I IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. E
Umur : 34 tahun
Jenis
Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sidoarjo
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta IT
Pendidikan : Diploma I Multimedia
No.
Reg : 12139438
Pemeriksaan : tanggal 10 April 2012 pukul 16.00
II KELUHAN UTAMA
Tourette
syndrome. Sering bicara kotor tidak terkontrol
III DATA DASAR
AUTOANAMNESIS
Pasien pria, wajah sesuai usia, memakai kaos hitam dan celana jeans,
tampak senang menyambut kedatangan pemeriksa. Pasien merespon dengan baik
uluran tangan pemeriksa dan saat ditanya kabar, pasien menjawab, “baik”. Ketika
pemeriksa bertanya mengenai keluhan yang dialami pasien, pasien menjawab bahwa keadaannya
tidak banyak mengalami perubahan sejak minum obat yang diberikan oleh dokter. Pasien
masih sering bicara kotor tidak terkontrol sekalipun sudah meminum obat dari
dokter. Bahkan volume bicaranya dirasa pasien semakin meninggi dan pasien
berkata, “mungkin kalau diukur 70 desibel”. Pasien merasa bahwa obat
haloperidol yang diberikan oleh dokter dengan dosis 2 x 0,5 mg mungkin terlalu
kecil karena sebelumnya pernah mendapat pengobatan dengan Orap sampai dosis 2
mg/hari. Pasien mengatakan bahwa ada perubahan tapi hanya nol koma, mungkin
karena dosisnya kecil.
Mengenai keadaannya, pasien mengatakan bahwa setelah minum obat leher
pasien jadi sering kaku-kaku, namun membaik setelah minum obat yang diberikan oleh
dokter untuk menanggulangi efek samping obat haloperidol. Pasien dapat
menyebutkan bahwa hal itu mungkin karena parkinsonisme yang diakibatkan oleh
efek samping obat. Saat ditanya bagaimana pasien tahu, pasien menjawab bahwa
dia telah melakukan riset selama sepuluh tahun mengenai sakit yang dideritanya
karena keinginannya untuk sembuh. Dari penelitian melalui literatur dan video
yang didapat melalui internet, pasien mengetahui bahwa dirinya menderita
Tourette Syndrome. Pasien memulai risetnya sejak dosen kuliah S-1 nya mendudukkan pasien di bangku paling belakang
karena kata-kata kotor yang dikeluarkan pasien dinilai mengganggu. Karena tidak
kuat dengan diskriminasi dosen tersebut, akhirnya pada semester VI pasien
memutuskan untuk mengundurkan diri dari kuliah sarjana yang dia tempuh.
Pasien menceritakan bahwa dia mengalami Tourette syndrome sejak SD kelas
6. Saat itu pasien sering bicara “jancok” tidak terkontrol. Oleh orang tua,
pasien dibawa berobat ke seorang dokter ahli syaraf keturunan Belanda. Ketika
itu pasien diperiksa dengan lutunya dipukul-pukul dengan palu oleh dokter dan
didapati bahwa kaki kiri pasien memiliki refleks positif sedangkan kaki kanan
negatif. Lalu pasien diberi obat Orap. Setelah mengkonsumsi obat tersebut
sampai dosis 2 mg/hari, refleks di lutut pasien positif untuk kaki kanan dan
kiri. Namun saat mengkonsumsi obat itu, pasien jadi sering menangis sendiri.
Pasien jadi tidak bersemangat ke sekolah, padahal waktu itu pasien akan
menghadapi UNAS. Lalu oleh orang tua, pasien diminta untuk menghentikan
mengkonsumsi obat tersebut karena takut. Pasien mengatakan bahwa setelah minum
Orap, pasien tidak lagi bicara kotor selama tiga bulan penuh. Namun setelah itu
pasien kambuh kembali dan pasien tidak bisa kontrol ke dokter tersebut karena
dokter tersebut sudah meninggal. Sejak saat itu, pasien tidak pernah
mengkonsumsi obat sama sekali sampai satu bulan yang lalu saat pasien pergi
berobat ke seorang dokter di Probolinggo dan oleh dokter tersebut diberi obat
Depakote.
