikelompokkan berdasarkan tahapan rentang kehidupan “usia
kronologi” berdasarkan Erikson (8).
Dari tabel, dapat dilihat bahwa mayoritas kelompok umur ibu/wali anak balita RW
IV Dusun Kebonjati Desa Klampok adalah umur 18-39 tahun. Sebagian besar pendidikan ibu/wali anak balita
RW IV Dusun Kebonjati Desa Klampok adalah tamat SD. Berikut ini adalah
karakteristik responden berdasarkan pekerjaan ibu/wali balita. Mayoritas pekerjaan
ibu/wali anak balita RW IV Dusun Kebonjati Desa Klampok adalah ibu rumah tangga
sebanyak 50 (82%) orang. Jenis kelamin anak balita RW IV Dusun Kebonjati Desa
Klampok lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Berikut ini adalah frekuensi
kunjungan anak balita ke Posyandu. Anak balita yang mengunjungi Posyandu <8x
pertahun lebih banyak daripada yang mengunjungi Posyandu ≥8x pertahun.
Cakupan balita yang
ditimbang di Posyandu (D/S) secara nasional pada tahun 2011 sebesar 61,4 % (9)
menunjukkan bahwa frekuensi kunjungan ke Posyandu yang kurang merupakan masalah
nasional. Hal ini menyebabkan tumbuh kembang anak balita tidak terpantau
sekaligus kehilangan kesempatan untuk melakukan edukasi terhadap keluarga
mengenai kesehatan anak balita.
Alasan ketidakhadiran ibu/wali dan anak balita di Posyandu
terbanyak adalah karena ibu/wali lupa dan bekerja. Sebagian besar alasan yang
diungkapkan oleh ibu/wali anak balita memiliki kesamaan yaitu berkaitan dengan
waktu buka Posyandu. Posyandu sebenarnya dapat buka minimal satu kali dalam satu
bulan namun apabila diperlukan maka Posyandu dianjurkan untuk dibuka lebih
sering (3). Dengan demikian
diharapkan capaian D/S akan meningkat. Berikut adalah distribusi status gizi
anak balita.
Mayoritas anak balita di Dusun Kebonjati Desa Klampok
berstatus gizi baik (60,7 %). Gizi kurang masih cukup banyak yaitu 21 (34,4%)
anak balita. Hanya ada 1 anak balita yang bergizi lebih dan 2 anak balita yang
bergizi buruk. Berikut adalah tabulasi silang antara frekuensi kunjungan ke
Posyandu dengan status gizi anak balita.
Pada tabel, dapat dilihat bahwa ada status gizi anak
balita yang gizi kurang (34,4%) dan gizi buruk (3,3%). Prevalensi gizi kurang
dan buruk di Indonesia sejak tahun 2007
tidak mengalami perubahan yang berarti. Masalah gizi pada balita telah menjadi masalah yang mendasar dan sulit untuk
diperbaiki.
Prevalensi gizi lebih pada balita
Indonesia mencapai 14% pada tahun 2010 (3). Dari hasil penelitian didapatkan ada 1 anak balita yang ditemukan
dengan gizi lebih yang juga harus diperhatikan dan di edukasikan ke keluarga.
Banyak orang tua yang bangga apabila anaknya tampak gemuk, namun sesungguhnya
gizi lebih merupakan ancaman terselubung yang apabila luput dari perhatian dan
diabaikan dapat meningkatkan resiko menderita penyakit berbahaya seperti kelainan
jantung maupun diabetes mellitus di masa depan.
