Saturday, September 28, 2013

Sindroma Gilles De La Tourette

I           IDENTITAS PASIEN
            Nama               : Tn. E
            Umur               : 34 tahun
            Jenis Kelamin  : Laki-laki
            Alamat                        : Sidoarjo
            Suku/Bangsa   : Jawa/Indonesia
            Agama             : Islam
            Status              : Menikah
            Pekerjaan         : Wiraswasta IT
            Pendidikan      : Diploma I Multimedia
            No. Reg           : 12139438
            Pemeriksaan    : tanggal 10 April 2012 pukul 16.00

II         KELUHAN UTAMA
            Tourette syndrome. Sering bicara kotor tidak terkontrol

III        DATA DASAR
AUTOANAMNESIS
Pasien pria, wajah sesuai usia, memakai kaos hitam dan celana jeans, tampak senang menyambut kedatangan pemeriksa. Pasien merespon dengan baik uluran tangan pemeriksa dan saat ditanya kabar, pasien menjawab, “baik”. Ketika pemeriksa bertanya mengenai keluhan yang dialami pasien, pasien menjawab bahwa keadaannya tidak banyak mengalami perubahan sejak minum obat yang diberikan oleh dokter. Pasien masih sering bicara kotor tidak terkontrol sekalipun sudah meminum obat dari dokter. Bahkan volume bicaranya dirasa pasien semakin meninggi dan pasien berkata, “mungkin kalau diukur 70 desibel”. Pasien merasa bahwa obat haloperidol yang diberikan oleh dokter dengan dosis 2 x 0,5 mg mungkin terlalu kecil karena sebelumnya pernah mendapat pengobatan dengan Orap sampai dosis 2 mg/hari. Pasien mengatakan bahwa ada perubahan tapi hanya nol koma, mungkin karena dosisnya kecil.
Mengenai keadaannya, pasien mengatakan bahwa setelah minum obat leher pasien jadi sering kaku-kaku, namun membaik setelah minum obat yang diberikan oleh dokter untuk menanggulangi efek samping obat haloperidol. Pasien dapat menyebutkan bahwa hal itu mungkin karena parkinsonisme yang diakibatkan oleh efek samping obat. Saat ditanya bagaimana pasien tahu, pasien menjawab bahwa dia telah melakukan riset selama sepuluh tahun mengenai sakit yang dideritanya karena keinginannya untuk sembuh. Dari penelitian melalui literatur dan video yang didapat melalui internet, pasien mengetahui bahwa dirinya menderita Tourette Syndrome. Pasien memulai risetnya sejak dosen kuliah S-1 nya  mendudukkan pasien di bangku paling belakang karena kata-kata kotor yang dikeluarkan pasien dinilai mengganggu. Karena tidak kuat dengan diskriminasi dosen tersebut, akhirnya pada semester VI pasien memutuskan untuk mengundurkan diri dari kuliah sarjana yang dia tempuh.
Pasien menceritakan bahwa dia mengalami Tourette syndrome sejak SD kelas 6. Saat itu pasien sering bicara “jancok” tidak terkontrol. Oleh orang tua, pasien dibawa berobat ke seorang dokter ahli syaraf keturunan Belanda. Ketika itu pasien diperiksa dengan lutunya dipukul-pukul dengan palu oleh dokter dan didapati bahwa kaki kiri pasien memiliki refleks positif sedangkan kaki kanan negatif. Lalu pasien diberi obat Orap. Setelah mengkonsumsi obat tersebut sampai dosis 2 mg/hari, refleks di lutut pasien positif untuk kaki kanan dan kiri. Namun saat mengkonsumsi obat itu, pasien jadi sering menangis sendiri. Pasien jadi tidak bersemangat ke sekolah, padahal waktu itu pasien akan menghadapi UNAS. Lalu oleh orang tua, pasien diminta untuk menghentikan mengkonsumsi obat tersebut karena takut. Pasien mengatakan bahwa setelah minum Orap, pasien tidak lagi bicara kotor selama tiga bulan penuh. Namun setelah itu pasien kambuh kembali dan pasien tidak bisa kontrol ke dokter tersebut karena dokter tersebut sudah meninggal. Sejak saat itu, pasien tidak pernah mengkonsumsi obat sama sekali sampai satu bulan yang lalu saat pasien pergi berobat ke seorang dokter di Probolinggo dan oleh dokter tersebut diberi obat Depakote.