Ketika diminta menceritakan perjalanan penyakitnya, pasien menyarankan
untuk bertanya ke ibunya saja karena mungkin ada hal-hal yang tidak pasien ingat.
Namun saat pemeriksa meminta pasien menceritakan apa saja yang dapat dingatnya,
pasien dapat dengan baik menceritakan bahwa kemungkinan sakitnya sudah dimulai
sejak sebelum SD kelas 6 yang tidak disadari oleh pasien karena saat itu pasien
hanya merasakan sering berdehem dan mendengus-dengus. Mulai kelas 6 SD pasien
jadi mulai mengedip-kedipkan mata, suka latah, dan berbicara kotor. Menurut
pasien, hal itu terjadi sejak adanya masalah dalam keluarganya, yaitu ayah yang
berselingkuh dengan pembantu. Setelah kejadian itu, pasien sering melihat ayah marah-marah kepada ibu. Ayah pernah
memukul ibu dengan knalpot motor Honda 800. Ayah juga pernah melempar pisau
meskipun tidak diarahkan tepat ke ibu. Pasien merasa syok dan terguncang. Sejak
itu, pasien jadi sering merasa takut saat keluar rumah dan tidak berani
menghadapi teman-temannya. Padahal sebelumnya, pasien adalah anak laki-laki berbadan
besar yang pemberani.
Keluhan bicara kotor semakin meningkat sesuai dengan penambahan usia dan
perbendaharaan kata. Puncaknya adalah saat pasien kelas 2 SMA. Selama
wawancara, pemeriksa mendapati bahwa pasien sering mengeluarkan kata “tempik
turuk”, “susumu tak emut”, “jancok” yang tidak terkendali dengan volume kecil.
Ketika volume meningkat, pasien beberapa kali minta maaf ke pemeriksa. Setelah
kuliah transfer dari diploma I ke Sarjana yang tidak terselesaikan, pasien
sempat bekerja di tiga tempat. Salah satunya adalah di Dinas PU. Namun di
ketiga tempat tersebut pasien dipecat karena perilakunya yang mengganggu.
Pasien mengatakan bahwa saat ini, pasien dapat menahan dari bicara kotor
paling lama 20 menit saat pasien merasa tenang. Namun setelah itu, ada seperti
mekanisme “membayar hutang”, yaitu pasien jadi mengeluarkan banyak sekali
kata-kata kotor dalam satu waktu dengan volume besar. Volume yang besar ini
dirasa tetangga mengganggu. Dan di rumah yang ditinggali saat ini, pasien
sempat didatangi oleh tiga ketua RT dan diminta untuk dipasung saja di kamar
belakang karena takut bahwa penyakit yang diderita pasien berbahaya. Namun
tidak semua tetangga antipati kepada pasien, beberapa orang masih ada yang
menerima keadaan pasien. Tetapi keadaan ini membuat pasien lebih senang berada
di dalam rumah. Selama ini pasien dan keluarga jarang bersosialisasi dengan
tetangga. Hal ini berbeda dengan saat pasien masih tinggal di Menanggal dua
tahun lalu di mana lingkungan dapat menerima pasien dengan terbuka. Ketiadaan
penerimaan di lingkungan yang baru dan penurunan finansial membuat pasien
merasa tertekan sehingga keadaan pasien juga memburuk. Pasien juga mengatakan
bahwa ingin mengundurkan diri sebagai suami dari istrinya karena kasihan
melihat istrinya menanggung beban mental. Pasien mengatakan bahwa keadaannya
membaik saat menerima pujian dan pasien sering susah tidur. Namun sejak diberi
obat oleh dokter, pasien jadi bisa tidur.
HETEROANAMNESIS
Ny. E, ibu
pasien.