Berdasarkan uji chi-square
dengan α = 0,05 didapatkan nilai p=0,000 (p < α) sehingga ditolak, berarti
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara frekuensi kunjungan ke
Posyandu dengan status gizi anak balita RW IV Dusun Kebonjati Desa Klampok
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang Tahun 2012. Kekuatan hubungan kedua
variabel diukur dengan koefisien phi dan didapat hasil sebesar 0,649 dengan
nilai signifikansi 0,000 berarti terdapat hubungan yang kuat. Dalam penelitian
ini didapatkan nilai OR = 0,019 (95 % CI = 0,02–0,155) maka secara statistik
signifikan sebab CI nya tidak melewati angka 1. Berdasarkan nilai OR,
didapatkan hubungan bahwa frekuensi kunjungan ke Posyandu merupakan faktor
preventif terhadap gizi kurang dan buruk.
KESIMPULAN
1.
Tidak semua anak balita
RW IV Dusun Kebonjati Desa Klampok
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang berkunjung ke Posyandu. Ketidakhadiran di Posyandu ini dikarenakan
berbagai macam alasan, paling banyak karena ibu/wali lupa jadwal kegiatan
posyandu.
2.
Status gizi anak balita di
RW IV Dusun Kebonjati Desa Klampok
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang sebagian besar memiliki gizi yang baik, namun masih ada
anak balita dengan gizi kurang dan gizi buruk.
3.
Ada hubungan antara frekuensi kunjungan ke Posyandu dengan
status gizi balita di RW IV Dusun
Kebonjati Desa Klampok Kecamatan Singosari Kabupaten
Malang.
SARAN
1.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
mendorong peneliti lain untuk melanjutkan penelitian terhadap faktor-faktor
lain yang dapat mempengaruhi status gizi balita selain frekuensi kunjungan ke
Posyandu.
2.
Diharapkan ada penelitian lebih lanjut
tentang pemberdayaan Posyandu demi meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak.
3.
Peningkatan kualitas kegiatan Posyandu terutama usaha peningkatan gizi
anak balita
dengan pembinaan kader-kader Posyandu oleh tenaga kesehatan setempat agar
mendapat pengetahuan dan informasi mengenai status gizi balita.
4.
Pemerintah Desa
dan Puskesmas diharapkan dapat melakukan penanganan khusus pada kasus gizi
buruk yang ada dengan melakukan intervensi baik secara klinis, diet tinggi
kalori tinggi protein, maupun dalam hal ekonomi.
5.
Pemerintah Desa
serta Puskesmas diharapakan dapat ikut berperan dalam memantau keberhasilan kegiatan Posyandu guna meningkatkan dan memperbaiki status gizi anak balita.
6.
Pembina Posyandu
tingkat desa dapat melakukan pembinaan rutin sebulan sekali untuk evaluasi,
demi kelancaran serta keberhasilan kegiatan Posyandu.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Suyatno. Penentuan status gizi. 2012
[Internet]. Available from: http://suyatno.blog.undip.ac.id/files/2009/11/pengertian-penentuan-status-gizi.pdf
2.
Sedyaningsih, ER. Capaian MDGs Bidang
Kesehatan. 2010.
3.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kemkes RI. Riset Kesehatan Dasar 2010.
4.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Klasifikasi
Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita) [Internet]. 2002 [cited 2012 Dec
10]. Available from: http://perpustakaan.depkes.go.id
5.
Yogiswara, BA. Hubungan antara Tingkat
Partisipasi Ibu di Posyandu dengan Status Gizi Balita [Internet]. Universitas
Diponegoro; 2011. Available from:
http://eprints.undip.ac.id/32880/1/Bonaventura pdf
6.
Anwar, F dkk. High participation in the
Posyandu nutrition program improved children nutritional status. Nutr Res
Pract. 2010 Jun;4(3):208–2021.
7.
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Status Gizi Anak Kemenkes
2010. 2011.
8.
Hurlock, Elisabeth.
Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. 1980.
Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
9.
Direktorat Gizi dan Kesehatan
Masyarakat, Kebijakan Perencanaan dan
Penganggaran Bidang Kesehatan Tahun 2013 Untuk Mencapai Target RPJMN 2009 –
2014. 2012.
No comments:
Post a Comment