Ketika diminta menceritakan perjalanan penyakitnya, pasien menyarankan untuk bertanya ke ibunya saja karena mungkin ada hal-hal yang tidak pasien ingat. Namun saat pemeriksa meminta pasien menceritakan apa saja yang dapat dingatnya, pasien dapat dengan baik menceritakan bahwa kemungkinan sakitnya sudah dimulai sejak sebelum SD kelas 6 yang tidak disadari oleh pasien karena saat itu pasien hanya merasakan sering berdehem dan mendengus-dengus. Mulai kelas 6 SD pasien jadi mulai mengedip-kedipkan mata, suka latah, dan berbicara kotor. Menurut pasien, hal itu terjadi sejak adanya masalah dalam keluarganya, yaitu ayah yang berselingkuh dengan pembantu. Setelah kejadian itu, pasien sering melihat  ayah marah-marah kepada ibu. Ayah pernah memukul ibu dengan knalpot motor Honda 800. Ayah juga pernah melempar pisau meskipun tidak diarahkan tepat ke ibu. Pasien merasa syok dan terguncang. Sejak itu, pasien jadi sering merasa takut saat keluar rumah dan tidak berani menghadapi teman-temannya. Padahal sebelumnya, pasien adalah anak laki-laki berbadan besar yang pemberani.
Keluhan bicara kotor semakin meningkat sesuai dengan penambahan usia dan perbendaharaan kata. Puncaknya adalah saat pasien kelas 2 SMA. Selama wawancara, pemeriksa mendapati bahwa pasien sering mengeluarkan kata “tempik turuk”, “susumu tak emut”, “jancok” yang tidak terkendali dengan volume kecil. Ketika volume meningkat, pasien beberapa kali minta maaf ke pemeriksa. Setelah kuliah transfer dari diploma I ke Sarjana yang tidak terselesaikan, pasien sempat bekerja di tiga tempat. Salah satunya adalah di Dinas PU. Namun di ketiga tempat tersebut pasien dipecat karena perilakunya yang mengganggu.
Pasien mengatakan bahwa saat ini, pasien dapat menahan dari bicara kotor paling lama 20 menit saat pasien merasa tenang. Namun setelah itu, ada seperti mekanisme “membayar hutang”, yaitu pasien jadi mengeluarkan banyak sekali kata-kata kotor dalam satu waktu dengan volume besar. Volume yang besar ini dirasa tetangga mengganggu. Dan di rumah yang ditinggali saat ini, pasien sempat didatangi oleh tiga ketua RT dan diminta untuk dipasung saja di kamar belakang karena takut bahwa penyakit yang diderita pasien berbahaya. Namun tidak semua tetangga antipati kepada pasien, beberapa orang masih ada yang menerima keadaan pasien. Tetapi keadaan ini membuat pasien lebih senang berada di dalam rumah. Selama ini pasien dan keluarga jarang bersosialisasi dengan tetangga. Hal ini berbeda dengan saat pasien masih tinggal di Menanggal dua tahun lalu di mana lingkungan dapat menerima pasien dengan terbuka. Ketiadaan penerimaan di lingkungan yang baru dan penurunan finansial membuat pasien merasa tertekan sehingga keadaan pasien juga memburuk. Pasien juga mengatakan bahwa ingin mengundurkan diri sebagai suami dari istrinya karena kasihan melihat istrinya menanggung beban mental. Pasien mengatakan bahwa keadaannya membaik saat menerima pujian dan pasien sering susah tidur. Namun sejak diberi obat oleh dokter, pasien jadi bisa tidur.