Ibu pasien mengeluhkan keadaan pasien dan khawatir jika lama-lama pasien
akan kehilangan kepandaian dan lupa ingatan. Ibu pasien tampak masih sering
terganggu dengan keadaan pasien, hal ini tampak dengan beberapa kali menegur
pasien saat pasien bicara kotor. Saat ditegur, pasien tampak emosi dan
mengeluarkan kata-kata kotor semakin keras.
Ibu pasien menceritakan bahwa sejak SD kelas 4, pasien sudah sering
berbicara kotor tanpa penyebab yang jelas. Namun hanya kata-kata yang dikenal
saja seperti “jancok”. Ibu pasien pernah mendapat saran untuk memukul atau
mencubit pasien saat pasien mulai bicara kotor dari orang-orang supaya tidak
berkepanjangan. Namun ibu pasien merasaka kasihan dan merasa bahwa memukul anak
bukan tindakan yang baik. Mulai SMA, perbendaharaan kata kotor pasien semakin
banyak dan ibu pasien mengatakan bahwa “yang ada dalam CD (Celana Dalam) mulai
keluar semua”.
Saat kelas 6 SD, saat pasien akan menghadapi ujian, ada kasus di dalam
rumah tangga. Ada seorang bernama “W”, tetangga dekat rumah, yang datang ke
rumah dengan mengatakan ingin mencari kerja. Karena kasihan, ibu memberinya
pekerjaan. Saat menjadi pembantu, W sering memakai rok mini dan celana dalamnya
sering dengan sengaja diperlihatkan. Padahal saat itu di rumah banyak orang
laki-laki, yaitu ayah pasien, pasien, dan oom pasien. Ibu pasien beberapa kali
menegur W namun W tidak berubah. Akhirnya setelah lima tahun W menjadi
pembantu, terbongkar affair antara W
dan ayah pasien. Ketika itu W sudah hamil besar karena perselingkuhan dengan ayah
pasien. Karena itu, tahun 1995 ibu pasien meminta cerai. Ibu pasien
menceritakan bahwa pasien pernah secara tidak sengaja memergoki saat ayah
pasien dan W berhubungan. Sejak itu, pasien jadi stres dan pasien pernah tidak
pulang ke rumah. Pasien juga jadi lebih sering bicara dan kotor dan akhirnya
pasien dibawa berobat. Namun karena setelah minum obat pasien jadi sering
menangis, ibu meminta supaya obat dihentikan.
IV Faktor Premorbid : terbuka, pencemas, sering minder, tabah,
motivasi tinggi
Faktor
Keturunan : nenek pasien menderita
tic
Faktor
Organik : tidak ada
Faktor Pencetus : belum ditemukan. Perselingkuhan
ayah dengan pembantu
dinilai sebagai faktor yang memperberat
dinilai sebagai faktor yang memperberat
Riwayat Penyakit Dahulu
o Penyakit fisik : Demam tifoid yang tidak tidak
dibawa berobat
o Penyakit mental : tidak ada
Riwayat Keluarga :
Pasien anak pertama dari 4
bersaudara. Dua saudara tiri dari ayah dan 1 saudara kandung
o Ibu pasien : Ny. E, penjahit, tabah dan
tegas
o Anak I : pasien
o Anak II : K, perempuan, 25 tahun,
ikut suami, pegawai bank
o Anak III : A, perempuan, 18 tahun,
saudara tiri
o Anak IV : I, perempuan, 15 tahun,
saudara tiri
Riwayat Kelahiran : lahir normal,
spontan, 9 bulan
Riwayat Perkembangan : sesuai anak seusianya
Riwayat Pendidikan : Lulus Diploma I
Multimedia di STIKOM dengan nilai yang dibanggakan oleh dosen ke mahasiswa
lainnya, transfer kuliah Sarjana namun tidak selesai karena pasien tidak kuat
Riwayat Pekerjaan : pernah bekerja
sebagai teknisi komputer di tiga perusahaan swasta namun dipecat karena
perilaku yang mengganggu. Kemudian membuka usaha sendiri di rumah dengan
membuka counter HP, cetak foto, dan servis komputer saat tinggal di Menangal.
Saat ini menjadi programmer software yang menerima proyek dari
perusahaan-perusahaan yang mengenalnya.
Riwayat Perkawinan : pasien menikah
sekali dengan Ny. A (28 tahun) yang sudah dinikahinya selama 6 tahun dan dikaruniai
dua orang anak
o Anak I : S, perempuan, 4 tahun, playgroup
o Anak II : N, perempuan, 1 tahun, belum
bersekolah
Riwayat Sosial : Saat masih di
Menanggal, pasien dapat bergaul dengan warga karena warga sudah menerima
keadaan pasien. Saat ini, pasien jarang dan hampir tidak pernah bergaul dengan
tetangga di Sidoarjo ini karena takut mengganggu ketenangan. Istri pasien tidak
jarang bergaul dengan tetangga karena selalu ditanya mengenai perilaku pasien
yang mengganggu, anak pasien tidak bermain dengan tetangga karena dulu selesai
bermain selalu dibuat menangis oleh teman-temannya dan sekarang hanya bermain
di rumah dengan boneka dan menonton televisi.
V PEMERIKSAAN
Status Internistik
-
Keadaan Umum : Baik, Compos mentis.
-
Tanda Vital
- Tensi :
120/80 mmHg
- Nadi :
104 x/menit
- Kepala-Leher
- Anemis :
(-)
- Icterus :
(-)
- Cyanosis :
(-)
- Dyspnea :
(-)
Status Neurologik
-
GCS :
4-5-6
-
Meningeal sign :
(-)
-
Kaku kuduk :
(-)
Status Psikiatrik
1.
Kesan umum :
pasien laki-laki, wajah sesuai usia, memakai kaos hitam dan celana jeans,
tampak senang menyambut kedatangan pemeriksa
2.
Kontak :
+, verbal, lancar, relevan
3.
Kesadaran :
compos mentis, dalam batas normal
4.
Orientasi :
Waktu, Tempat, Orang baik
5.
Daya ingat :
baik
6.
A/E :
ceria
7.
Proses Berpikir :
Bentuk realistik, arus koheren, isi tidak ada gangguan
8.
Persepsi :
tidak ada gangguan
9.
Fungsi kognitif dan intelegensi: belum dievaluasi
10. Psikomotor : meningkat dalam bentuk “tic”
11. Kemauan : baik
Pemeriksaan Penunjang/konsul
Pasien pernah dikonsulkan ke poli
neuro RSUD Dr. Soetomo tapi oleh dokter di neuro ditolak karena sudah pernah
merawat dua pasien dengan Tourette syndrome sebelumnya dan keduanya gagal.
VI DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Axis
I : Tourette syndrome, F95.2
Axis
II : ciri kepribadian mengarah
ke cemas menghindar
Axis
III : tidak ada
Axis
IV : masalah dengan lingkungan
sosial
Axix
V : GAF scale saat
ini 70
GAF scale setahun terakhir 61
VII PENANGANAN HOLISTIK
Somatoterapi : Haloperidol 2 x 0,5 mg
THD 2 x 1 mg prn.
Clobazam 2 x 10 mg
Psikoterapi
suportif:
Membina
hubungan baik dengan pasien dan memberi empati terhadap keluhannya.
Sosioterapi:
Keluarganya didorong untuk bisa
memberi dukungan kepada pasien dalam hal memberi pujian dan tidak mengeluhkan
keadaan pasien atau menimbulkan keadaan yang dapat menaikkan emosi pasien.
VIII MONITORING
1. Evaluasi terapi satu
minggu lagi dengan kontrol poli
2.
Kepatuhan terapi
3.
Keluhan – keluhan pasien
4.
Efek samping obat, Ekstrapiramidal sindrom dari obat
Haloperidol
IX PROGNOSIS
Mengarah
ke dubois ad bonam
X RESUME
1.