HETEROANAMNESIS
Ny. E, ibu pasien.
Ibu pasien mengeluhkan keadaan pasien dan khawatir jika lama-lama pasien akan kehilangan kepandaian dan lupa ingatan. Ibu pasien tampak masih sering terganggu dengan keadaan pasien, hal ini tampak dengan beberapa kali menegur pasien saat pasien bicara kotor. Saat ditegur, pasien tampak emosi dan mengeluarkan kata-kata kotor semakin keras.
Ibu pasien menceritakan bahwa sejak SD kelas 4, pasien sudah sering berbicara kotor tanpa penyebab yang jelas. Namun hanya kata-kata yang dikenal saja seperti “jancok”. Ibu pasien pernah mendapat saran untuk memukul atau mencubit pasien saat pasien mulai bicara kotor dari orang-orang supaya tidak berkepanjangan. Namun ibu pasien merasaka kasihan dan merasa bahwa memukul anak bukan tindakan yang baik. Mulai SMA, perbendaharaan kata kotor pasien semakin banyak dan ibu pasien mengatakan bahwa “yang ada dalam CD (Celana Dalam) mulai keluar semua”.
Saat kelas 6 SD, saat pasien akan menghadapi ujian, ada kasus di dalam rumah tangga. Ada seorang bernama “W”, tetangga dekat rumah, yang datang ke rumah dengan mengatakan ingin mencari kerja. Karena kasihan, ibu memberinya pekerjaan. Saat menjadi pembantu, W sering memakai rok mini dan celana dalamnya sering dengan sengaja diperlihatkan. Padahal saat itu di rumah banyak orang laki-laki, yaitu ayah pasien, pasien, dan oom pasien. Ibu pasien beberapa kali menegur W namun W tidak berubah. Akhirnya setelah lima tahun W menjadi pembantu, terbongkar affair antara W dan ayah pasien. Ketika itu W sudah hamil besar karena perselingkuhan dengan ayah pasien. Karena itu, tahun 1995 ibu pasien meminta cerai. Ibu pasien menceritakan bahwa pasien pernah secara tidak sengaja memergoki saat ayah pasien dan W berhubungan. Sejak itu, pasien jadi stres dan pasien pernah tidak pulang ke rumah. Pasien juga jadi lebih sering bicara dan kotor dan akhirnya pasien dibawa berobat. Namun karena setelah minum obat pasien jadi sering menangis, ibu meminta supaya obat dihentikan.

IV        Faktor Premorbid     : terbuka, pencemas, sering minder, tabah, motivasi tinggi
            Faktor Keturunan    : nenek pasien menderita tic
            Faktor Organik         : tidak ada
            Faktor Pencetus        : belum ditemukan. Perselingkuhan ayah dengan pembantu
                                      dinilai sebagai faktor yang memperberat
           
Riwayat Penyakit Dahulu
o   Penyakit fisik              : Demam tifoid yang tidak tidak dibawa berobat
o   Penyakit mental          : tidak ada

Riwayat Keluarga                 :
            Pasien anak pertama dari 4 bersaudara. Dua saudara tiri dari ayah dan 1 saudara kandung
o   Ibu pasien                    : Ny. E, penjahit, tabah dan tegas
o   Anak I                         : pasien
o   Anak II                       : K, perempuan, 25 tahun, ikut suami, pegawai bank
o   Anak III                      : A, perempuan, 18 tahun, saudara tiri
o   Anak IV                      : I, perempuan, 15 tahun, saudara tiri