Identitas
pasien:
Nama : Tn. E
Umur :
34 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sidoarjo
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta IT
Pendidikan : Diploma I Multimedia
No. Reg : 12139438
Pemeriksaan : tanggal 10 April 2012 pukul 16.00
2.
Keluhan utama: Tourette syndrome. Sering mengeluarkan
kata-kata kotor secara invoulenter
3.
Problem: Mengalami gangguan perilaku dan emosianal dengan onset biasanya pada
anak dan remaja yang menetap hingga dewasa. Pernah mendapat terapi yang
berhasil baik saat masih kecil, lalu putus di tengah jalan dan baru memulai
terapi lagi satu bulan yang lalu.
4.
RPS Khusus
a. Autoanamnesis: sering mengeluarkan kata-kata kotor tidak
terkendali sejak SD dan juga sering berkedip-kedip dan berdehem atau mendengus.
Kata-kata kotor dirasa semakin sering keluar stres dan emosi tinggi, dan
menurun saat tenang dan mendapat pujian. Saat SD kelas 6 syok karena melihat
perselingkuhan ayah dengan pembantu dan pertengkaran ibu dan ayah.
b. Heteroanamnesis: dari Ny. E, ibu pasien. Pasien sering
bicara kotor sejak SD dengan perbendaharaan kata kotor yang semakin banyak
seiring bertambahnya usia.
5.
Riwayat Penyakit Dahulu
a.
Penyakit fisik : Demam tifoid yang tidak tidak
dibawa berobat
b.
Penyakit mental: tidak ada
6.
Riwayat Sosial: Relasi dengan tetangga yang tidak baik
karena pasien dirasa mengganggu ketenangan dengan kata-kata kotornya.
7. Faktor
Premorbid: terbuka, pencemas, sering minder, tabah, motivasi tinggi
8. Faktor keturunan: nenek pasien
menderita tic
9. Faktor organik: tidak ada
10. Faktor Stressor: belum
ditemukan. Perselingkuhan ayah dengan pembantu dinilai sebagai faktor yang
memperberat
11. Pemeriksaan
a.
Fisik: dalam batas normal
b.
Psikiatrik:
a.
Kesan umum: pasien laki-laki, wajah sesuai usia,
memakai kaos hitam dan celana jeans, tampak senang menyambut kedatangan
pemeriksa
b.
psikotomor: meningkat
12. Diagnosis
Axis I : Tourette syndrome, F95.2
Axis II : ciri kepribadian mengarah ke cemas menghindar
Axis III : tidak ada
Axis IV : masalah dengan lingkungan sosial
Axix V : GAF scale saat ini 70
GAF scale setahun terakhir 61
13. Penanganan Holistik
Somatoterapi : Haloperidol 2 x 0,5 mg
THD 2 x 1 mg prn.
Clobazam 2 x 10 mg
Psikoterapi
suportif:
Membina hubungan baik
dengan pasien dan memberi empati terhadap keluhannya.
Sosioterapi: Keluarganya didorong untuk bisa memberi
dukungan kepada pasien dalam hal memberi pujian dan tidak mengeluhkan keadaan
pasien atau menimbulkan keadaan yang dapat menaikkan emosi pasien.
14. Monitoring
Evaluasi terapi satu
minggu lagi dengan kontrol poli
Efek samping obat, ekstrapiramidal sindrom dari obat
Haloperidol
15. Prognosis
Mengarah
ke dubois ad bonam
REFERENSI
Maramis,W F. 2009. Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa Edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press.
Maslim, Rusdi. 2002. Buku saku
Diagnosis Gangguan jiwa “ Rujukan Ringkas dari PPDGJ III” .PT. Nuh Jaya :
Jakarta.
Maslim, Rusdi. 2007.Panduan Praktis
Pengguna Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga.PT. Nuh Jaya : Jakarta.
No comments:
Post a Comment