Riwayat Kelahiran                : lahir normal, spontan, 9 bulan
Riwayat Perkembangan       : sesuai anak seusianya
Riwayat Pendidikan              : Lulus Diploma I Multimedia di STIKOM dengan nilai yang dibanggakan oleh dosen ke mahasiswa lainnya, transfer kuliah Sarjana namun tidak selesai karena pasien tidak kuat
Riwayat Pekerjaan                : pernah bekerja sebagai teknisi komputer di tiga perusahaan swasta namun dipecat karena perilaku yang mengganggu. Kemudian membuka usaha sendiri di rumah dengan membuka counter HP, cetak foto, dan servis komputer saat tinggal di Menangal. Saat ini menjadi programmer software yang menerima proyek dari perusahaan-perusahaan yang mengenalnya.
Riwayat Perkawinan                        : pasien menikah sekali dengan Ny. A (28 tahun) yang sudah dinikahinya selama 6 tahun dan dikaruniai dua orang anak
o   Anak I             : S, perempuan, 4 tahun, playgroup
o   Anak II            : N, perempuan, 1 tahun, belum bersekolah
Riwayat Sosial                       : Saat masih di Menanggal, pasien dapat bergaul dengan warga karena warga sudah menerima keadaan pasien. Saat ini, pasien jarang dan hampir tidak pernah bergaul dengan tetangga di Sidoarjo ini karena takut mengganggu ketenangan. Istri pasien tidak jarang bergaul dengan tetangga karena selalu ditanya mengenai perilaku pasien yang mengganggu, anak pasien tidak bermain dengan tetangga karena dulu selesai bermain selalu dibuat menangis oleh teman-temannya dan sekarang hanya bermain di rumah dengan boneka dan menonton televisi.

V         PEMERIKSAAN
            Status Internistik
                        - Keadaan Umum        : Baik, Compos mentis.
                        - Tanda Vital
            - Tensi              : 120/80 mmHg
            - Nadi              : 104 x/menit
- Kepala-Leher
            - Anemis          : (-)
            - Icterus           : (-)
            - Cyanosis       : (-)
            - Dyspnea        : (-)
            Status Neurologik
-          GCS                      : 4-5-6
-          Meningeal sign      : (-)
-          Kaku kuduk          : (-)
Status Psikiatrik
1.      Kesan umum         : pasien laki-laki, wajah sesuai usia, memakai kaos hitam dan celana jeans, tampak senang menyambut kedatangan pemeriksa
2.      Kontak                  : +, verbal, lancar, relevan
3.      Kesadaran             : compos mentis, dalam batas normal
4.      Orientasi                : Waktu, Tempat, Orang baik
5.      Daya ingat             : baik
6.      A/E                        : ceria
7.      Proses Berpikir      : Bentuk realistik, arus koheren, isi tidak ada gangguan
8.      Persepsi                 : tidak ada gangguan
9.      Fungsi kognitif dan intelegensi: belum dievaluasi
10.  Psikomotor            : meningkat dalam bentuk “tic”
11.  Kemauan               : baik
Pemeriksaan Penunjang/konsul
            Pasien pernah dikonsulkan ke poli neuro RSUD Dr. Soetomo tapi oleh dokter di neuro ditolak karena sudah pernah merawat dua pasien dengan Tourette syndrome sebelumnya dan keduanya gagal.

VI        DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
            Axis I              : Tourette syndrome, F95.2
            Axis II             : ciri kepribadian mengarah ke cemas menghindar
            Axis III           : tidak ada
            Axis IV           : masalah dengan lingkungan sosial
            Axix V                        : GAF scale saat ini 70
                                      GAF scale setahun terakhir 61

VII      PENANGANAN HOLISTIK
            Somatoterapi : Haloperidol 2 x 0,5 mg
                                      THD 2 x 1 mg prn.
                                      Clobazam 2 x 10 mg
Psikoterapi suportif:
            Membina hubungan baik dengan pasien dan memberi empati terhadap keluhannya.
Sosioterapi:
Keluarganya didorong untuk bisa memberi dukungan kepada pasien dalam hal memberi pujian dan tidak mengeluhkan keadaan pasien atau menimbulkan keadaan yang dapat menaikkan emosi pasien.

VIII     MONITORING
1. Evaluasi terapi satu minggu lagi dengan kontrol poli
            2. Kepatuhan terapi
            3. Keluhan – keluhan pasien
            4. Efek samping obat,             Ekstrapiramidal sindrom dari obat Haloperidol

IX        PROGNOSIS
            Mengarah ke dubois ad bonam

X         RESUME
1.      Identitas pasien:
            Nama               : Tn. E
            Umur               : 34 tahun
            Jenis Kelamin  : Laki-laki
            Alamat                        : Sidoarjo
            Suku/Bangsa   : Jawa/Indonesia
            Agama             : Islam
            Status              : Menikah
            Pekerjaan         : Wiraswasta IT
            Pendidikan      : Diploma I Multimedia
            No. Reg           : 12139438
            Pemeriksaan    : tanggal 10 April 2012 pukul 16.00
2.      Keluhan utama: Tourette syndrome. Sering mengeluarkan kata-kata kotor secara invoulenter
3.      Problem: Mengalami gangguan perilaku dan emosianal dengan onset biasanya pada anak dan remaja yang menetap hingga dewasa. Pernah mendapat terapi yang berhasil baik saat masih kecil, lalu putus di tengah jalan dan baru memulai terapi lagi satu bulan yang lalu.
4.      RPS Khusus
a.       Autoanamnesis: sering mengeluarkan kata-kata kotor tidak terkendali sejak SD dan juga sering berkedip-kedip dan berdehem atau mendengus. Kata-kata kotor dirasa semakin sering keluar stres dan emosi tinggi, dan menurun saat tenang dan mendapat pujian. Saat SD kelas 6 syok karena melihat perselingkuhan ayah dengan pembantu dan pertengkaran ibu dan ayah.
b.      Heteroanamnesis: dari Ny. E, ibu pasien. Pasien sering bicara kotor sejak SD dengan perbendaharaan kata kotor yang semakin banyak seiring bertambahnya usia.
5.      Riwayat Penyakit Dahulu
a.       Penyakit fisik : Demam tifoid yang tidak tidak dibawa berobat
b.      Penyakit mental: tidak ada
6.      Riwayat Sosial: Relasi dengan tetangga yang tidak baik karena pasien dirasa mengganggu ketenangan dengan kata-kata kotornya.
7.      Faktor Premorbid: terbuka, pencemas, sering minder, tabah, motivasi tinggi
8.      Faktor keturunan: nenek pasien menderita tic
9.      Faktor organik: tidak ada
10.  Faktor Stressor: belum ditemukan. Perselingkuhan ayah dengan pembantu dinilai sebagai faktor yang memperberat
11.  Pemeriksaan
a.       Fisik: dalam batas normal
b.      Psikiatrik:
a.       Kesan umum: pasien laki-laki, wajah sesuai usia, memakai kaos hitam dan celana jeans, tampak senang menyambut kedatangan pemeriksa
b.      psikotomor: meningkat
12.  Diagnosis
            Axis I              : Tourette syndrome, F95.2
            Axis II             : ciri kepribadian mengarah ke cemas menghindar
            Axis III           : tidak ada
            Axis IV           : masalah dengan lingkungan sosial
            Axix V                        : GAF scale saat ini 70
                                      GAF scale setahun terakhir 61
13.  Penanganan Holistik
Somatoterapi      : Haloperidol 2 x 0,5 mg
                               THD 2 x 1 mg prn.
                               Clobazam 2 x 10 mg
Psikoterapi suportif: Membina hubungan baik dengan pasien dan memberi empati terhadap keluhannya.
Sosioterapi: Keluarganya didorong untuk bisa memberi dukungan kepada pasien dalam hal memberi pujian dan tidak mengeluhkan keadaan pasien atau menimbulkan keadaan yang dapat menaikkan emosi pasien.
14.  Monitoring
Evaluasi terapi satu minggu lagi dengan kontrol poli
Efek samping obat, ekstrapiramidal sindrom dari obat Haloperidol
15.  Prognosis
Mengarah ke dubois ad bonam



REFERENSI


Maramis,W F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press.
Maslim, Rusdi. 2002. Buku saku Diagnosis Gangguan jiwa “ Rujukan Ringkas dari PPDGJ III” .PT. Nuh Jaya : Jakarta.

Maslim, Rusdi. 2007.Panduan Praktis Pengguna Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga.PT. Nuh Jaya : Jakarta.

No comments: